Selamat Pagi
.
Vines Up
Spesial Up lebih dari 2100word
.
Absen dong, yang baca dari mana saja?
.
Semoga suka
.
Jangan lupa Votement'a
Agar author tahu kalian semua suka ceritanya atau nggak
Nggak sulit kok cuman tekan ☆ doang
Kalau sudi comment juga boleh, biar author makin semangat
.
Happy reading
.
.
.
.
Tuhan, apalagi ini? Batin Ines menjerit.
Ines menatap pria yang berjalan mendekatinya, pria yang Ines kenal jauh sebelum mengenal Vino. Berjalan mengembangkan senyum, senyum yang pastinya mengundang banyak tanya dalam diri Ines, senyum yang terlihat sangat mencurigakan.
"Apa?" Tanya Ines garang, membuat yang ditanya terkekeh mendengarnya.
"Galak amat sih Nes."
"Mas Ali tuh 11 - 12 sama komandannya, nyebelin tahu nggak." Omel Ines, membuat Ali bukan hanya terkekeh tapi justru tertawa terbahak melihat tingkah Ines. Ya, barusan yang memanggil Ines itu Ali, tetangga desa sekaligus anggota Vino yang juga atasannya Ines.
"Kamu Nes, jangan begitu lah."
"Ngapain mas Ali kesini?" Tanya Ines, memicingkan matanya pada Ali.
"Di panggil pak Dhika, beliau minta kamu ada di sana untuk menemani Ndan Vino, aku sama team harus kembali ke kantor, pak Dhika ada operasi begitu juga dengan bu Forza, keluarga lainnya juga sibuk jadi pak Dhika minta kamu yang jaga Ndan Vino." Jelas Ali membuat Ines terkejut.
Jangankan menemani Vino, bertemu sebentar saja apalagi di depan keluarganya tak Ines inginkan setidaknya untuk saat ini, Ines perlu waktu untuk menata hati dan juga memudarkan sedikit rasa malunya karena ulah Vino.
Ines menggeleng, "Nggak, aku mau pulang!" Tolak Ines tegas.
"Kamu berani menolak pak Dhika?" Tanya Ali membuat Ines terdiam dan berpikir, berani nggak berani ya memang harus berani untuk saat ini, kalau pak Dhika memecatku karena menolak permintaan beliau itu justru bagus, karena akan dengan sangat mudah aku bisa lepas dari pak Vino, batin Ines.
Ines mengangguk mantap, "Berani." Jawab Ines tanpa ragu.
"Kalau di pecat?"
"Ya nggak papa." Jawab Ines santai.
"Nes ... "
"Stop! Jangan paksa aku mas, aku tetap nggak mau!" Potong Ines sambil mengangkat tangannya, memberikan kode pada Ali untuk diam sebelum Ali semakin banyak bicara, "Aku mau pulang bye." Kata Ines sambil membalikkan badan, melangkah pergi membuat Ali kelimpungan karena gagal membawa Ines kembali masuk ke dalam, mau taruh di mana wajah Ali pada keluarga komandannya itu.
"Ines!" Belum juga Ali bersuara ada seseorang yang memanggil nama Ines dari belakang Ali, membuat Ali menoleh kebelakang untuk melihat siapa yang memanggil Ines, begitu juga si pemilik nama yang langsung menghentikan langkahnya dengan menggeram kesal, karena Ines pikir yang memanggilnya barusan Ali.
"Apa lagi sih mas, Ines nggak mau ketemu pak Vino!" Jawab Ines lantang tanpa menoleh kebelakang.
"Sungguh? Apa kamu nggak mau menolong pria tua ini untuk menjaga putranya yang sedang sakit?" Deg, jantung Ines nyaris lepas dari tempatnya, tanpa menunggu lama Ines langsung membalikkan badannya untuk melihat wajah dari pemilik suara itu, suara yang juga sudah Ines kenal dan betapa terkejutnya Ines saat matanya melihat dengan jelas si pemilik suara itu, dr. Dhika Ayah dari atasanya Alvino.
Ines yang awalnya garang pada Ali langsung menciut saat melihat dr. Dhika, bagaimanapun beliau sudah pernah menolong Ines dan meski Ines terlalu absurd, sedikit - sedikit masih ada rasa hormat untuk orang yang lebih tua darinya, Ines di didik dari kecil untuk selalu sopan pada orang yang lebih tua, kecuali jika orangnya menyebalkan dan selalu buat Ines emosi jiwa raga, Vino contohnya.
"Ma ... maaf pak Dhika, sa ... saya harus kembali ke kantor takut pak Joko mencari saya, karena tadi lupa izin." Jawab Ines jujur, dia memang tak sempat berpamitan pada atasannya - Joko, dia langsung pergi meninggalkan kantor saat mendapat kabar dari Ali.
"Jadi, itu saja alasannya?" Tanya dr. Dhika dan Ines mengangguk pelan, jantungnya jelas sudah nggak sesantai saat bersama Ali tadi, dr. Dhika langsung mengambil ponselnya, mencari contact yang akan dia hubungi, tak lama ponsel itu menempel pada telinganya, berbicara dengan seseorang di seberang sana.
"Ya ini saya Ko, tolong kamu gantikan semua pekerjaan dan jadwal keluar Ines selama satu minggu, saya butuh dia untuk membantu saya." Kata dr. Dhika membuat mata Ines langsung membulat sempurna karena terkejut.
Ko? Apa dr. Dhika telfon pak Joko? Terus apa tadi? Satu minggu? Mau apa satu minggu itu? Ya Tuhan, apa aku akan di minta menjaga putranya yang sangat menyebalkan itu? Habis sudah kalau aku benar di minta menjaga putranya, gerutu Ines dalam hati.
Setelah mematikan panggilan dan kembali memasukkan ponselnya ke dalam saku snelli-nya, dr. Dhika tersenyum dan kembali menatap Ines, "Masalah Joko selesai, bisa ikut saya ke dalam?" Tanya dr. Dhika yang tak lagi bisa di tolak Ines, dengan amat sangat terpaksa Ines mengangguk, mengikuti dr. Dhika kembali masuk ke dalam Rumah Sakit.
Ines berjalan di belakang dr. Dhika bersama Ali, sepanjang jalan Ines hanya diam membisu, Ali tahu kalau Ines sedang kesal itu sebabnya Ali juga diam saja tak berani membuka suara, takut Ines makin kesal dan mengeluarkan amarahnya yang suka keceplosan, nggak enak 'kan depan Ayah dari komandannya.
Sampai di dalam ruangan yang bagi Ines sangat mewah untuk sebuab ruang rawat inap Rumah Sakit, jantung Ines dibuat kembali seperti ingin loncat keluar dari tempatnya, bagaimana tidak jika di dalam ruangan saat ini begitu banyak orang di sana, bahkan yang tadi tak ada di IGD, saat ini ada di dalam ruang rawat inap atasannya yang masih tertidur.
Semua mata jelas menatap Ines yang baru saja datang bersama dr. Dhika dan Ali. Tatapan mata mereka benar - benar membuat Ines makin jantungan, bagi Ines tatapan mereka semua sangat mengerikan.
"Selamat datang kembali mbak Ines, jangan terkejut begitu, semuanya juga akan menjadi keluarga mbak Ines, asal mbak Ines mau nikah sama bang Vino." Lagi dan lagi wanita cantik kembaran atasannya ini membuat Ines ingin menghilang saat ini juga, rasanya Ines tak sanggup lagi.
"Vina, nggak boleh begitu, Ayah sudah susah payah bawa Ines kemari, jangan sampai dia kabur karena perkataan kamu sayang." Kata dr. Dhika membuat Ines sedikit lega, hanya sedikit loh ya karena Ines masih belum benar - benar bisa lega jika masih berada di depan keluarga Vino.
"Oke yah." Jawab Vina tersenyum jahil pada Ines.
"Ines, saya mau minta tolong, berhubung kami semua sibuk dengan pekerjaan kami masing - masing, tolong jaga Vino selama kami bekerja ya, kamu nggak usah bingung kerjaan di kantor karena Joko yang akan handle semuanya." Tubuh Ines mendadak lemas seperti tak bertulang saat mendengar penuturan dr. Dhika, tebakannya 100% benar.
Apa Ines boleh menolak permintaan pria di depannya? Pria yang meski usianya sudah tak lagi muda tapi pesonanya sungguh sangat luar biasa, jangankan ibu - ibu atau tante - tante, para gadis pun tak akan bisa menolak ketampanan pria itu yang tak lain dr. Pradhika Abhimanyu.
Ines pada akhirnya mengangguk pelan, tak ada pilihan lain, tak mungkin dia menolak permintaan dr. Dhika di depan semua keluarga yang saat ini matanya menatap Ines dengan sangat Intens.
"Terima kasih Ines, tugas kamu hanya memastikan Vino makan dan minum obat tepat waktu, selebihnya nanti akan ada yang mengurus, putra saya paling susah jika di suruh minum obat, jadi tugas kamu memaksanya agar mau minum obat dan satu lagi, putra saya jika sedang sakit manja banget, jadi kamu harus sabar ya." Jelas dr. Dhika lagi membuat kepala Ines mendadak pening.
Bagaimana nggak pening, membujuk atasannya yang super menyebalkan untuk minum obat, harus sabar menghadapi dia yang manja jelas bukan keahlian Ines, sudah bisa di pastikan Ines akan dibuat kesal dengan segala tingkah atasannya itu.
"Baik pak." Hanya dua kata itu yang keluar dari bibir Ines.
***
Ines duduk di samping bed, di mana Vino terbaring di atasnya dan masih betah memejamkan matanya, berkali - kali Ines menarik nafas panjang, rasanya kesal sekali harus berdua dalam satu ruangan dengan atasanya yang super menyebalkan, semua keluarga sudah pulang untuk melanjutkan pekerjaan masing - masing, begitu juga dengan Ali yang ikut pergi untuk kembali ke kantor.
Lelah hati, lelah pikiran membuat Ines tak bisa menahan kantuk, pada akhirnya Ines tertidur dengan menelungkupkan wajahnya di bed samping Vino yang terbaring.
Tepat adzan ashar Vino membuka matanya perlahan, mengedarkan pandangannya kesetiap ruangan hingga matanya melihat seseorang yang tidur tertelungkup di sampingnya, tak perlu melihat wajahnya, Vino sudah tahu siapa dia hanya dari aroma parfume dan juga rambutnya.
Kedua sudut bibir Vino terangkat, dia merasa bahagia saat membuka mata ada gadis yang dia cinta di sampingnya, Vino mengulurkan tangannya, mengusap dengan sayang rambut Ines, jantungnya perlahan namun pasti detaknya makin tak beraturan, ada rasa yang sulit diungkap dengan kata yang menjalar dalam tubuhnya.
Ines yang merasakan jika rambutnya ada yang mengusap perlahan membuka matanya, menoleh ke kanan untuk melihat pemilik tangan yang sudah mengusapnya, Ines terdiam dalam beberapa detik masih bingung dengan apa yang terjadi, nyawanya belum kumpul 100%.
"Kenapa?" Vino yang melihat Ines kebingungan pada akhirnya bertanya, Ines dengan cepat menggeleng.
"Bapak sudah bangun?" Tanya Ines balik.
"Kamu nggak suka ya lihat saya sudah bangun? Jangan - jangan kamu berdoa biar saya mati." Kata Vino sinis membuat Ines memutar bola matanya kesal.
"Terserah bapak saja deh, yang jelas saya nggak sejahat itu mendoakan orang lain biar mati, meskipun orangnya sangat menyebalkan." Kata Ines sambil bersedekap, menatap Vino dengan malasnya.
"Saya menyebalkan?" Tanya Vino dan Ines mengangguk dengan cepat membuat Vino mendengus kesal.
"Keluar sana!" Usir Vino membuat Ines langsung menyipitkan matanya, perlahan berdiri dan mencondongkan tubuhnya mendekati Vino, apa yang Ines lakukan membuat jantung Vino langsung kebat kebit tak karuan.
"Bapak usir saya?" Tanya Ines, Vino menggeleng, mengangguk lalu menggeleng lagi.
"Jawaban pasti!" Seru Ines membuat Vino berjingkat kaget.
"Mundur lagi bisa 'kan? Posisi kamu bikin pikiran saya traveling kemana - mana tahu nggak, bikin saya nggak fokus mau jawabnya." Kata Vino membuat Ines mencebikkan bibirnya, tapi tetap saja menuruti apa yang Vino katakan.
"Alasan saja! Asal bapak tahu ya, kalau pak Dhika nggak minta saya buat memastikan makan dan minum obat bapak biar teratur, saya juga malas di sini bersama bapak, tapi karena pak Dhika yang tampannya bikin hati saya meleleh meminta tolong, dengan amat sangat terpaksa saya menerimanya." Jelas Ines membuat Vino dengan susah payah melebarkan matanya yang sipit.
Apa dia bilang? Ayah sudah bikin hati gadis nakal ini meleleh? Yang benar saja, Ayah sudah tua dan gue yang masih muda malah nggak bisa buat hati gadis nakal ini meleleh, jangan sampai dia jatuh hati sama Ayah, bukan hanya gue yang bakal patah hati tapi ibu negara juga, batin Vino.
"Kamu sehat 'kan?" Tanya Vino dan Ines mengangguk mantap, "Kalau sehat kenapa suka sama pria yang sudah punya banyak cucu? Apa saya kurang menarik? Apa saya kurang tampan?" Tanya Vino dengan kesal dan penuh percaya dirinya pada Ines, membuat Ines mau tak mau menahan senyumnya.
"Bapak jelas beda dengan pak Dhika, beliau sudah berpengalaman dan terbukti." Jawab Ines genit.
"Maksudnya?"
"Sudah nggak usah di bahas, sekarang bapak makan dulu dan minum obat karena sudah terlat dari tadi." Kata Ines sambil berdiri mengambil nampan yang berada di atas nakas.
Vino melirik bubur yang pastinya sudah dingin itu, "Nggak mau." Kata Vino sambil menggeleng.
"Kenapa?"
"Saya nggak suka makanan yang sudah dingin, apalagi bubur." Jawab Vino membuat Ines membuang nafas kasar.
Tanpa menjawab Ines menekan tombol intercome yang langsung terhubung ke kantin, memesan satu porsi bubur untuk segera di antar ke ruang rawat inap Vino.
Sekitar sepuluh menit, pesanan sampai dan Ines langsung memberikan mangkuk berisi bubur pada Vino, tapi lagi dan lagi Vino menolak dengan menggelengkan kepalanya.
"Kenapa lagi? Ini panas loh." Kata Ines kesal.
Vino menatap Ines, "Mata kamu nggak lihat kalau saya sakit? Bisa 'kan suapi saya?" Kata Vino membuat Ines mendengus kesal, tapi tetap saja menjalankan apa yang Vino perintahkan.
"Buka mulutnya." Kata Ines sambil mendekatkan sendok yang sudah berisi bubur mendekat pada Vino, membuat Vino tersenyum dan menuruti perkataan Ines, membuka mulutnya dan Ines langsung memasukkan satu sendok bubur.
"Haw, hanas hes." Kata Vino sambil mengibaskan tangannya pada bibirnya yang kepanasan, membuat Ines tertawa karena Vino terlihat sangat lucu.
"Tiup dulu bisa kali, gila kamu! Bubur panas main masukin saja." Omel Vino saat sudah bisa menelan buburnya.
"Iya maaf, lupa." Kata Ines, sambil kembali meyendok bubur dan meniupnya perlahan.
"Cek dulu masih panas apa nggak, tempelin bibir kamu sama buburnya." Kata Vino yang langsung membuat Ines melebarkan matanya.
"Nggak!" Tolak Ines tegas, membuat Vino berdecak kesal.
"Kenapa sih, susah banget turutin permintaan saya." Kata Vino kesal.
"Jelas saya tolak, bapak sakit permintaannya aneh - aneh deh, ribet banget! Dasar bayi tua!" Kata Ines kesal.
"Apa? Saya bayi tua?" Tanya Vino dan Ines mengangguk.
"Wajar dong, bayi manja sama baby sister-nya." Kata Vino santai membuat Ines makin kesal, Ines pikir Vino akan kesal karena menyebutnya bayi tua, nyatanya malah Ines yang makin kesal.
"Saya bukan baby sister." Sanggah Ines.
Vino tersenyum melihat wajah Ines yang sudah cemberut, "Iya bukan baby sister, tapi calon ibu dari anak - anak saya." Kata Vino dengan senyum jahilnya, membuat Ines memutar bola matanya dengan malas.
"Mimpi." Jawab Ines.
"Saya akan mewujudkan mimpi itu, bagaimanapun caranya." Kata Vino, membuat Ines langsung terdiam menatapnya.
Ceklek
"Vino, my honey." Pintu terbuka dan panggilan sayang dari wanita yang baru pertama kali Ines lihat, wanita cantik dengan pakaian yang membuat mata pria manapun menjadi liar menjelajah, Ines menatap Vino yang wajahnya langsung berubah.
Ines bingung karena melihat wajah Vino yang terlihat kesal. Siapa dia? Belum juga satu jam bicara yang bikin aku jantungan, nyatanya di depan sana ada wanita lain, gerutu Ines kesal dalam hati.
***
Ada yang mau di sampaikan pada
Vino?
Ines?
Atau dr. Dhika?
.
Terima kasih
Yang sudah memberi Votement
.
.
Bagaimana part kali ini?
Seru nggak?
.
.
Jika suka karyaku jangan lupa tambhkan ke library + follow my Acc