Part 2 Vino Ines Up
Jangan lupa votenya?
Happy reading ??
???
Sesuai janjiku pada mommy, malam ini aku pulang ke rumah. Sepanjang perjalanan melihat lalu lalang para muda - mudi yang berboncengan motor dengan mesra, membuatku tertawa sendiri. Mereka yang masih bau kencur, beli jajan saja masih minta sama orangtuanya punya gandengan. Lah aku, yang jelas dari usia dan materi sudah cukup masih saja jones.
Aku bukan orang yang pemilih, tak ada target dia harus cantik bak seorang model dan lain sebagainya. Aku hanya mencari yang hatiku sendiri memilihnya, jujur aku terinspirasi dengan kisah cintanya bang Alvand.
Kata bang Alvand, jika memang sudah di takdirkan berjodoh, meski belum pernah berjumpa, hanya mendengar cerita dan namanya saja, hati langsung jawab, aku sih yes pilih dia.
Aku dikenal jahil dan sebagai pejuang cinta hanya karena sering gonta ganti pasangan saat jalan, padahal hanya jalan biasa saja tak ada rasa dan tak ada ikatan atau hubungan khusus, biarkan saja orang menganggapku playboy, mereka tak tahu saja jika aku masih terlalu polos untuk yang namanya pacaran.
Aku beri tahu satu rahasia tentangku, tapi janji ya kawan jangan bilang siapapun, janji ya. Jujur aku belum pernah pacaran, aku belum pernah merasakan dag dig dug saat akan menyatakan cinta pada seorang gadis, bukan karena aku tak laku, ingat itu! Jadi nggak usah ketawa deh. Asal kalian tahu saja ya, hingga detik ini ponselku ramai notif dari para wanita yang sedang berlomba mencuri perhatianku, tapi tak ada satupun yang aku respon.
Aku selalu ingat pesan Ayah, pria sejati tak akan dengan mudahnya mengumbar cinta dan janji, jika hati sudah memilih, tak perlu yang namanya pacaran, langsung ajak pengajuan, sahkan dia secara negara dan agama.
Sayangnya hingga detik ini, hatiku belum juga memilih wanita mana yang akan aku ajak pengajuan.
Bayangan wajah gadis berhati malaikat itu masih saja berkelabat di pikiranku, gadis yang aku lihat di monitor ruang TMC. Aku juga tak tahu kenapa dia terus saja memenuhi pikiranku, dia seakan tak ingin pergi.
Membelokkan mobil lewat jalan pintas sudah menjadi kebiasaanku setiap pulang ke rumah, apalagi saat weekend seperti ini, jalanan memang sepi tapi cepat sampai, dari pada lewat jalan utama yang ramai tapi harus terjebak macet yang mungkin saja bisa berjam - jam.
Jalanan yang aku lewati benar - benar sepi, hanya yang memiliki nyali saja yang berani lewat. Bukan hanya rumor mengenai wanita bergaun putih yang sering tiba - tiba muncul, tapi juga seringnya terjadi tindak kejahatan jalanan, apalagi jalan ini juga sering di gunakan untuk balap liar.
Sorot dari lampu mobilku, menyorot keributan di depan sana, aku menjelikan pandanganku. Di depan sana ada seorang wanita yang sedang ribut dengan dua pria, wanita itu terlihat jatuh tersungkur dan dua pria itu pergi dengan dua motor.
Aku langsung menghentikan mobilku, saat sudah sampai pada wanita yang saat ini sudah tergeletak di pinggir jalan. Aku turun dari mobil, menghampiri wanita itu.
"Mbak, bangun."
Aku menggoncang badannya yang tengkurap, tapi tak ada respon sama sekali. Akhirnya aku memberanikan diri untuk membalikkan badanya, betapa terkejutnya aku saat melihat wajahnya.
Gadis berhati malaikat yang beberapa hari ini selalu memenuhi pikiranku, dahinya terluka. Aku segera mengangkat tubuhnya, membawanya masuk ke dalam mobilku, memakaikan seatbelt, memastikan posisinya nyaman.
Aku memutari mobil dan memasukinya, segera melajukan mobil menuju rumah. Jarak rumah sakit terlalu jauh, aku lebih memilih ke rumah biar Ayah dan mommy yang menolongnya, toh perlengkapan medis di rumah juga lengkap dan gadis ini juga tak terlalu parah.
Tiba di rumah, aku segera memencet bel rumah dan kembali lagi ke mobil untuk menggendong gadis hitam manis yang masih pingsan. Saat aku sampai di depan pintu rumah, bersamaan dengan Ayah yang membuka pintu.
"Tolong dia yah." Kataku langsung sambil berjalan masuk ke dalam rumah.
"Siapa dia Vin?"
"Nanti Vino ceritakan, saat ini tolong dia dulu yah."
Ayah mengangguk, "Bawa ke kamar tamu." Aku langsung menuruti perintah Ayah, membawa gadis hitam manis ini ke dalam kamar tamu.
Tak lama, Ayah datang yang di ikuti oleh mommy, "Kamu apakan anak orang, Vino!" Kata mommy sambil menjewer telingaku.
"Aww, sakit mom, Vino nggak apa - apain dia ko." Kataku sambil berusaha melepas jeweran mommy.
Mommy melepas tangannya, "Terus, kenapa dia sampai pingsan dan terluka."
Aku menatap Ayah yang sedang mengobati luka gadis itu, "Tadi, saat Vino jalan pulang, nggak sengaja lihat dia yang tergeletak di pinggir jalan, sebelumya ada dua pria yang pergi dengan dua motor, Vino curiga dia korban begal." Kataku menjelaskan.
Ayah dan mommy langsung menatapku, aku jadi bingung sendiri kenapa kedua orang tuaku menatapku seperti itu?
"Sumpah, Vino nggak bohong, kalau nggak percaya tanya saja sama dia saat sadar nanti." Kataku lagi.
"Jadi, kamu nggak tahu siapa dia?" Tanya mommy dan aku mengangguk, "Mommy pikir calon menantu." Kata mommy lagi sambil menatap gadis itu, "Cantik dan manis ya Vin, kira - kira sudah punya suami apa belum ya."
Aku langsung menatap mommy, kenapa mommy tanya itu? Apa mommy menyukai gadis berhati malaikat ini? Sudut bibirku tak terasa terangkat, aku tersenyum mendengar perkataan mommy, sepertinya aku harus cari tahu lebih lengkap mengenai gadis ini, siapa tahu single dan bisa aku dekati, aku juga sangat penasaran dengan gadis ini.
"Kenapa kamu senyam - senyum?"
Aku menggeleng, "Nggak papa mom."
"Biarkan dia istirahat, Ayah sudah obati lukanya." Kata Ayah dan aku mengangguk.
Ayah dan mommy keluar dari kamar, aku masih di dalam menatap gadis hitam manis yang matanya masih terpejam, benar kata Bripda Sanu dia gadis yang manis, kulitnya kecoklatan khas wanita Indonesia, jika dibandingkan denganku, jelas lebih bening kulitku.
Aku mendekatinya, merapikan selimutnya, jantungku tiba - tiba saja kembali berdegup kencang, desiran aneh itu aku rasakan kembali pada gadis berhati malaikat ini.
Kenapa dengan jantungku? Kenapa rasanya seperti saat aku menunggu detik - detik pengumuman saat seleksi di Akpol dulu, bahkan ini lebih lagi. Apa aku menyukai gadis hitam manis ini?
Aku masih bertanya - tanya dalam hatiku hingga jeweran di telingaku kembali aku rasakan, "Aww sakit mom, kenapa Vino di jewer lagi." Kataku sambil memegang tangan mommy yang masih menjewer telingaku.
"Anak nakal, kenapa nggak keluar?"
"Iya, ini Vino mau keluar, lepas dulu dong mom, sakit."
"Keluar dulu, baru mommy lepas." Kata mommy, aku pun terpaksa keluar dari kamar masih dalam keadaan di jewer.
Saat sudah di luar kamar mommy baru melepasnya, "Masuk kamar kamu sana, biar gadis itu di temani bibi." Aku mengangguk saja menuruti perintah ibu negara, jangankan aku, Ayah saja tak pernah mendebat mommy, bukan karena Ayah tipe suami takut istri, tapi karena Ayah sangat mencintai mommy, asal titahnya demi kebaikan dan logis Ayah akan diam saja, kami semua mencintai mommy, apa yang mommy katakan pasti kami turuti, karena setiap yang mommy katakan, semuanya selalu yang terbaik.
Setinggi apapun pangkat dan berapa pun usia, di mata orang tua, anak tetap masih anak kecil selamanya. Dari dulu mommy selalu menjewerku saat aku jahil, hingga sekarang saat aku sudah berusia 32 tahun masih tetap sama tak ada yang berubah. Jika anggotaku melihat, sudah bisa dipastikan mereka akan menertawakanku.