Kau buat siangku jadi gelap, dan malam semakin gulita
Kau buat beberapa menit lalu aku gembira, untuk kemudian bersedih hati
Wahai perasaan
Kau buat aku berlari di tempat
Semakin berusaha berlari, kaki tetap tak melangkah
Kau buat aku berteriak dalam senyap
Kau buat aku menangis tanpa suara
Kau buat aku tergugu entah mau apalagi
Wahai perasaan
Kau buat aku seperti orang gila
Mengunjungi sesuatu setiap saat, untuk memastikan sesuatu
Padahal buat apa?
Ingin tahu ini, itu, untuk kemudian kembali sedih
Padahal sunggu buat apa?
Wahai perasaan
Kau buat aku seperti orang bingung
Semua serba salah
Kau buat aku tidak selera makan, malas melakukan apapun
Memutar lagu itu-itu saja,
Mencoret-coret buku tanpa tujuan
Mudah lupa dan ceroboh sekali
Wahai perasaan
Cukup sudah
Kita selesaikan sekarang juga
Karena,
Jalanku masih panjang
Aku berhak atas petualangan yang lebih seru
Selamat tinggal
Jalanku sungguh masih panjang.
By Tere Liye
***
Abel menutup album pernikahan yang selama ini ia simpan rapat rapat. Ia tak sengaja menemukan album kenangan itu saat tengah membersihkan gudang rumahnya. Sebuah pernikahan suci yang seharusnya bisa ia jaga kini hancur berkeping-keping. Abel memang menyayangkan pernikahannya yang telah kandas, tapi ia tak pernah menyesal pernah di nikahi oleh seseorang yang paling ia cinta di dunia ini selain kedua irang tua dan tentu juga putri cantiknya.
Tes....
Ia segera menghapus bulir bulir air mata yang keluar dari mata indahnya. Abel sempat berpikir bagaimana keadaan dirinya sekarang? Apakah ia baik baik saja dengan pernikahannya? Apakah mereka sudah menambah anak lagi? Dan masih banyak hal yang sangat ingin Abel tanyakan kepadanya. Tapi untuk apa? Ia tak ingin terus larut dalam kesedihannya.
Abel sangat yakin dirinya juga sudah bahagia dengan pasangannya yang baru dan juga anak mereka. Abel pun juga harus bahagia seperti mereka. Ia harus menjadi ibu yang tangga yang kuat dan tangguh demi putri semata wayangnya. Ia tak boleh terlihat sedih. Renata tidak boleh melihat kesedihannya. Cukup saja ia yang rasakan Renata jangan.
Hanya Renata yang ia miliki saat ini. Hanya Renatalah alasan dirinya untuk tetap hidup bahagia hingga saat ini. Mungkin salahnya jika menyembunyikan keberadaan Renata dari ayah kandungnya tapi mungkin ini jalan yang terbaik baginya. Mungkin suatu saat nanti jika dirinya siap dan memang Allah sudah mengharuskannya untuk bercerita tentang keberadaan ayahnya, Abel akan bercerita. Ia berharap hari itu akan datang disaat Renata sudah memahami apa yang sebenarnya terjadi.
Di saat tengah merenungi pernikahannya, ia mendengar suara yang amat ia kenal. Suara teriakan putrinya yang baru pulang sekolah. Ia segera menyimpan buku album kenangan itu setelah mendengar suara derap langkah kaki yang mengarah kearahnya. Ia menyeka air mata yang membasahi pipinya.
"Bundaaa...." teriak seorang gadis memanggil manggil namanya. Abel membenarkan dirinya. Ia tak ingin malaikat kecilnya itu melihat bekas tangisan diwajahnya. Sebisa mungkin putrinya tak boleh melihat dirinya menangis. Untungnya ada kaca yang menggantung disana, Abel buru buru memeriksa wajahnya.
Wajahnya sangat merah karena tangisan. “Aduh gimana nih. Merah banget lagi. Kalo Rere tau gawat.” Ucap Abel panik. Ia mencoba berbagai cara untuk menghilangkan rona merah di wajahnya. Lagi lagi suara teriakan pun terdengar.
"Bundaaaa... Bundaaa..." teriak gadis kecil itu mencari cari dirinya. “Bunda dimana sih?!” gerutu Renata putrinya.
"Disini sayang di gudang. Bunda lagi beresin gudang nak." ucap Abel agak keras. Tak lama langkah kecil itu pun semakin mendekat. Abel melongokkan kepalanya dari pintu dan tersenyum melihat wajah putrinya.
"Nah ini bunda." ucap Renata Putri cantiknya bersama Dito.
"Assalamualaikum Bunda." ucap Renata sambil mencium tangan bundanya.
"Waalaikumsalam nak." jawab Abel sambil mengelus rambut dan wajah putrinya yang sangat mirip dengan Dito sang ayah. Renata adalah cerminan Dito versi perempuan. Terkadang Abel kesal sendiri bagaimana bisa wajah putrinya harus sangat mirip dengan papanya. Padahal ia yang mengandung selama 9 bulan dan melahirkannya sendiri tanpa di dampingi mantan suaminya, tapi kenapa hanya wajah Dito yang tercetak jelas di wajah putrinya sedangkan dirinya hanya dapat senyum dan tawanya saja.
"Gimana sekolahnya sayang? Seru ngga?" tanya Abel tentang kegiatan putrinya di sekolah.
"Seru banget bunda. Rere banyak ketemu temen temen." jawab Rere antusias. Abel tertawa mendengar celotehan putrinya tentang hari pertama ia bersekolah.
"Alhamdulillah... Yaudah yuk kita keluar dari sini. Princessnya bunda pasti udah kelaperan kan." ucap Abel sambil menuntun putrinya keluar dari gudang. Ia segera mengunci gudang yang selama ini menyimpan kenangan masa lalunya.
Abel jadi teringat salah satu Quotes dari salah satu penulis favoritnya. Tere Liye. Ya.
Abel terus mengingatnya. Karena ia yakin kalau jodoh tak kemana. Ada hal yang lebih penting untuk ia pikirkan saat ini dibanding menangisi masa lalu.
Saat ini Renata tengah mengerjakan tugas sekolahnya. Ia tampak kebingungan memilih warna yang akan di pakai untuk mewarnai. Abel tersenyum melihat putrinya yang tengah tidur tengkurap dengan pantatnya yang bergoyang goyang. “Sayang mewarnainya yang bener donk. Sambil duduk jangan nungging kayak gitu.” Ucap Abel sambil membenarkan posisi putrinya.
“Ngga enak bunda.”
“Badannya nanti pegel pegel loh. Bunda udah beliin meja sama kursinya tapi ngga mau dipake aneh deh.” Abel menyerahkan meja dan kursi untuk putrinya. Renata pun duduk manis disana dan kembali melanjutkan kegiatan mewarnainya.
“Tuh kan kayak gini lebih baik sayang. Punggungnya Rere ngga akan pegel kalo mewarnainya di atas meja kayak gini.” Renata nyengir mendengar ucapan bundanya.
“Yang pinter ya sayang. Buat bunda bangga.” Ucap Abel sambil mengelus rambut putrinya.
“Papa juga kan Bunda.” Celetuk Renata. Lagi lagi putrinya selalu membawa bawa ayahnya. Abel tersenyum dan mengangguk, “Iya sayang. Buat papa dan bunda bangga sama Rere.”
“Kalo Rere bisa bikin papa bangga, apa papa bakalan pulang bunda?” tanya Rere penuh harap. Abel kembali merasa sedih. “Insya allah sayang.” Abel mengecup dahi putrinya.
***
Sementara itu ditempat lain Dito tengah termenung di ruang kerjanya sambil menatap lalu lintas Kota Bandung yang cukup padat hari itu. Sudah hampir 6 tahun ia mencari keberadaan Abel. Sejak perceraian mereka Abel dan keluarganya menghilang begitu saja tanpa ada kabar.
Selama 6 tahun ini Dito merasakan penyesalan yang teramat sangat. Selama 6 tahun ini Dito hidup dalam penyesalan yang sangat dalam. Melukai hati wanita yang ia cintai saja sudah membuatnya sangat menyesal apalagi harus berpisah. “Kamu dimana sayang? Aku kangen kamu…” gumamnya menatap sendu jalanan kota Bandung.
Disaat tengah termenung memikirkan keberadaan Abel, pintu ruangan Dito pun diketuk. Dito menoleh ke belakang. Terlihat seorang perawat yang masuk ke dalam ruangannya. “Maaf mengganggu Dok. Keluarga pasien yang dua hari lalu di operasi ingin berbicara dengan dokter.”
“Baiklah. Katakan saya akan segera ke ruangannya untuk memeriksa kondisi pasien tsb dan bicara dengan keluarganya.” Ucap Dito kepada perawat tsb.
“Baik dok. Nanti saya sampaikan. Terima kasih.” Perawat itu undur diri dan kembali meninggalkan Dito sendirian. Tak lama Dito pun keluar dari ruangannya menuju kamar pasien yang ia tangani.
***
Sebelum kejadian…
Abel dan Dito semakin lama semakin mesra saja. Kehidupan rumah tangga mereka adem ayem. Tak pernah sedikitpun terdengar pertengkaran diantara mereka karena keduanya. Namun sayang kehidupan Indah mereka belum juga di karuniai seorang anak sebagai pelengkap.
Bukan tak pernah hamil, Abel sering sekali hamil lalu keguguran karena rahimnya lemah. Itulah yang membuat rumah tangga mereka sudah sangat merindukan jerit tangis si kecil. Tapi meski pun begitu keduanya tak lelah berusaha dan berdoa. Melakukan konsul ke dokter kandungan demi tercapainya keingin untuk memiliki momongan.
Bukannya Abel tak sedih tiap kali ditanya keluarga tentang perihal anak. Siapa sih yang tak ingin cepat cepat memiliki momongan? Jika kalian berpikiran kalau Abel menunda kehamilan, maka kalian salah. Justru Abel tak pernah menunda. Abel dan Dito berencana ingin memiliki anak secepatnya. Tapi Tuhan berkata lain. Rahim Abel terlalu lemah untuk ditempeli calon janin di rahimnya hingga akhirnya selalu keguguran.
Di kehamilannya yang terakhir, Abel bahkan benar benar bedrest demi memuluskan keinginannya untuk hamil tapi itu pun gagal. Saking inginnya segera memiliki momongan, membuat Abel sempat frustasi. Untungnya Abel memiliki suami, keluarga serta teman teman yang selalu menghiburnya, membesarkan hatinya agar pasrah pada kehendak Tuhan.
Jodoh, anak, maut semua itu adalah rahasia Allah SWT. Kita sebagai manusia hanya bisa berupaya dan berikhtiar tapi semua itu kembali kepada Allah SWT. Jika Allah mengijinkan maka hal mustahil seperti apapun akan terjadi. Hal yang di luar otak manusia dan menurut manusia itu tidak mungkin terjadi, bagi Allah SWT tak ada yang tak mungkin. Kata kata itu yang selalu Abel ingat dan membuatnya pasrah dengan keadaan.
"Mungkin Allah punya jalan yang lebih indah lagi buat kita agar benar benar dipercaya untuk memiliki baby sayang. Mungkin Allah ingin lihat masnya lulus coas dan bekerja di rumah sakit dulu deh. Biar suatu hari nanti si adek bangga punya papa seorang dokter." ucap Abel mencoba menguatkan dirinya sendiri.
"Kamu benar sayang. Semua akan indah pada waktunya. Jangan berkecil hati sayang. Insya allah kita akan segera memilikinya.” Abel mengangguk. Dito mencium dahi istrinya.
“Makasih Mas untuk selalu di samping aku. Aku ngga tahu gimana jadinya kalau mas ngga ada di saat aku lagi down kayak gini.”
“Itulah gunanya pasangan yang harus saling melengkapi satu sama lain dalam suka maupun duka. Pokoknya jangan sedih terus. Nikmati waktu berdua kita sebelum amanah itu datang kepada kita.”
Jika bukan Dito yang selalu legowo mungkin Abel tak akan sekuat ini. Mungkin saja Abel akan meminta Dito menikah kembali jika sang suami ingin memiliki anak. Tapi Dito tidak. Ia hanya ingin memiliki anak dari Abel istrinya bukan dari wanita lain apalagi istrinya yang lain.
***
Pagi ini seperti biasa setelah selesai membuatkan sarapan untuk sang suami, giliran Abel yang mempersiapkan sang suami untuk berangkat coas. Tas dan perlengkapannya ia siapkan dengan baik. Bahkan Abel berulang kali memeriksa isi tas suaminya agar barang barang yang dibutuhkan tidak ada yang ketinggalan.
Saat tengah memeriksa isi tas suaminya, sebuah pesan masuk ke handphonenya. Abel tersenyum membaca pesan dari ibu mertuanya. Sarah sang mama mertua mengajak keduanya untuk makan malam bersama. Abel belum menjawab pesan sang mertua karena harus ijin terlebih dahulu kepada sang suami.
"Mas hari ini pulang jam berapa? Mama mau ngajak kita makan malem bersama dirumah mama." tanya Abel saat membantu Dito bersiap berangkat kerja. Dito saat ini tengah menyelesaikan coasnya sebentar lagi.
"Belum tahu yank. Kayaknya telat deh. Paling mas nyusul kerumah mamanya. Kamu duluan aja kerumah mama. Kasian mama ngga ada temennya." Usul Dito.
"Oh gitu. Ya udah nanti mas nyusul pulang dines ke rumah mama ya. Aku duluan ke sana sambil bantuin mama masak.”
"Siap istriku yang cantik. Oh iya btw hari ini mau kemana?"
"Gak kemana mana sih. Kerjaan juga udah selesai. Tinggal tunggu pemasukan aja. Kenapa gitu mas?"
"Tanya aja yank. Yaudah hati hati dirumah ya. Jangan sembarangan terima tamu apalagi orang yang ga dikenal."
"Iya Mas suami. Pesan mas suami selalu aku ingat. Semangat dinesnya ya Papa.”
"Makasih sayang. Yaudah papa berangkat dulu ya. Hati hati dirumah sendirian, kalo mau ke rumah mama kabarin ya. Papa sayang mama. Love you sayang. Assalamualaikum." ucap Dito sambil mencium mesra istrinya.
"Love you too papa. Waalaikumsalam." Abel melambaikan tangan mengantar kepergian suaminya. Setelah mobil suaminya tak terlihat lagi, ia pun segera masuk kedalam rumah dan menguncinya.
Tak lama setelah lulus sekolah, Abel dan Dito pindah dari rumah Sarah dan Ronald. Keduanya memutuskan untuk belajar mandiri membangun rumah tangga mereka sendiri tanpa campur tangan kedua orang tua. Awalnya Sarah menolak karena ia berjauhan dengan sang menantu, tapi setelah diberi pengertian oleh suaminya Sarah pun mengijinkan Abel dan Dito pindah ke rumah.
Sejak Dito memutuskan masuk kuliah kedokteran, Abel tidak mengambil kuliah. Tapi Abel meneruskan usaha Distro milik Dito yang dibangun bersama sepupunya Vika. Abel belajar berbisnis secara otodidak dan untungnya distro yang di pimpin Abel kini sudah melebarkan sayapnya menjadi beberapa toko dalam kurun waktu dua tahun. Keberhasilan Abel membangun bisnisnya tak luput bantuan dan bimbingan dari sang suami yang masih ikut memantau toko toko mereka disela sela kesibukannya sebagai dokter coas.
Alasan Abel tidak kuliah karena ia sadar otaknya tak kuat jika dijejeli dengan mata kuliah. Untuk itulah ia memilih belajar berbisnis. Selain itu juga Abel membantu Sarah mengelola salon kecantikan juga jadi Abel cukup disibukkan dengan rutinitas dirinya selain menjadi istri seorang dokter.
***
To : My Husband
Assalammualaikum Mas. Aku pamit ya ke rumah mama.
To : My Beauty Wife
Waalaikumsalam yank. Oh udah mau berangkat. Yaudah hati hati dijalan ya. Rumah jangan lupa dikunci.
To : My Husband
Bereeeees boss… Loph you …
Abel pun segera berangkat ke rumah mertuanya siang itu dengan menggunakan angkutan umum. Abel sengaja tidak memberi tahu sang mertua akan kedatangannya. Kalau mama mertuanya itu tahu Abel akan datang dengan kendaraan umum, pasti ia akan dilarang datang. Sang mertua lebih memilih menjemputnya sendiri ke rumah atau mengirimkan orang untuk menjemputnya.
Abel merasa tak nyaman diperlakukan seperti itu oleh sang mertua. Ia sempat protes tapi sang mertua malah tak mau ambil pusing. Untuk itulah Abel berinisiatif akan datang langsung kerumah tanpa mengabari lebih dulu. Hampir satu jam Abel pun tiba di kediaman mertuanya. Sarah tampak kaget dengan kedatangan Abel yang tiba-tiba.
***
TBC