Lukas mengetukkan jarinya ke meja, dia sedang berpikir apa kira-kira yang membuat Yuna menjauh dan menghindarinya. Terhitung sudah dua minggu Yuna menghindarinya. Lukas bukannya tidak bisa menemuinya, Lukas hanya ingin memberi Yuna waktu. Namun sepertinya Yuna semakin menjauh.
tok tok tok..
Lamunan Lukas buyar mendengar pintu ruangannya di ketuk. "Masuk!" perintahnya.
"Siang bos." Doni masuk keruangan Lukas. Doni memberikan amplop berisi beberapa foto Yuna. Dia lalu memilih duduk di sofa seberang meja kerja Lukas.
"Apa ini?" Lukas membanting foto-foto Yuna ke meja. Di foto itu terlihat Yuna sedang makan dengan seorang pria.
"Dia kencan dengan seorang pria, yang di kenalnya melalui aplikasi kencan online," ucap Doni menjelaskan.
Lukas mengeraskan rahangnya, emosinya membumbung tinggi. "Kau sudah menyelidiki siapa pria itu?"
"Hanya seseorang yang bekerja sebagai staf keuangan, di perusahaan kecil, aku bahkan lupa apa nama perusahaannya." Doni meminum kopi yang baru saja disajikan sekretaris Bos-nya itu.
"Tikus kecil, dan berani mendekati wanita milik ku." Lukas menyeringai dingin.
"Bos..."
"Singkirkan tikus itu!" perintahnya.
"Baik bos.''
"Dimana Yuna sekarang?" Lukas harus memberi pelajaran pada wanita itu.
"Masih di toko, dan dia ada janji kencan, malam ini pukul 20.00 "
"Apa!! Akh ..." Karena menoleh dengan tiba-tiba, Lukas merasakan sakit di lehernya.
"Kau baik-baik saja Bos?" Doni berdiri dan menghampiri Bos-nya itu. Lukas mengangkat tanganya mengatakan kalau dia baik-baik saja.
*************
Lukas memberhentikan mobilnya tidak jauh dari toko, dia melihat Yuna yang sedang merangkai bunga. Sesekali wanita itu tersenyum dengan lelucon yang di lemparkan temannya.
"Jangan berpikir kau bisa lepas dariku," gumam Lukas.
Lukas masih menunggu disana hingga toko tutup.
Namun saat Yuna keluar dan menutup pintu toko. Lukas langsung keluar dari mobil dan menghampiri wanita itu.
"Ikut aku." Lukas menangkap tangan Yuna.
Yuna terkejut saat tiba-tiba Lukas muncul dan menarik tangannya. "Apa yang kau lakukan?! Lepaskan tanganku, Lukas!" Yuna berteriak marah.
"Aku datang untuk memberimu hukuman," kata Lukas datar. Pria itu kemudian mendorong Yuna pelan masuk ke mobil. Lukas memutari mobil dan duduk di bangku kemudi.
"Hu-hukuman apa? Aku kan tidak membuat kesalahan." Yuna mengingat-ingat lagi, dan dia merasa tidak punya salah pada pria itu.
"Kau berbuat salah, gara-gara kamu aku kehilangan proyek besar." Karena wanita itu Lukas membatalkan pertemuannya dengan klien nya yang datang dari Jepang . Lukas tidak mau Yuna menemui pria asing dan membuat wanita itu tertarik.
"Terserah sajalah, sekarang bisa antar kan aku pulang, aku harus bersiap. Aku ada janji makan malam dengan teman."
"Makan malam dengan Dimas?" tanya Lukas sinis.
"Kamu tahu?" Yuna melihat Lukas curiga. Apa pria itu menguntit nya pikir Yuna.
"Kemarin dengan Adit, hari ini dengan Dimas, lalu besok dengan siapa? Apa kamu memang semurah itu?!" Kata Lukas kasar.
"Aku hanya makan dan berkenalan dengan mereka, tidak lebih!" Yuna menekan kata 'tidak lebih'. .
"Berkenalan dengan pria asing, lalu selanjutnya apa?" Lukas masih dengan nada sinisnya.
"Memangnya apa urusan mu kalau aku dekat atau bahkan lebih dari itu dengan pria lain?!" Nada suara Yuna meninggi.
"Brengsek...!" Maki Lukas.
Kalau saja pria itu tidak sedang menyetir, mungkin dia akan meniduri Yuna dengan sangat keras sebagai hukumannya.
Membayangkan Yuna duduk dengan pria lain membuat emosinya semakin naik, Lukas mengeraskan rahangnya, tangannya mencengkram setir mobil dengan kuat.
Lukas menginjak pedal gas dan menaikan kecepatan mobil ke yang paling tinggi. Badan Yuna terdorong kebelakang, dia mencengkram seat belt dengan kuat. "Lukas, tolong lebih pelan."
Ada satu hal yang Lukas lewatkan, yaitu fobia Yuna. Yuna fobia kecepatan.
Yuna menekan dadanya yang berdebar kencang. Wajah pucat badannya mengeluarkan keringat dingin. Pandangan Yuna mulai mengabur. "Lukas," Panggilannya melemah.
Lukas menoleh pada Yuna dan terkejut melihat wajah pucat Yuna. Lukas menurunkan kecepatan mobil dan berpindah ke lajur kiri. Lukas menghentikan mobilnya di sisi jalan.
"Yuna." Lukas menyentuh kening Yuna panik. Dingin, tangannya juga dingin dan basah seluruh tubuh nya bergetar.
Yuna melihat Lukas yang panik, perlahan pandangannya menggelap, dan telinga nya berdengung.
Lukas dengan cepat kembali melajukan mobilnya dan beruntung dia melihat ada rumah sakit yang tidak jauh dari tempat mereka berhenti tadi.
Lukas mondar-mandir di depan pintu IGD dokter masih memeriksa kondisi Yuna dan itu sudah tigapuluh menit berlalu. Begitu pintu ruangan IGD di buka Lukas bergegas menghampiri dokter.
"Bagaimana keadaannya, Dok?" Tanya Lukas cemas.
"Mari kita bicara di ruangan saya, Pak" Lukas mengangguk dan mengikuti dokter ke ruangannya di lantai dua.
"Kondisi nya stabil, tidak ada luka sama sekali," jelas dokter,
"Lalu apa yang salah, Dok? Kenapa dia pingsan?"
"Gejalanya sama seperti pengidap fobia" Dokter itu menjelaskan sambil membolak-balik hasil pemeriksaan medis Yuna.
"Sebelumnya apa pasien melakukan atau melihat sesuatu yang membuatnya tidak nyaman?"
"Tidak ada dok..." Saat Lukas melihat Yuna bekerja hingga menutup toko, wanita itu baik-baik saja. Saat bertemu dia. Yuna tidak mungkin fobia padanya kan. Lukas menatap tajam ke arah dokter itu. Tapi kalau di ingat ingat lagi. Yuna menjadi panik saat Lukas menaikkan kecepatan mobilnya.
"Apakah seseorang bisa fobia terhadap kecepatan?" Tanya Lukas pada dokter.
"Iya, bahkan dengan hal-hal yang kecil, sifat semua orang berbeda-beda.
Untuk mengetahui lebih lanjut sebaiknya menghubungi psikolog," Saran dokter.
Lukas keluar dari ruangan dokter dan langsung menuju kamar rawat Yuna.
Lukas menghampiri Yuna yang masih tidur. Dokter menjelaskan kalau Yuna akan segera bangun. Lukas mengambil ponselnya dari saku celananya, lalu mengirim kan Doni pesan, memintanya untuk mencari psikolog terbaik untuk menangani fobia Yuna.
Tidak lama Lukas menerima pesan dari Doni, berisi nama seorang psikolog beserta alamat praktek nya.
Lukas mengantongi kembali ponselnya saat melihat Yuna sudah sadar. "Hei," sapa Lukas seolah tidak terjadi apa-apa.
"Bagaimana perasaan mu?" Yuna membuang mukanya enggan melihat Lukas. Yuna masih marah dan kesal pada pria itu.
Lukas keluar dan tidak lama kembali lagi dengan seorang dokter di sampingnya. "Tolong diperiksa lagi, Dok. Dia tidak bisa bicara." Dokter langsung menoleh pada Yuna.
"Aku baik-baik saja," jawab Yuna cepat.
"Dok apa aku sudah boleh pulang?" Yuna sudah tidak merasa sakit lagi.
"Boleh," jawab dokter itu ramah
"Dari hasil pemeriksaan, semuanya sudah normal dan stabil. Jadi setelah menyelesaikan administrasi, Anda sudah boleh meninggalkan rumah sakit ini," jelas dokter.
"Dia masih lemah, mungkin di rawat satu malam, dan berikan dia infus."
Dokter itu tersenyum maklum
"Tidak perlu, Pak, setelah pasien makan, dia akan kembali seperti sebelumnya."
Dokter itu kemudian pamit dan pergi. "Aku urus administrasi, kamu tunggu di sini dulu". Lukas meninggalkan Yuna dan turun ke kasir. Yuna tidak mengerti bagai mana perasaannya sendiri, seharusnya dia tidak perlu se-sakit ini mendengar perkataan Lukas yang mengatakan dia perempuan murahan. Nyatanya memang sangat sakit. Yuna berdiri dan melangkah tanpa menunggu Lukas kembali. biarkan saja pria itu kewalahan mencarinya. sebagai hukuman karena telah melukai hatinya.
.
.
.
.
.
Bersambung...