“Akh!” pekik Abel saat Dito mengulum putingnya. Tangannya kini meremasi rambut Dito saking menikmati hisapan dan gigitan yang dilakukan suaminya pada kelenjar susunya. Untuk yang satu lagi, Dito meremasi dengan gemas. Abel mengerang nikmat sekaligus nyeri tak tertahan.
Makin lama cumbuan Dito semakin turun ke bawah. Mengecupi bagian bagian indah milik istrinya hingga ia pun sampai di depan lubang kenikmatan yang selalu membuatnya puas. Abel menutup kedua kakinya karena malu dipandangi dengan lekat oleh Dito.
“Kenapa ditutup sayang. Ini sangat cantik.” Ucap Dito sambil membuka kedua kaki istrinya. Ia juga menekuk kedua kaki istrinya agar semakin jelas terlihat labia mayora yang sudah sangat basah dan merekah. Dito mengedipkan sebelah matanya menggoda sang istri membuat Abel malu bukan main. Merela sudah menikah cukup lama dan bukan hal yang baru lagi bagi keduanya berhubungan intim, tapi tetap saja istrinya itu selalu terlihat malu di hadapannya.
Dito mendekatkan wajahnya untuk menghirup aroma khas kewanitaan istrinya. Lalu ia mulai menggoda kacang merah di tengah tengah lubang dengan lidahnya. Abel mengerang, kedua matanya tertutup. Kedua tangannya meremas seprai dengan kuat. Rasa geli bercampur nikmat itulah yang dirasa oleh Abel tiap kali kacang merahnya digoda oleh Dito.
Dito semakin gencar menghisap, mengigit dan melumat inti istrinya. Dua jarinya dimasukkan untuk membuat gairah istrinya semakin menanjak. Abel meringis kesakitan saat jari telunjuh dan jari tengah Dito menerobos masuk dan bergerak gerak dibawah sana.
Ia mencoba untuk menutup kakinya tapi ditahan oleh Dito. Dito kembali mencumbu bibir istrinya sementara kedua jarinya ditancap cukup dalam. Abel merasa tak nyaman dengan keberadaan kedua jari-jari tsb. Tanpa melepas pagutannya, jari-jari itu bergerak perlahan.
Semakin lama gerakan jari jarinya semakin cepat. Abel mengcengkram lengan suaminya dengan kuat. Ciuman pun terlepas dan suara suara nikmat istrinya terdengar. Dito tersenyum manis. Ia mengeucp dahi istrinya lalu kembali menggoda putingnya secara bergantian.
Abel mengerang dan mencengkram jari jari Dito dengan kuat karena sebentar lagi dirinya akan segera klimaks. Satu lolongan panjang dari Abel terdengar ditandai dengan keluarnya cairan hangat dan lengket dari inti kewanitaannya. Tubuhnya terkulai lemas. Dito mencabut jari-jari nakalnya yang sudah berlumuran lendir cinta. Ia menjilati hingga habis. Ia pun menghisap habis cairan itu dari lubangnya.
“Udah mas…capek…” ucap Abel terengah.
“Itu baru pemanasan sayang. Gerakan intinya belum.” Dito segera melucuti pakaiannya hingga sama polosnya dengan Abel. Ia kembali mencium lembut bibir istrinya sambil menggoda lubang basah itu dengan meriamnya yang sudah sangat tegang.
“Maas…” desah Abel saat meriam panas itu masuk perlahan ke dalam lubangnya. Abel melingkarkan kedua kakinya di pinggang dan kedua tangan di leher tiap kali meriam suaminya itu masuk ke sarangnya. Nyeri tapi nikmat dan selalu membuatnya ketagihan.
Dito pun mengerang nikmat. Bertahun-tahun membina rumah tangga dengan sang istri tapi rasanya seperti pengantin baru. Abel sangat pandai menjaga kewanitaannya. Ia merasa selalu di cengkram dengan kuat tiap kali melebur bersama. Rapat dan menjepit itulah yang Dito sukai.
Beberapa kali hentakan kuat akhirnya meriam miliknya masuk dengan posisi sempurna. Dito mencium dahi istrinya. Di tatapnya wajah cantik sang istri yang tak pernah lalai melayaninya. “Mas sayang kamu. Betapa beruntungnya aku memilikimu sayang.”
“Aku juga sangat mencintai mas. Cintai aku dan miliki aku mas selamanya.” Ucap Abel sambil mulai menggerakkan pinggulnya. Abel tampak pasrah saat suaminya bergerak semakin cepat. Tanpa banyak kata Dito meraup bibir Abel dengan bibrinya. Mengobrak abrik isi mulut dengan lidahnya.
Bosan dengan gaya konfensional, Dito menggendong istrinya dan menyandarkan tubuh istrinya ditembok. Gerakannya semakin cepat. Tubuh Abel dhentak kuat dari bawah membaut wanita cantik itu mengerang keenakan. “Mas…aahh…pelaan sayaang…akh…”
“Sayang ini terlalu…nikmat aaahhh…”
Hujaman demi hujaman pun tercipta. Kedua mata mereka beradu. “Semakin sakit sayang?” tanya Dito tanpa melonggarkan hujamannya. Yang ditanya malah semakin menjerit nikmat. Abel menggelengkan kepalanya membuat Dito semakin tak sabar untuk segera mencapai puncak.
Tak lama keduanya pun menjerit nikmat saat menikmati pelepasan pertama mereka. Dito menahan tubuh istrinya yang terkulai lemas. Ia mengecup bibir istrinya. “Makasih sayang.” Bisik Dito. Abel tersenyum.
***
Dimana aku? Bukankah aku sedang bersama mas Adit? Gumam Abel dalam hati.
Ia berjalan di sebuah tempat yang ramai. Ia merasa tak asing dengan tempat tsb. Seperti sebuah Mall yang berada di salah satu sudut kota Bandung. Abel masih tak habis pikir mengapa dia ada disana. Yang ia tahu, ia harusnya masih ada dalam pelukan hangat sang suami di kamar setelah melakukan aktifitas menyenangkan yang menguras tenaga.
Ia berjalan seperti orang yang linglung. Saat tengah asik berjalan, sudut matanya tak sengaja menangkap seseorang yang amat ia kenal. Punggung itu….Mas Adit?!
"Mas Adit. Itu mas Adit kan?!" ucapnya saat melihat sosok pria yang amat ia cinta tengah berada di antara kerumunan orang orang yang berada di Mall tersebut. “Mas Adit lagi ngapain disini? Bukannya ini masih jam kerja ya.” Tanya Abel penasaran. Ia melihat wajah suaminya sangatlah bahagia. Tawanya tak pernah luntur menghiasi wajah tampannya. Karena penasaran, Abel pun berusaha mendekat.
"Mas Adit." Teriak Abel memanggil suaminya. Abel mencoba menerobos kerumunan orang orang tapi sepertinya ia sengaja dibuat kesulitan untuk menghampiri suaminya sendiri. Aneh pikirnya.
"Mas Adit... Tunggu..." pekiknya lagi. Saat akan mendekat, Abel melihat mas Adit tengah bercengkrama dengan seorang wanita berambut panjang yang wajahnya tidak bisa ia kenali. Seolah olah wajah wanita itu terlihat buram dimatanya.
Di sisi sebelah kiri mas Adit aku melihat seorang bocah yang terlihat sangat nyaman dalam gendongannya. Tangan mas Adit menggenggam tangan wanita itu. Sesekali ia memeluk mesra wanita itu di selingi kecupan manis di puncak kepala. Entah apa yang keduanya bicarakan yang pasti keduanya terlihat sangat akrab dan mesra.
Abel seolah terpaku. Kakinya sangat berat untuk di gerakkan. Matanya membulat melihat kemesraan mas Adit dan wanita itu. Tak terasa air mata pun mengalir membasahi pipi. Abel menggelengkan kepalanya. Ia tak bisa terima apa yang ia lihat saat ini.
"Ngga... Ngga mungkin mas adit berkhianat. Ngga mungkin." ucap Abel tak percaya. Ia kembali menatap pria yang dilihatnya tadi. Ia berharap itu bukan suaminya. Namun sayang Abel kehilangan jejak. Mereka sudah pergi entah kemana. Abel blingsatan mencari cari keberadaannya. Ia berlari kesana kemari mencari keberadaan mereka namun tak ketemu. “MAS ADIT!!”
Dengan sekuat tenaga Abel berteriak memanggil manggil nama suaminya. Air matanya berderai. Ia kembali meneriakkan nama Dito tapi tak ada yang menyahuti teriakannya. Orang orang yang berada di Mall itu hanya menatapnya kesal karena berteriak ditempat umum. Abel merasa frustasi hingga satu tepukan membuatnya membalikkan badan. Ia melihat sosok pria yang dicintainya sudah berdiri di belakang tubuhnya.
***
"Mas Adit." seru Abel saat melihat mas Adit berada dibelakangnya. Ia langsung memeluknya dengan erat. Dito dan wanita yang tengah menggendong seorang bocah kecil itu tampak kaget. “Mas Adit, jangan pergi.” Ucap Abel ketakutan. Tubuhnya bergetar hebat. Dito yang merasa tidak nyaman dipeluk oleh Abel pun perlahan mendorong tubuh Abel untuk menjauh darinya. Abel tampak sangat kecewa. Tak biasanya Dito menolak dipeluk olehnya bahkan ia tak membalas pelukannya.
"Tolong jangan bersikap tidak sopan seperti ini Bel. Istriku tidak suka." ucap Dito sambil merangkul perempuan itu dengan mesra. Abel tak percaya dengan apa yang di dengarnya.
"Mas... Apa apaan maksudnya ini?"
"Perkenalkan ini ------- istriku. Ini putriku namanya --------. Sayang kenalin ini Abel teman sekelasku waktu SMA." ucap Mas Adit.
Teman?
Teman SMA?
Seperti itukah aku dimatamu?
“Maksud kamu apa sih mas. Jangan becanda deh. Ngga lucu tahu!.” Ucap Abel mulai emosi. Ia kembali berusaha ingin memeluk tubuh Dito tapi lagi lagi Dito menepis tangannya.
“Abel cukup. Tolong hargai istri dan anakku.” Ucap Dito tegas. Sakit.
Sakit yang teramat sangat tengah ia rasakan. Bibirnya kelu. Ia ingin mengatakan kalau dialah istrinya bukan wanita itu tapi suaranya tak bisa keluar. Tubuhnya menegang. Tanpa ragu dan canggung, Dito merangkul wanita yang dianggapnya istrinya di depan matanya yang ternyata tengah hamil. Belum lagi bocah yang mengulurkan kedua tangannya meminta untuk di gendong.
Dito dengan gembira menyambut bocah cantik itu dan membawanya kedalam gendongannya. Di ciuminya wajah bocah tersebut hingga bocah tersebut tertawa karenanya. Mas Adit dan wanita itu pun ikutan tertawa. Abel hanya terbengong melihat itu semua. Dadanya rasanya nyeri. Kepalanya terasa sangat berat.
"Sorry ya Bel, aku pamit pulang dulu. Istriku ngidam makan bebek goreng Om Aris." ucap Dito pamit. Ia menatap wajah istrinya sambil tersenyum. Tanpa melihat Abel yang berada di sampingnya, Dito melewatinya begitu saja. Ia hanya terfokus pada wanita itu dan anaknya. Lalu keduanya perlahan-lahan menjauh.
Abel yang belum percaya pun segera berlari memanggil manggil nama Dito. Tapi yang dipanggil malah tersenyum dan terus berjalan jauh meninggalkannya. Ia berusaha berlari mendekat tapi kakinya seolah olah lemas dan akhirnya terjatuh. Abel hanya bisa menangis meraung-raung sambil berteriak memanggil nama Dito
***
Dito yang terlelap mulai terusik dengan suara berisik disampingnya. Ia menoleh dan melihat istrinya berteriak teriak histeris memanggil manggil namanya. Ia kaget dan langsung bangun terduduk. Dito melihat wajah istrinya sudah berkeringat sangat banyak. “Astagfirullah sayang.” Pekik Dito kaget.
"Sayaang... Bangun sayang..." ucap Dito sambil menepuk nepuk wajah istrinya yang terlihat gelisah. Dito tak mengerti apa yang diimpikan sang istri hingga meneriakkan namanya seperti itu. Dito tak pernah melihat istrinya mengigau seperti itu. Parahnya lagi sang istri menangis meraung-raung sambil meneriakkan namanya.
"Sayang istigfar sayang. Heii... Sayang bangun. Astagfirullah kamu kenapa yank?" Ia mengguncang guncang tubuh istrinya untuk bangun. Tiba-tiba kedua mata Abel terbuka.
"Mas Adit!! " pekiknya histeris. Dito langsung menarik tubuh istrinya dengan erat. “Iya sayang ini mas.” Ucap Dito lembut. Dito merasakan tubuh istrinya dingin, kaku dan bergetar hebat. Kedua tangannya reflek mengelus punggung istrinya sembari melafalkan doa doa agar istrinya tenang.
Tak lama tubuh istrinya pun mulai lemas dan terdengar suara tangisan menyayat hati dari istrinya. Kesedihan mendalam pun terasa. Dito mengangkat wajah istrinya yang sudah banjir air mata dengan mata terpejam kuat seolah olah ada rasa takut yang melingkupi dirinya.
"Sayang istigfar... Ini mas sayang. Ayo buka mata yank." ucap Dito lembut sambil mengelap air mata yang terus keluar dari mata cantik istrinya. Abel menggelengkan kepala. Ia takut semuanya nyata. Ia takut jika ia membuka mata, Dito tengah bersama dengan wanita itu dan anaknya.
Kepalanya semakin menggeleng kuat. Isakan terdengar semakin nyaring. Tubuhnya kembali bergetar hebat. Dito kembali merengkuh tubuh istrinya dengan erat. Diciuminya dengan lembut puncak kepala Abel sambil melafalkan lantunan ayat suci Al-qur'an.
"Jangan pergi... Aku... Mohon..." bisik Abel disela sela isakan tangisnya.
"Jangan pergi mas... Jangan tinggalin aku sendiri." ucapnya lagi.
Dito yang mendengarnya langsung terasa nyeri di hati. Bagaimana bisa istrinya menganggap bahwa ia akan pergi meninggalkannya?! Padahal istrinya tahu, ia adalah hidup dan matinya Dito. Semangat hidupnya. Nafasnya. Tak mungkin Dito meninggalkan orang yang selama ini menemaninya. Menyemangatinya. Berbagi keluh kesah dengannya.
"Jangan pernah berpikiran Mas akan pergi dari kamu sayang. Mas ngga akan kemana mana. Ayo buka mata yank. Tatap mas. Mas disini untukmu." ucap Dito sambil mengecupi kedua mata Abel secara bergantian.
Perlahan-lahan mata Abel terbuka. Ia mengerjapkan matanya berkali-kali. Ia melihat Dito tersenyum hangat kepadanya. Mata Abel terbuka sempurna. Ia langsung merangsek memeluk tubuh suaminya dan kembali menangis. Dito mengusap usap rambut istrinya sambil terus diciumi. Abel menarik tubuhnya. Keduanya saling bertatapan.
"Jangan pergi mas. Jangan tinggalin aku. Ku mohon." pinta Abel penuh pengharapan. Dito tersenyum.
"Ngga sayang. Mas ngga akan pergi tinggalin kamu. Mas mau kemana tanpa kamu. Kamu itu hidup dan matinya mas. Belahan jiwanya mas. Nafasnya mas. Dunianya mas. Mana mungkin mas pergi tanpa kamu sayang." Dito mencium bibir basah istrinya dengan mesra. Abel pun membalasnya.
"Tapi... Tapi...mas pergi tinggalin aku sama seorang cewek dan anak kecil." Dito mengerenyitkan dahinya. “Maksud kamu gimana yank?” tanya Dito penasaran.
“Aku lihat mas di Mall sama seorang wanita yang lagi hamil dan seorang anak kecil. Mas dan wanita itu mesra banget. Sampe sampe mas ngga anggap aku sebagai istri mas. Aku takut mas.” Ucap Abel menceritakan mimpi buruknya.
Dito semakin tak paham dengan apa yang diucapkan oleh istrinya. “Mas di Mall? Sama wanita dan anak kecil? Bentar sayang mas ngga paham deh. Yang pasti mas ngga berada di Mall. Mas dari tadi ada disini pelukin kamu. Kalo soal wanita yang mas akui sebagai istri mas, mungkin itu kamu sayang. Dan kalo anak kecil semoga saja itu isyarat dari Allah tentang anak untuk kita.”
Abel menggelengkan kepala. “Ngga mas wanita itu bukan aku. Tapi wajahnya ngga terlalu jelas kelihatan.”
"Itu hanya mimpi yank. Mas gak akan kemana mana tanpa kamu. Udah ya nangisnya. Mending kita tidur lagi."
"Jadi....tadi mimpi? Tapi kenapa berasa nyata yank."
"Udah ngga usah banyak pikiran sayang. Kita berdoa dulu lalu tidur lagi ya. Mungkin itu teguran dari Allah karena kita terlelap tanpa berdoa terlebih dahulu setelah kelelahan bercinta." Abel menganggukkan kepala. Dito memeluk tubuhnya lalu merebahkan diri diranjang. Abel memeluk suaminya dengan erat. Seolah takut kehilangan. Entah mengapa feelingnya mengatakan ada sesuatu yang terjadi pada ia dan Dito.
“Mas…Mas janji kan ngga akan tinggalin aku dalam kondisi apapun? Meski hingga kita tua kita tidak diberi amanah oleh Allah untuk memiliki buah hati, Mas ngga akan tinggalin aku kan.” Tanya Abel takut.
“Ngga akan sayang. Mas sering bilang, Mas hanya ingin menikah satu kali dalam hidup Mas dan itu sudah terjadi sama kamu. Apapun yang terjadi kita akan tetap bersama. Kalau kita belum juga diberi kepercayaan untuk memiliki anak sendiri, kita bisa mengadopsi bayi-bayi yang kurang beruntung untuk kita asuh dan didik dengan baik.” Jelas Dito. Abel tersenyum lega.
“Makasih mas. Aku sayang mas.”
“Mas jauh lebih sayang lagi. Yuk ah bobo.” Ajak Dito. Abel memeluk erat tubuh suaminya. Abel terus melafalkan doa agar kejadian buruk yang menimpa ia dan suaminya tidak terjadi. Tak lama keduanya pun kembali tertidur.
***
TBC