8. Perjodohan Reyhan - 3

1143 Kata
Suasana sarapan juga tak ayal membuat Windy bosan. Tak terdengar suara apa pun kecuali sendok atau pisau yang sesekali berdenting. Windy terus mencuri pandang wajah Reyhan. Reyhan hanya asik makan sambil membaca komik yang dia letakkan di sisi piringnya. Pria itu terlihat cuek. Mata Windy membola ketika melihat Reyhan melakukan kebiasaannya. Pria itu seperti kebiasaan memainkan lidahnya di sekitaran bibir. Jantung Windy hampir meledak karena gugup. 'A-apa yang dia lakukan?' jerit batin Windy. Ini bukan pertama kalinya Windy melihat Reyhan melakukan itu. Pria itu bahkan hanya menggunakan lidahnya ketika menyingkirkan sisa sauce dari bibir atasnya. Dia tak peduli dan menyapu bibir mungilnya itu dalam satu usapan ibu jari. Sementara di sana, Windy terlihat hampir tak bisa mengontrol kegugupannya. 'A-apa ini? Kenapa dia jadi seseksi itu? Kamu gila, Alien? Kenapa ngelakuin itu di depanku? Kamu sengaja mau bikin aku pingsan, hah?' kesal batin Windy. Windy hampir saja menjatuhkan gelas di atas meja. Mendengar suara berisik Windy, Reyhan mengangkat wajahnya. Dia bingung melihat wajah Windy terlihat merah. 'Dia kenapa?' batin Reyhan. Reyhan pun menggeser kursinya dan membawa piring itu ke baki cuci. Rumah yang begitu besar terasa dingin. Windy terus saja menatap air wajah Reyhan yang berubah sejak meninggalkan villa -tampak dingin dan menakutkan. Setiap kali tak sengaja berpapasan, keduanya menghindar. Seharian ini tak ada satu kata pun yang keluar dari bibir mereka. "Iya, ngerti. Oke, sampai ketemu besok!" ucap Windy sambil mengakhiri panggilan dari Chandra. Esok hari akan dimulai kembali aktifitas belajar seperti sebelumnya. Semakin kacau saja jika seharian sudah bersama dengan Reyhan di rumah, besok di kelas juga harus bertemu. Memikirkannya saja rasanya Windy tak sanggup.  Sekelibat, senyuman masa lalu di bibir Reyhan terukir indah di pikirannya. Kenangan itu membuat air matanya mengalir, padahal jelas terputar di screen TV acara komedi. Perlahan, Windy menghapus air matanya, berusaha ikhlas menerima keputusan Reyhan tentang hubungan mereka. 'Sabar, Windy. Ini juga keinginan lo, 'kan? Reyhan bersikap egois karena dia mikirin sakit hatinya juga. Berada terus di sisi lo cuma akan bikin dia terluka. Lagipula lo udah milih Chandra, 'kan? Bukannya lo cinta banget sama dia?' Windy beradu argumen dengan hatinya. Windy menghela napas kesal. Pikirannya semakin tak terkendali. Dia meraih buah apel di atas meja, mengambil sebilah pisau tajam dan mulai menguliti buah berkulit merah itu. 'Tapi kenapa seperti ini, Tuhan? Kenapa aku selalu berdebar setiap melihat dia? Kenapa cuma dengan pernyataan cintanya malam itu bikin perasaanku nggak menentu? Apa mungkin yang dikatakan Chandra itu benar? Sebenarnya di hatiku ada Reyhan, tapi aku nggak sadar? Detak cinta itu makin terasa sampai detik ini. Tapi jujur, aku ngerasa sakit kalau benar Rey mau dijodohin sama adikku,' batin Windy kalut. Tentu saja kegundahan hati Windy terus diamati oleh Reyhan. Tanpa Windy sadari, Reyhan sudah berada tak jauh dari sofa ruang keluarga. Dia seolah ikut tenggelam dengan pikiran Windy saat ini. "Aah." Windy tersentak dari lamunan saat mulai terasa pedih ketika irisan pisau itu menimbulkan aliran darah. Reyhan tampak cemas. Dia ingin mendekat, tetapi takut Windy akan marah padanya. Tak tega rasanya melihat si barbie itu terus menahan sakit sambil meletakkan sebilah pisau yang melukainya. Akhirnya Reyhan nekat.  Tak peduli jika Windy marah atau menamparnya, dia tetap mendekat dan duduk di samping Windy. Windy semakin canggung dan kikuk. Apalagi ketika tanpa bicara sedikit pun, Reyhan meraih jari itu dan diselipkannya di sela bibir kelunya. Sikap manis Reyhan membuat Windy tak bisa membendung perasaan anehnya, seolah hatinya tersambar petir cinta milik pria berbibir manis itu. Jika menatap bibir itu, tentu saja mengingatkan Windy dengan kejadian di villa. Malam itu wajah mereka terlalu dekat, membuat Windy kehilangan akal. Kini, sinar wajah sendu Reyhan sukses membuat Windy kelabakan. Perlahan, pipinya mulai merona merah. 'Kenapa denganku? Chandra, bantu aku. Kalau terus di dekat Reyhan, hatiku bisa makin kacau. Kenapa selama ini aku nggak menyadari hatinya?' bisik batin Windy. Reyhan tetap tak bicara. Setelah yakin darah itu berhenti, dia keluarkan jari terluka itu dari bibirnya. Tanpa harus menatap Windy, dia beranjak pergi dan kembali dengan kotak obat. Suasana sendu menemani kebisuan mereka. Windy tak bisa menahan air matanya menerima perlakuan manis Reyhan. Sahabatnya itu dengan tulus menyembuhkan luka dan melilitkan plester di jarinya. "Bodoh!" Suara Reyhan terdengar, menerbitkan ulasan senyum di bibir Windy. Rasanya dia benar-benar merindukan suara lembut Reyhan. Sekalipun saat ini Reyhan tak berniat menatap matanya.  "Kamu bilang pengen merit setelah lulus, tapi pegang pisau aja selalu terluka. Chandra nggak akan mau punya istri cantik tapi nggak bisa masak," keluh Reyhan. Kali ini Windy tak bisa menyembunyikan isak tangisnya. Dia sangat merindukan Reyhan. Wajah Reyhan terangkat saat terdengar di telinganya isak tangis Windy walau hanya sesaat. Reyhan menatap binar berair itu, sangat indah. Ingin tangannya menggapai pipi basah itu, menghapusnya. Akan tetapi, dia sudah menyerahkan tugasnya pada Chandra. Itu tugas Chandra untuk menghapus air mata si Barbie Girl ketika menangis. Reyhan lebih memilih mengalihkan wajahnya, menimbulkan semburat kekecewaan di wajah Windy. Pemuda berwajah dingin itu tak ingin berlama-lama lagi menatap wajah gadis yang selalu menimbulkan sensasi cinta di detak jantungnya. Reyhan telah menyerah akan cintanya. Dia pergi menyisakan kepedihan di hati Windy. 'Aku kangen, Rey. Maafin aku yang nggak bisa menepati janjiku untuk mengakhiri hubungan kita. Aku kangen,' isak batin Windy. Windy dan Reyhan kini tenggelam dalam kerinduan yang entah kapan usainya. Reyhan hanya bisa pasrah akan keputusan Windy yang lebih memilih Chandra. Kalau bisa dikatakan, saat ini hati Reyhan-lah yang paling hancur. Setelah perasaan cinta yang dipendamnya bertahun-tahun itu terungkap, balasannya adalah kehilangan. Windy merasa tak nyaman dengan pernyataan cinta itu. Andai saja hatinya bisa disembunyikan, mungkin dia masih ada di sisi Windy. Tetap bersamanya sekalipun gadis itu tak menyadari rasa sayang dan perhatian darinya berupa sebongkah cinta suci yang berselimut persahabatan. 'Tuhan, bantu aku melupakan Barbie Girl-ku. Dia milik Chandra sekarang. Aku yang bodoh melepaskannya begitu saja,' batin Reyhan. * Malam mulai meraja, bulan tampak meninggi. Windy masih dengan hati gundahnya berbaring di kasur tidurnya. Sudah mulai larut, tapi matanya enggan terpejam. Dia hanya memikirkan hari esok. Dia takut jika akan menatap binar kecemburuan di mata Chandra. Pun dia juga sangat merindukan tatapan lembut Reyhan yang bertahun-tahun menjaganya. Windy mengambil ponsel-nya saat terdengar panggilan dari Chandra. Mungkin Chandra akan semakin intens menjaga Windy agar tetap berada di lingkaran jiwanya. "Ya, Sayang?" tanya Windy dengan suara ceria, takut saja menimbulkan kecurigaan Chandra ketika mendengarnya. "Besok aku jemput, ya! Ingat, jangan pergi sama Reyhan!" "Iya-iya, aku nggak pergi dengan Reyhan. Sebaiknya kamu tidur sekarang. Jangan terlambat bangun, atau aku pergi sendiri!" "Iya, Cantik. Ya udah, kamu tidur juga, ya. Good night, Sweetheart. Love you." Salam cinta dari Chandra entah kenapa tak bisa mendapat balasan segera. Terasa sangat sulit meluncur dari bibirnya. Ada rasa yang berbeda, Windy menyadarinya. Dentum jantungnya saat mendengar suara Chandra itu jadi berbeda sekarang, tak seekstrim dulu. Windy justru menikmati sensasi detak cinta di dadanya hanya sekadar menatap mata Reyhan. "Barbie." Windy segera tersadar. Hampir saja dia meledakkan kepala Chandra karena tak membalas jawaban cintanya. "Love you too." *
Bacaan gratis untuk pengguna baru
Pindai untuk mengunduh app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Penulis
  • chap_listDaftar Isi
  • likeTAMBAHKAN