Ngeselin

1302 Kata
Dengan langkah yang di paksakan, Ines mengekori Vino memasuki Polres untuk membuat laporan, jika semalam dia sudah menjadi korban p********n. Sebenarnya Ines malas tapi karena paksaan dari kedua orang tua Vino akhirnya Ines mau, tak enak dengan mereka yang sudah berbaik hati menolong. Vino yang masih kesal karena Ines terus memanggilnya om, berjalan lebih cepat di depan Ines, yang langkahnya memang tak selebar kaki jangkung Vino. "Pagi pak." Sapa salah satu anggotanya yang berpapasan di pintu masuk. "Pagi." Jawab Vino. Vino menghentikan langkahnya, menoleh kebelakang karena dari pantulan kaca di depannya, Ines tak terlihat berada di belakangnya dan benar saja, Ines tak ada di belakang Vino. Kemana gadis ngeselin itu, batin Vino. Vino kembali keluar, matanya menyipit mencari keberadaan gadis hitam manis yang berhati malaikat sama setiap orang, tapi selalu ngeselin jika dengannya. Vino sudah mengedarkan pandangannya di setiap sudut halaman polres, tapi belum juga menemukan keberadaan gadis itu. Akhirnya Vino melangkahkan kakinya menuju pos jaga, dia penasaran, jangan - jangan gadis itu kabur sebelum membuat laporan. "Pagi Ndan." "Pagi." Jawab Vino, "Liat perempuan lewat sini nggak? kulitnya sawo matang, agak gelap sedikit sih, rambut dikuncir, memakai kemeja warna mocca." Tanya Vino. "Itu, bukan Ndan?" Jawab salah satu anggota yang berada di pos jaga, mata Vino mengikuti arah yang ditunjuk anggotanya, dan ya benar gadis itu sedang duduk di sebrang jalan, tepatnya di pedagang es dawet membuat Vino mendengus kesal. "Terima kasih ya." Kata Vino sambil melangkahkan kakinya, menuju gadis yang dengan seenaknya sendiri asik minum es dawet. Ines masih belum menyadari jika di belakangnya ada Vino yang sedang berkacak pinggang, Ines dengan asiknya meminum es dawet. Vino yang kesal karena Ines belum juga menyadari kedatangannya, langsung merebut gelas yang ada di tangan Ines, membuatnya kaget. "Om! bikin kaget saya tahu." Kata Ines yang saat ini sudah berdiri, Vino justru kebalikannya, dia duduk dan menenggak hingga habis es dawet Ines yang masih setengah gelas. "Loh, ko di habisin." Protes Ines, tapi Vino diam saja tak menjawabnya, Vino menatap Ines. "Kenapa es saya diminum?" Tanya Ines lagi. "Saya haus, jalan dari sebrang sana." Kata Vino cuek. "Bisa pesan sendiri 'kan, kenapa punya saya yang di minum." "Nggak usah di bahas, sekarang jawab pertanyaan saya, kenapa nggak ikut saya masuk, malah minum es?" Tanya Vino sambil berdiri, menatap Ines yang saat ini tengah berpikir berusaha mencari alasan. Ines memang malas untuk masuk ke dalam, pasti di dalam akan di tanya banyak pertanyaan, sedangkan hari ini weekend cafe pasti rame, biasanya setiap weekend Ines akan kerja dari jam sepuluh pagi hingga jam sebelas malam, karena pekerjaan utamanya di PT ABDI libur, Ines hanya bekerja lima hari dalam seminggu, 'kan lumayan uang lemburan di cafe, bisa buat tambahan di kirim ke orang tuanya. "Saya haus." "Harusnya bilang, bisa saya pesankan." "Masih bisa sendiri." "Alasan saja." "Om kenapa sih, nyebelin banget!" "Om lagi om lagi, sejak kapan sih saya nikah sama tante kamu." "Lihat tuh Nu, benar 'kan kata saya, Kasat kita yang jones gercep." Kata seseorang tiba - tiba, seseorang yang suaranya sangat Vino kenal, siapa lagi jika bukan sahabatnya, Teguh. Vino dan Ines menatap ke sumber suara bersamaan, Ines hanya diam saja karena tak mengenal dua pria berseragam polisi di depannya. Sedangkan Vino mendengus kesal, "Ngapain kalian?" Satu alis Vino terangkat. Teguh terkekeh mendengar teguran Vino, "Santai kali, takut amat gue embat." Vino menatap Ines dan Teguh bergantian, suasana sudah nggak beres, Vino segera menarik tangan Ines, membuat Ines kembali terkejut, "Om! Kebiasaan deh, kaget tahu!" "Om?" Cicit Teguh membuat langkah Vino terhenti. "Salah dengar." Kata Vino, kembali menarik tangan Ines tapi langkahnya kembali terhenti saat ... "Mbak! Es-nya belum bayar." Teriak penjual es dawet, Vino menatap Ines yang nyengir memamerkan deretan giginya. "Belum bayar?" Tanya Vino dan Ines mengangguk, "Sudah biasa kabur ya, nggak bayar." Ines melotot tak terima, "Heh, enak saja! Saya belum bayar karena om langsung tarik tangan saya." Jawab Ines kesal. Vino menatap tangannya yang saat ini memang menggenggam pergelangan tangan Ines, "Lepas kali om, adik mau bayar es dulu hahaha." Kata Teguh yang tertawa menggoda Vino. Vino kembali menatap teguh, "Berisik lu, bayarin es-nya gue buru - buru." "Masa om nggak sanggup sih, bayar es doang." Ejek Teguh. "Gerobak, sekalian abangnya gue beli." Kata Vino kesal sambil kembali menarik tangan Ines, Teguh dan Bripda Sanu tertawa geli dengan tingkah Kasat yang masih jones itu. "Om lepasin tangan saya, malu di lihatin orang." Protes Ines saat sudah memasuki area polres dan menjadi pusat perhatian. "Nggak! Nanti kabur lagi." "Janji, nggak om." Vino menghentikkan langkahnya, membalikkkan tubuhnya menghadap Ines. "Harus berapa kali saya bilang? Jangan panggil om!" "Terus panggilnya apa?" "Terserah! asal jangan om." Kata Vino melepaskan cengkraman tangannya, lalu berkacak pinggang, wajahnya menatap kesekeliling, dia tak berani menatap wajah Ines, takut debaran jantungnya akan kembali menggila lagi. "Oke, kalau begitu saya panggil bapak." Vino langsung menoleh, menatap Ines yang saat ini tengah tersenyum, senyum yang detik itu juga membuat jantung Vino kembali berdegup makin tak beraturan. Masya Allah, manis sekali senyumnya ya Allah, boleh nggak sih Vino bungkus gadis ngeselin ini, batin Vino. "Setuju?" Kata Ines membuat Vino gelagapan, lamunannya buyar seketika. "Setuju apa?" Vino menaikkan satu alisnya. Ines memutar malas bola matanya, "Setuju kalau saya panggil bapak." "Apa? Nggak setuju!" Kata Vino cepat. "Kenapa?" "Sejak kapan saya nikah sama ibu kamu?" "Ish, terus apa dong!" "Terserah, asal jangan om dan bapak." "Uncle?" "Itu sama saja." "Terus apa dong?" "Abang, mas, kakak atau sayang juga boleh." "Apa?" "Ternyata, kamu ini nggak cuma ngeselin, tapi juga bolot." "Jangan menghina!" "Sudahlah, buruan kita masuk di sini panas, ayo tante." Vino kembali menarik tangan Ines, tapi langsung ditepis Ines. "Ko tante?" Protes Ines. "Kalau masih panggil saya om, saya panggil kamu tante." "Ko bisa?" "Bisa lah, ayo masuk." Kata Vino sambil kembali menarik tangan Ines, membawanya masuk ke dalam polres. Vino membawa Ines ke ruang SPKT ( Sentra Pelayanan Kepolisian Terpadu ), Ines menghentikan langkahnya saat hampir sampai di ruang SPKT membuat Vino menatapnya. "Kenapa? Mau kabur lagi?" Ines menatap Vino, "Nggak usah deh om, saya sudah ikhlasin motornya, kalau ada rizky bisa beli lagi." "Bukan masalah ikhlas atau bisa beli laginya, laporan kamu penting buat kami pihak kepolisian, agar bisa lebih maksimal lagi berpatroli di daerah itu dan juga memberatas para begal yang meresahkan itu, tante." Ines langsung melotot saat mendengar Vino kembali memanggilnya tante, " Saya belum tante - tante, umur saya baru dua empat lebih dikit." "Nggak tanya." "Biar om tahu." "Nggak penting, tante." "Ish, bapak ini." "Kenapa memangnya bu?" "Ko bu?" "Bapak 'kan pasangannya ibu, sama kaya om pasangannya tante." "Ba ..." "Wah, pak Kasat sudah siap pengajuan nih." Perkataan Ines terpotong saat ada seseorang yang berbicara. Vino dan Ines menoleh ke sumber suara, Vino langsung memberikan hormat dan tersenyum, "Siap, izin pak Kapolres, hanya mengantar saja, mau ke SPKT." Ya, yang memotong pembicaraan Ines pak Kapolres, "Kirain calis mau di ajak pengajuan, jangan lama - lama pak Kasat nanti keburu ada yang nikung." Vino kembali tersenyum, "Siap, semoga bisa secepatnya, mohon do'anya pak." "Pasti, ya sudah saya tinggal dulu." Kata Kapolres sambil menepuk bahu Vino. "Siap." Ines hanya memperhatikan interaksi dua polisi di depannya, kaku banget masa bicara apa saja selalu siap siap, batin Ines. Vino menatap Ines yang sejak tadi memang tengah menatapnya, "Kenapa? Jangan bilang suka sama saya." Ines berdecak dan memutar bola matanya, "Ish, siapa juga yang suka sama om om nyebelin." "Saya juga nggak suka tuh, sama tante - tante ngeselin." Sayangnya kamu berhasil buat jantungku jedag jedug tak karuan, lanjut Vino dalam hati. "Ini kapan bikin laporannya, saya sibuk harus kerja." "Ya sudah sana masuk." "Nggak di temani?" "Nggak! Saya banyak kerjaan." Kata Vino sambil melangkah pergi meninggalkan Ines, membuat Ines menggeram kesal. "Aarrghh dasar om om jones, pantas nggak laku - laku, nyebelinnya minta ampun, aku sumpahin jatuh cinta sama orang yang lebih nyebelin dari dia." Gerutu Ines sambil berjalan menuju pintu SPKT.
Bacaan gratis untuk pengguna baru
Pindai untuk mengunduh app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Penulis
  • chap_listDaftar Isi
  • likeTAMBAHKAN