Prolog

763 Kata
 "Ayo dong, Sayang. Cepetan siap-siap, kita bisa ketinggalan pesawat," Banyu berusaha mengeluarkan suara, menetralkan nada walau tetap terselip desay di antaranya. Mereka sudah harus terbang, agar sudah berada di Lombok siang nanti. Banyu ada rapat dengan koleganya untuk membahas sewa tanah yang ia gunakan untuk bangunan restorannya, sang pemilik tanah memberikan Banyu dua pilihan, memindahkan restorannya atau membeli tanah itu dengan harga yang mahal. Tapi sang istri masih asik menaik turunkan tubuh di atas pangkuannya, sambil membelai d**a bidang suaminya Laura membimbing tangan Banyu untuk melakukan hal yang sama pada tubuhnya. "Bentar dong, Bang. Nanggung, nih!" racau Laura, lalu berganti menggigit bibir bawahnya sambil mempercepat gerakannya membuat kedua tangan Banyu mempercepat pula gerakan telapak tangannya di d**a Laura. "Abang ...." gumam Laura seiring melemasnya tubuh mereka, Banyu menyandarkan tubuhnya pada sandaran sofa dengan Laura yang menindih dadanya. Setelah beristirahat beberapa saat, Banyu membopong tubuh istrinya ke kamar mandi. "Mandi dulu, yuk, kita harus cepat berangkat. Anggap aja ini honeymoon kita," ujar Banyu pada Laura yang mengeratkan lengannya pada leher sang suami. "Berapa lama kita di lombok, Bang?" tanya Laura. "Mungkin tiga minggu." * Dita Andriyani * "Sayang, buruan dong bangun! Hari ini kita ada janji sama salon langganan aku buat test make up, sama kita juga harus ke restoran Banyu buat nyobain tester makanan buat acara resepsi nanti 'kan." Daniel yang masih menggelung diri di bawah selimut tidak mempedulikan istrinya yang terus mencoba membangunkannya. Sandra yang masih mengenakan jubah mandinya menghela napas, kesal dengan kebiasaan suaminya yang susah dibangunkan. Tapi bagaimanapun menikah adalah adaptasi dengan kehidupan orang lain yang harus disatukan dengan hidup kita, maka sabar dan menikmati setiap alurnya adalah cara terbaik untuk menjalani. Sandra duduk di sudut ranjang sambil menggoyangkan tubuh Daniel yang sudah terlihat lebih segar, ia sudah mulai rutin berolahraga terlebih sekarang sudah ada sang istri yang menjaga pola makannya. "Sayang, kamu juga belum nentuin jas mana yang mau kamu pakai, kita harus ke butik juga siang ini!" ujar Sandra sambil terus menggoyangkan lengan suaminya. "Sayang, aku baru bangun masa' udah disuruh pake jas!" gerutu Daniel. "Bukan sekarang. Tapi, jas buat acara resepsi kita nanti!" jawab Sandra kesal. "Oh, itu. Masih lama, sekarang aku maunya kita enggak pake apa-apa dulu!" Daniel menarik tali pengikat jubah mandi Sandra. "Sayang, aku udah mandi!" sungut Sandra, tapi sama sekali tidak Daniel hiraukan dia malah menarik tubuh istrinya hingga terjatuh menimpa tubuhnya.  * Dita Andriyani * "Den, Den Dimas. Sarapannya udah siap, Den." Mbak Asih asisten rumah tangga Dimas memanggil lelaki yang baru pulang jogging keliling kompleks itu, Dimas duduk di teras sambil meluruskan kakinya. Nampaknya Dimas tidak mendengar panggilan sang asisten rumah tangga. Lelaki itu masih saja fokus pada layar ponselnya, kadang sebuah senyum merekah di wajah tampannya hanya karena ponselnya yang tiba-tiba berbunyi. "Den, mau sarapan sekarang atau nanti?" Mbak Asih menaikkan volume suaranya. "Eh, iya, Mbak. Nanti aja." jawab Dimas tanpa menoleh. Matanya tetap saja menatap layar ponsel. Sebuah pesan yang belakangan ini selalu bisa membuatnya menyunggingkan senyum, bahkan membuat hati berbunga-bunga. Ia layaknya seorang remaja yang sedang kasmaran saja. * Dita Andriyani * Tiga orang remaja duduk di atas hamparan rumput sebuah taman, mereka beristirahat usai olahraga sambil menanti bubur ayam yang mereka pesan. Setiap akhir pakan seperti saat ini, taman kota ini selalu ramai. Jalanan akan di penuhi orang yang berolah raga atau sekedar jalan-jalan mencuci mata, hal itu menjadi berkah tersendiri bagi para menjaja makanan yang banyak menggelar dagangannya di sekitar taman. "Rencana kalian apa setelah ini, mau pada kuliah di mana?" tanya Excel yang sebenarnya datang ke tempat ini sendiri lalu tanpa sengaja bertemu dengan kedua sahabat Laura itu. "Gue, sih, belum tau kuliah di mana. Tapi yang pasti, sih, gue kuliah karena Papi Rudi mau biayain kuliah gue sampe selesai," jawab Meisya. "Kalo elu, Cel?" Excel mengalihkan pandangannya pada Celine yang mengangguk lemah. "Gue enggak tau, kayaknya Papi gue enggak mau biayain gue kuliah, deh." Ada kesedihan yang terpancar dari mata indahnya tapi berusaha ia tutupi dengan senyum manisnya. "Kalau elu?" tanya Meisya dan Celine bersamaan. "Gue bakal kuliah di tempat yang sama ama Laura, ambil jurusan yang sama. Pokoknya semua harus sama!" jawab Excel dengan senyum khasnya. "Hah?" Meisya dan Celine terperanjat mendengarnya. Bersambung ....  **Perhatian buat para pembaca tersayang n****+-n****+ karya author Dita Andriyani. Pemberitahuan kalau semua novelku hanya terbit eksklusif di Innovel dan Dreame, jika kalian mendapati novelku di tempat lain sudah bisa dipastikan itu adalah n****+ bajakan, ilegal, melanggar hukum dan pastinya sangat merugikanku, apalagi yang diperjualbelikan bebas tanpa ijinku sebagai penulis. Sudah bisa dipastikan jika, penghasilanku yang mereka curi adalah haram bagi mereka yang menjual atau pun membelinya. Terima kasih**
Bacaan gratis untuk pengguna baru
Pindai untuk mengunduh app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Penulis
  • chap_listDaftar Isi
  • likeTAMBAHKAN