Gween menggenggam erat tali tasnya sembari berjalan dengan jantung yang berdetak kencang. Bau asap rokok bercampur alkohol membuat wanita itu harus mengerutkan dahi dan menahan rasa mual di perut karena tidak terbiasa dengan suasana hingar-bingar yang kian membuat sakit telinganya.
"Lo yakin, Gween?" Leoni yang tahu perempuan itu tak pernah menginjakkan kaki di klub malam bertanya sekali lagi untuk memperingatkan temannya itu.
"Harus yakin! Karena gue harus nemuin nenek lampir itu," sahut Gween yang beberapa jam lalu mendapat kabar bahwa wanita paruh baya berwarna Flo yang telah menipunya itu berada di sana.
"Lo harus hati-hati, ini bukan kayak pasar malam yang biasa lo datengin," peringat Leoni agak keras karena musik semakin berdentam.
Gween mengangguk paham, dia bukan anak kecil polos yang tidak tahu tempat seperti apa klub malam ini.
Kedatangan dua wanita yang berpakaian lain daripada yang lain alias tidak memakai pakaian seksi seperti wanita yang lainnya di klub itu cukup menarik perhatian para p****************g yang menatap penuh minat kepada mereka.
"Berasa mau disantap buaya buntung gue," desis Leoni sembari menatap orang-orang itu dengan tajam.
Gween menarik Leoni ke sebuah meja berisi beberapa pria yang ditemani ladies club di kanan kiri mereka. Ia mengenal salah satu wanita itu karena pernah berjumpa di rumah Mami Flo.
Saat melihat kedatangan Gween, perempuan itu sempat terbelalak sejenak sebelum kembali menguasai ekspresi wajahnya.
"Lo tau di mana Mami Flo sekarang?" tanya Gween to the point.
Perempuan itu menggeleng bahkan sebelum Gween menyelesaikan kalimatnya. Tampak jelas wanita itu tidak ingin berurusan dengan Gween.
"Teman kamu?" Salah satu pria yang duduk bak raja yang dikelilingi oleh selirnya itu bertanya penuh arti.
Perempuan yang Gween tahu bernama Gista itu melirik pria itu sesaat sebelum menggeleng dengan tegas.
Gween mendengkus pelan sebelum berlalu dari sana tanpa perlu repot-repot mengucapkan selamat tinggal pada Gista yang seolah begitu ingin dirinya cepat angkat kaki dari hadapannya.
Keduanya sudah menyusuri setiap sudut tempat ini dan tak kunjung menemukan batang hidung Mami Flo di manapun.
"Kayaknya dia nipuin Lo deh," gerutu Leoni saat mereka sudah lelah berkeliling.
Gween yang sudah merasa lesu semakin lesu saja karena tidak mendapatkan hasil apapun. Mereka akhirnya memutuskan untuk duduk di meja bartender dan memesan minuman tanpa alkohol karena jujur saja Gween masih cukup waras saat ini.
"Hei, cuma berdua aja, Cantik?" Seorang pria dengan senyum lebarnya datang dan duduk tepat di samping Gween. Wanita itu ingin sekali mengusir pria itu tapi sayangnya ia sudah lelah dan malas untuk mengeluarkan tenaga lebih sehingga membiarkan saja laki-laki bau alkohol itu duduk di sana.
"Lo mending cabut, kita nggak butuh cowok sewaan!" Leoni yang lebih dulu mendapatkan minumannya melirik sinis pria itu sebelum menyesap lemon tea pesanannya.
Leoni bukannya tidak pernah mengkonsumsi minuman beralkohol, hanya saja saat ini dirinya memang harus sadar penuh untuk menjaga temannya yang polos tapi tidak p*****n lagi itu.
"Woow ... gue bukan cowok sewaan, Cantik. Just one night stand juga oke. Kalau mau jadi partner in bed rutin gue juga boleh banget."
"Sorry, kita nggak berminat." Gween menyilangkan kedua tangannya.
"Aduh, nggak usah jual mahal deh." Pria itu berusaha merangkul Gween agar semakin mendekat kepadanya.
"Eh, gila Lo ya!" Leoni menghardik keras bersamaan dengan sebuah tangan datang dan menarik pria itu dengan kasar, kemudian memberikan tinjuan bertubi-tubi di wajah dan tubuh pria itu.
Gween menoleh cepat dan merasa jantungnya hampir copot saat melihat Jero tengah menghajar pria asing itu habis-habisan.
"Hei ... hei ... hei! What are you doing, Axford?" pekik Gween yang sudah turun dari kursi bar dan melerai dengan panik.
Suasana sedikit ricuh, tapi Jero seolah tak terpengaruh. Ia menendang sekali lagi dengan ujung sepatunya sebelum merogoh dompet dan mengeluarkan lembaran uang untuk dilemparkan ke wajah orang itu.
"For your medical expenses," ujarnya datar sebelum menarik pergelangan tangan Gween yang masih shock dengan perbuatan pria itu.
"Kamu gila ya?!" Gween mendesis marah saat mereka berdua sudah berada dalam mobil yang berjalan membelah gelapnya malam di jalanan ibukota.
"Kamu lebih gila," sahut Jero tanpa menoleh dan masih memfokuskan diri pada iPad di tangannya.
Gween tak habis pikir, bagaimana bisa pria ini masih bersikap santai ketika dirinya baru saja hampir menghabisi nyawa seseorang dengan begitu brutal.
"Ada yang memberitahuku bahwa Mami Flo berada di sana tadi," ujar Gween tanpa melihat ke arah Jero, dia yakin pria itu pasti tahu sesuatu.
Jero melirik sesaat sebelum kembali menekuni pekerjaannya yang seolah tak ada habisnya. "Tak ada gunanya mencari wanita itu," sahutnya enteng.
Gween mendengkus dan bersedekap. "Bagiku ada," jawabnya lugas.
Jero tak menjawab, lebih memilih terus menatap Ipad-nya dengan seksama.
"Ini bukannya ibumu?" tanya Jero saat melihat berita terkini yang melintas di gadget-nya.
Gween menyipit tajam saat melihat berita tentang Gladys dan Mamanya yang membuat keributan di bandara dengan seorang wanita. Jujur saja Gween tidak mengenali wanita itu, tapi pria yang berdiri di sampingnya cukup familiar di mata Gween.
"Itu Dandi," gumam Gween dengan dahi berkerut dalam. "Dia udah balik Indo?" tanyanya pada diri sendiri.
"Sudah sejak beberapa bulan yang lalu," sahut Jero sembari mengambil kembali Ipad miliknya.
Gween menatap Jero penasaran. "Kamu kenal? dan tahu darimana Dandi sudah pulang ke Indonesia sejak lama?"
"Aku mengenal ayahnya," sahut pria itu singkat.
Ya, Gween juga tahu bahwa papa Dandi adalah seorang pengusaha yang cukup terkenal di levelnya.
"Sepertinya mereka akan butuh bantuanmu sebentar lagi."
Gween menjambak kasar rambutnya dan memejamkan mata frustasi. "Mereka pikir aku ini mesin uang," keluh wanita itu tanpa sadar.
Jero menoleh dan bertanya spontan. "Sejak dulu?"
"Ya, sejak Papa meninggal dan mereka menganggap bahwa aku lah penyebabnya, sehingga tanggung jawab Papa mereka limpahkan semuanya kepadaku."
Jero tak bereaksi apapun, hanya menatap Gween dalam diam.
Gween tidak tahu jutaan pemikiran yang berkecamuk di kepala Jero. Menghubungkan satu sama lain dari potongan-potongan ingatan masa lalu yang membuatnya akhirnya membuang muka ke arah jalanan yang mulai gelap gulita.
Bertepatan dengan itu, ponsel Gween berdering dengan nyaring yang mana menunjukkan nomor sang mama tertulis jelas di sana. Ya, tepat sekali seperti dugaan Jero sebelumnya.
"Gween, kamu harus bantu Mama dan Geisya, kami saat ini sedang di kantor polisi!"
Ya, itu bukanlah sebuah permohonan melainkan perintah yang harus segera Gween jalankan.
TO BE CONTINUED