Di kamar lantai atas, Chandra keluar dari toilet sambil mengeringkan rambut basahnya dengan handuk. Sesekali, dia melihat Arvin yang berwajah misterius sambil membaca n****+ detektif miliknya.
"Lo kenapa, Vin? Tampang lo serius banget. Apa lo baperan baca n****+ detektif gitu? On the way jadi detektif amatir, hm?" celoteh Chandra.
Arvin tersenyum sinis. "Ck, lo sensitif juga. Kali ini yang gue selidiki itu Windy, cewek lo."
Chandra terkejut. Matanya membola dan mendekati Arvin yang tampak serius dengan ucapannya. "Barusan lo bilang apa?"
"Apa lo tau ada hubungan apa di antara Reyhan dan Windy?"
Chandra tertawa kecil, meremehkan. "Ck, kirain apaan. Mereka sahabatan, lah! Semua orang juga udah tau," jawab Chandra dengan penuh percaya diri.
Arvin yang tertawa menatap kenaifan Chandra. Mungkin ini adalah langkah awal Arvin memecah hubungan harmonis mereka.
"Terkadang yang lo liat belum tentu benar. Apalagi kalau bicara soal hati. Menurut Lo, apa mereka nggak nyimpan perasaan apa pun? Lo tau banget si Rey itu perhatian luar biasa sama cewek lo itu. Dia naksir sama Windy."
Chandra tertegun, ucapan Arvin itu mengusik batinnya. Memang, dia sangat tak suka dengan keakraban Reyhan dengan kekasihnya itu. Arvin bersiap dengan kendali lidahnya.
"Kalau suatu saat Windy tau perasaan Rey, menurut lo gimana dia bakal ngeliat Rey? Kayak sebelumnya? Ga. Pasti akan terjadi sesuatu."
Ucapan Arvin itu seakan bom waktu yang saat ini meledakkan hati Chandra. Akhirnya kedekatan dua sahabat itu mulai membakar hati Chandra. Dari awal dia sangat tidak suka Reyhan begitu dekat dengan Windy. Akan tetapi, dia tak sampai berpikir bahwa Reyhan jatuh hati pada sahabatnya sendiri.
"Percuma gue ngasih tau lo. Sebaiknya lo yang ngeliat dengan mata kepala lo sendiri!" seru Arvin sambil pergi meninggalkan kekacauan dalam hati Chandra.
Chandra terdiam sejenak. Windy memang sangat lengket dengan Reyhan. Akan tetapi, Windy sudah berjanji padanya akan mengurangi kedekatan mereka dan lebih menghargai hatinya. Tak lama setelah Arvin pergi, Chandra beranjak dari kamarnya, berjalan perlahan mencari keberadaan dua orang yang kini dia curigai hatinya. Chandra yakin, Windy hanya menganggap Reyhan sahabatnya, tapi bagaimana dengan Reyhan?
Chandra terhenti di dekat dapur. Terdengar jelas aktifitas memasak serta suara Windy dan Reyhan saling tindih dan ceria. Suara itu bagaikan gas yang sedia menyalakan api hatinya hingga menimbulkan kecemburuan yang dahsyat.
"Ih, enak banget, Rey!" seru Windy setelah mencicipi masakan buatan Reyhan.
Reyhan tersenyum kecut. Dia masih dalam proses memasak, tetapi dari tadi Windy mengganggu konsentrasinya dan dengan usil mencicipi sebelum dihidangkan. "Biasa, lah! Kalau rasa gini doang kamu bilang enak, udah ketebak gimana standar masakan kamu. Hancur!"
Windy tertawa kecil, Reyhan memang lebih bisa masak dibanding dirinya. Hal detail tentang Reyhan sebenarnya sangat menarik perhatian Windy. Kalau saja Reyhan bukan sahabatnya, mungkin dia sudah memutuskan untuk mengencani pria itu. Aktifitas mengasikkan mereka tengah disaksikan oleh Chandra. Chandra urung mendekat, mencoba mengikuti saran Arvin. Dia tengah mencari tahu lewat matanya sendiri, bukan hanya sekadar dari telinga dan dari mulut ke mulut.
'Win, semoga yang dibilang Arvin itu bohong. Sekalipun memang benar Reyhan suka sama kamu, kuharap hati kamu cuma buat aku, nggak akan berubah,' batin Chandra.
Saat ini hati Windy memang untuk Chandra, tetapi tak ada yang bisa tahu masa depan. Apalagi hati yang terkadang sangat tidak pro dengan otak. Jika suatu saat Windy tahu hati Reyhan dan menatapnya berbeda, bisa saja hatinya akan melakukan adaptasi dan justru bisa merespon hati Reyhan.
"Barbie, daun bawangnya mana?" tanya Reyhan setelah selesai memindahkan masakannya ke wadah.
Windy tercengang, sambil menggigit apel merah di tangannya. "Hah? Daun bawang? Kenapa tanya aku?"
Reyhan tampak sebal. Dia segera mencubit pipi Windy. "Ck! Tadi kusuruh kamu ngiris daun bawang, 'kan? Kamu ini bisanya apa, coba?"
Reyhan segera mengambil beberapa helai daun bawang dan mengirisnya. Dia tak mau menyerahkan pada Windy yang sangat tidak suka memasak. Melihat sikap Reyhan, Windy sangat ingin mengusilinya.
"Aku? Bisanya apa? Aku bisanya makan. Trus, tampil cantik di hadapan para cowok trus bikin mereka jatuh cinta sama aku. Hehe."
Reyhan terkejut sampai tangannya teriris pisau. Dia menatap wajah ceria Windy, memang cantik. Reyhan juga jatuh cinta padanya karena Si Barbie itu sangat cantik dan lembut. Yang lebih penting, Windy itu sangat baik padanya.
"Kenapa?" tanya Windy sambil menarik tangan Reyhan.
Reyhan tak banyak bicara, cuma menunjukkan ujung jarinya yang berdarah. Segera, Windy mendekatinya dan meraih jari Reyhan. "Sakit, Rey? Kamu baik-baik aja, 'kan?"
Reyhan hanya mengangguk. Dia senang karena Windy tampak simpati. Namun, harunya buyar saat tawa kecil gadis itu menusuk telinganya. "Haha! Rasain!"
"Jahat!" gusar Reyhan sambil menarik tangannya dari genggaman Windy.
Reyhan hendak melangkah meninggalkan Windy, tetapi gadis itu segera menarik tangannya, lagi. "Kenapa? Kamu mau ngisap darahnya, ya?" tebak Reyhan.
Windy tersenyum. "Cih, apa-apaan? Jijik banget. Kamu kira aku vampire?"
Reyhan tersenyum singkat. Perhatian Windy memang sanggup membuat jantung Reyhan berdegup kencang. Di saat Reyhan harus menikmati indahnya cinta dan perhatian dari Windy yang sedang mengobatinya, Chandra tampak sebal. Kecemburuan mengoyak perasaannya. Dia berjalan meninggalkan dapur dan menemukan dua temannya yang lain tengah bercanda di beranda villa, Fandy dan Ares.
"Kenapa, lo? Ekspresi lo kayak orang putus cinta aja," guyon Fandy.
Chandra mendelik sinis. "Jaga bicara lo!"
"Sorry, becanda," tandas Fandy sambil menulis lirik hasil ciptaannya dan menyesuaikan dengan kord gitar yang dia petik.
Chandra menatap Ares, pria berwajah manis itu tampak bermain dengan android-nya. Chandra ingin mencari tahu tentang Reyhan dari Ares. Karena selain Windy, Ares-lah orang yang paling dekat dengan Reyhan. Reyhan sangat jarang bisa akrab dengan orang lain. Jika dia punya sahabat dekat, pasti orang itu tahu semua tentang Reyhan.
"Ares," seru Chandra.
"Hm?" tanya Ares tanpa menggeser sedikit pun pandangannya dari layar ponsel.
"Apa Reyhan suka sama Windy?"
Pertanyaan Chandra membuat Ares dan Fandy terkejut. Ares tahu Reyhan menyukai Windy, tetapi membocorkan rahasia hati Reyhan sama saja menghancurkannya. Reyhan saja menyembunyikan rapat-rapat hatinya dari Windy. Jika Chandra tahu, bisa jadi Reyhan dan Windy bertengkar. Ares sangat paham sifat cemburu Chandra.
"Itu ...." Ares mulai kebingungan menjawab pertanyaan Chandra.
"Mereka sahabatan doang, Chan. Berapa kali harus gue bilang? Perasaan Reyhan ke Windy itu cuma sekadar sahabat. Berhenti bermain dengan pikiran lo sendiri. Over jealous nggak bagus buat hubungan. Ntar yang ada malah saling curiga, terus berantem. Lo mau putus, memangnya?" sela Fandy.
Chandra terdiam, Ares justru menghela napas lega. Fandy juga tak tahu perasaan Reyhan. Jawaban Fandy itu cukup menenangkan perasaan Chandra dan mengandaskan kecurigaan pria berwajah tampan itu.
'Syukurlah. Rei, sampai kapan lo mau nyembunyiin perasaan lo? It's oke kalau Chandra nggak welcome, tapi gimana kalau Windy tau dan dia malah jauhin lo? Gue nggak bisa bayangin itu. Lo itu cinta mati banget sama Windy. Sampai kapan gue harus tutup mulut begini?' batin Ares.
Setelah itu mereka tak bicara lagi. Chandra ikut menikmati petikan gitar Fandy.
"Hei! Breakfast!" suara teriakan Karina terdengar dari ruang tengah villa.
"Akhirnya sarapan juga. Dari tadi perut gue keroncongan sampai nggak bisa dengerin petikan gitar sendiri. Haha!" sahut Fandy sambil beranjak dari duduknya.
Chandra dan kedua temannya menghampiri meja makan yang sudah terhidang berbagai menu sarapan.
"Selamat makan!"
Selama sarapan pun, Chandra terus menatap sinis Reyhan. Windy tampak tidak peka dan hanya melanjutkan sarapannya. Hanya Arvin yang tersenyum sinis dan tertawa dalam hati.
'Apa lo mulai mikirin yang gue bilang tadi, Chandra? Haha, bertindaklah segera. Keakraban mereka tentu aja bakal terus ngebakar hati lo. Windy itu punya gue. Kalau dia nggak bisa jadi milik gue, gue nggak mau dia bahagia. Hati Windy harus sama hancurnya seperti hati gue waktu dia nolak gue waktu itu,' batin Arvin meraja akan kekacauan yang telah dia tinggalkan.
Reyhan mulai mencurigai tatapan Chandra padanya. Dia menunduk sambil menghabiskan sarapan. Baginya, tak apa jika Chandra membencinya. Dia hanya tak ingin Windy terluka jika menyadari kecemburuan Chandra yang kelak akan menghancurkan hubungan cinta mereka.
"Ini kenapa?" tanya Karina sambil meraih jari kiri Reyhan. Dia bermaksud menanyakan kenapa tangan Reyhan dililit plester luka.
"Mata lo picek, hah? Ini diplester karena terluka, jadi jangan banyak tanya!" serang Reyhan.
Windy menghela napas, tak acuh. Dia selalu melihat Reyhan bersikap dingin pada Karina. Padahal Reyhan jelas-jelas tahu Karina sangat menyukainya. Mungkin dengan bersikap ketus adalah jawaban teraktual tentang hati yang dimiliki Reyhan untuk Karina. Menolak agar Karina mundur dari medan pertempuran.
"Dasar, alien jutek!" seru Windy sambil bertatapan dengan Reyhan.
Krek! Terdengar Chandra menggeser kursinya dan hendak meninggalkan meja makan. "Mau ke mana, Chan?" tanya Windy.
"Entahlah!" sahut Chandra, kesal. Dia segera meninggalkan ruang makan.
Windy sangat heran, cuma sesekali menatap Reyhan dengan ekspresi wajah tak mengerti. "Reyhan, Chandra kenapa?"
"Kenapa tanya aku? Memangnya dia pacarku?" omel Reyhan.
"Aiish, aku cuma tanya!"
"Ck, masalah rumah tangga, cepat selesaikan!" tandas Ares.
Windy segera menyusul langkah Chandra, mencari keberadaan pria itu dan akhirnya menemukannya di beranda samping villa. Dia berjalan perlahan di atas rerumputan taman.
"Chandra!" panggil Windy.
Windy mendekati Chandra. Wajah kekasihnya itu masih muram. "Kamu kenapa, sih?"
Chandra diam saja, tak ingin menghakimi Windy saat ini yang tak tahu apa-apa. Tentang hati Reyhan pun, dia juga belum mendapatkan kepastian. Dia tak ingin menghancurkan suasana indah yang saat ini membingkai dirinya dan Windy.
"Aku cuma capek."
Windy tersenyum, sedikit berjinjit dan memeluk bahu pria berpostur tinggi itu. "Ini untuk mood booster-ku! Kamu pasti lagi suntuk. Ada aku di sini."
Perlakuan Windy sangatlah manis, Chandra tak mungkin menyakitinya. "Kenapa kamu manja gini, sih? Aku jadi nggak bisa marah."
Pemandangan yang sangat tak menyakitkan untuk dilihat, apalagi jika memiliki cinta di hati. Reyhan menutup gorden ketika tak sengaja melihat adegan pelukan Chandra dengan sahabatnya itu. Rasa cemburu yang muncul yang bahkan dia tak berhak untuk itu, mengingat status di antara dirinya dan Windy hanya sebatas sahabat. Reyhan berjalan masuk ke kamarnya, berbaring sejenak di kasur dan menatap langit-langit kamar.
"Oh God! Gimana bisa aku ngelupain Windy? Kami bareng-bareng setiap hari. Aku nggak mau dia tau perasaanku dan hubungan kami berantakan. Apa yang harus kulakukan?"
Krik! Suara pintu terdengar membuka, terlihat Karina berdiri di ambang pintu. Reyhan segera duduk dan melihat Karina menghampirinya dan duduk di kursi kamar.
"Ada apa? Apa terlalu penting sampai lo masuk ke kamar gue?" tanya Reyhan, sinis.
"Segitu galaunya karena Windy. Kalau suka, tembak aja!"
Reyhan terdiam, tak segera merespon ucapan Karina. Karina memang sudah tahu jelas hati Reyhan sejak lama.
"Kenapa nggak jadi pacarku aja, Rey?"
Reyhan menyungging senyum sinis, tak mempedulikan ucapan Karina dan menatap layar ponsel-nya.
"Ck, jangan bercanda! Gue nggak cinta sama lo. Apa lo nggak masalah pacaran sama cowok yang nggak sayang sama lo? Jangan keliatan menyedihkan begitu, Karina Wijaya."
Mendengar ucap sinis Reyhan, Karina tertawa meremehkan. Dia segera duduk di samping Reyhan, menarik pipi Reyhan dan menatap tajam.
"Ck, bukannya kamu yang keliatan lebih menyedihkan, Reyhandika?"
Reyhan terdiam, segera menyingkirkan tangan Karina dari pipinya. Karina tersenyum menatap binar mata Reyhan.
"Seenggaknya aku bukan kamu yang cuma bisa menyimpan perasaan. Kalau aku nggak bisa dapetin kamu, aku nggak akan melukai hati kamu, 'kan? Gimana sama kamu? Kalau Windy putus dengan Chandra cuma karena Chandra cemburu sama kamu, apa kamu bisa bayangin betapa terlukanya dia? Bahkan untuk bernapas aja, kamu merasa sakit. Bagiku, kamu yang justru tampak menyedihkan. Cintamu akan melukai sahabatmu, tapi untuk ngelupain dia pun, kamu justru menderita."
Ucapan sinis Karina bagai sebuah pisau yang menggoreskan luka di jantungnya. Karina menyadarkan hal yang selama ini tak terpikirkan olehnya. Lalu, dia bisa apa? Benar kata Karina, untuk melupakan orang yang dicintainya pun sangat terasa sakit.
Di sisi lain, Karina merasa kesal karena cintanya terhadap Reyhan tak ditanggapi sama sekali oleh pria itu. Padahal dia sudah melakukan segala cara untuk menaklukkannya. Memang hati takkan bisa dipaksakan, Reyhan hanya mencintai Windy. Karina duduk di beranda villa dengan perasaan gundah. Tak ada yang mengerti hatinya saat ini.
"Kenapa sendirian aja, Rin?"
Karina menoleh sejenak, tampak Arvin duduk di sampingnya dengan sejuta aura dingin yang mengelilinginya.
"Ga apa-apa. Cuma suntuk. Ada apa?"
"Ditolak Reyhan, ya?"
Karina menghela napas cuek. Tanpa dijawab pun, Arvin sudah tahu apa jawabannya.
"Ya dibanding dengan Windy, tentu aja lo nggak ada artinya di hati Reyhan."
Arvin mengucapkan kata-kata sengit. Dia memang orang yang seperti itu. Karina tak berharap akan berurusan dengan Arvin yang selama ini tak pernah dekat dengannya.
"Kasihan Reyhan. Dia cinta sama Windy. Windy justru nggak peduli dan pacaran terus sama Chandra, sok romantis di depan Reyhan. Gue nggak bisa nyalahin Windy, dia nggak tau kalau Reyhan suka sama dia," ungkap Karina.
Arvin tertawa meremehkan. "Lo kira Windy sebodoh itu?"
"Apa maksud lo, Vin?"
"Windy itu tau Reyhan suka sama dia. Jadi dia nggak mau membagi Reyhan dengan siapa pun, tapi untuk ngelepasin Chandra pun dia nggak bisa. Dia butuh dua-duanya."
Mata Karina membola, apakah yang dikatakan Arvin ini benar? "Lo bercanda, 'kan?"
"Bercanda?" Arvin menautkan senyum sinis. Sepertinya, dia hendak membakar hubungan antara persahabatan mereka, termasuk Karina yang kini akan menjadi sumber baranya.
"Apa menurut lo ... gue akan bermain dengan hal semacam ini? Gue ini sahabat Reyhan dan Chandra. Gue tau Windy itu sahabat Reyhan, tapi gue nggak mau Windy mainin hati Reyhan. Chandra juga akan sakit hati kalau terus ngeliat Windy dekat sama Reyhan. Windy nggak mau melepas salah satu dari mereka. Lo ngerti maksud gue?"
Karina mulai kesal karena pikirannya telah dikacaukan oleh kata-kata sengit Arvin. Karina takkan mungkin curiga pemuda itu berniat mengacaukan hubungan baik mereka, mengingat dia juga merupakan salah satu member dari genk itu.
"Semua cewek ingin dicintai dan dilindungi. Aku ngerti itu yang diinginkan Windy. Tapi dengan ngebiarin Rey terus di sampingnya cuma bakalan bikin Rey makin baper dan Chandra jadi terus salah paham. Lo ngerti maksud gue, 'kan?"
Setelah menyalakan api di hati Karina, Arvin pergi begitu saja. Setidaknya akan tertinggal kebencian dan timbul keinginan Karina merusak hubungan Reyhan dengan Windy. Cinta di hati Windy terhadap Chandra mungkin bisa kandas jika tak ada rasa saling percaya, tetapi rasa sayang yang terjalin di hati Windy dan Reyhan, mungkinkah akan patah mengingat hubungan mereka sudah terjalin sejak kecil?
*