ATHRAV KEJEBAK

1101 Kata
“Assalamu’alaykum” sapa Darvi saat Pak Alano Ramadhan Maliq menyambut kedatangan dia dan anak-anaknya. “Wa’alaykum salam, wah monggo-monggo lenggah rumiyen, saya panggilan ibunya anak-anak,” sapa Pak Alano Ramadhan Maliq yang tak menyangka besannya datang tanpa memberi khabar lebih dulu. “Wah tamu jauh,” sapa Bu Azkadinasera Maliq melihat kedatangan besan beserta kakak-kakak menantunya. “Maaf tak ada apa-apa karena tidak dikabari,” katanya sambil memindahkan cangkir teh dari nampan ke meja, juga ada dua toples kecil snack ditaruhnya di situ. “Tidak apa-apa Bu, pagi tadi Inesh minta izin pada Athrav kalau Inesh malam ini akan menginap di Sedayu untuk membahas persiapan tujuh bulannya.” “Athrav mengizinkan dan dia bilang dia akan menginap sini karena Bapak sedang sakit. Maka kami berinisiatif menjenguk kondisi Bapak,” jelas Darvi. “Dan katanya tadi pagi Athrav juga sudah telepon Ibu, dia akan menginap sini,” jebak Darvi untuk mulai membuka kebohongan menantunya karena dia melihat Pak Maliq sama sekali tidak sakit. “Ini Bu, hanya bisa beli buah sekadarnya agar Bapak segera sehat,” Zadda menyerahkan bungkusan aneka buah yang baru saja mereka beli. Dhana langsung mempunyai ide menjenguk orang sakit saat mendengar Athrav mengatakan abinya sakit dan dia akan menginap sini. “Wah, Athrav tadi pagi tidak telepon koq, dan Bapak juga tidak sakit. Jadi ngerepotin ini,” jawab Bu Dina. “Itulah tujuan utama kami ke sini Bu, Pak. Saya sebagai ayahnya Inesh, dan anak-anak saya ini sebagai walinya Inesh ingin menanyakan semua hal tentang anak Bapak dan Ibu.” “Kami sebagai keluarga barunya merasa kecolongan atas perilaku anak laki-laki Bapak dan Ibu. Dan mohon maaf kami langsung to the poin ke persoalan karena kami bertiga tak bisa basa basi,” jelas Darvi tegas dan pasti. “Maksud besan apa ya?” tanya Pak Maliq bingung. “Selain Inesh, apa Athrav punya istri lain?” tanya Dhana dengan penuh penekanan. “Tidak ada Mas, kami hanya satu kali melamar perempuan sebagai istri Athrav dan memang hanya Inesh yang pernah dia kenalkan sebagai pacarnya.” “Sebelum Inesh dia tak pernah membawa perempuan ke rumah untuk dikenalkan sebagai calon istrinya. Dan sesudah menikah pun dia tak pernah berbuat buruk membawa perempuan ke rumah ini,” jawab Pak Maliq. “Tak bawa perempuan ke rumah tapi bawa banyak perempuan ke ranjang ya Pak,” Zadda menyela dengan geram. “Bang sabar,” pinta Darvi pada Zadda. “Maksud Mas Zadda apa?” tanya Bu Dina yang tak suka anaknya dituduh tidak benar. “Bapak dan Ibu maaf. Sekarang di mana Athrav?” tanya Dhana masih bersabar. “Ya tentu di rumahnya, karena dia tidak bilang akan ke sini” jawab Bu Dina dengan ketus. Dhana mengambil telepon genggamnya dan memencet nomor Athrav dan dia speaker biar semua dengar. “Mohon semua diam,” perintahnya saat menunggu Athrav menjawab panggilannya. “Assalamu’alaykum Mas,” sapa Athrav dengan sopan. “Wa’alaykum salam. Begini Dek, ini Inesh ada di rumah mau menginap, apa benar sudah izin kamu sebagai suaminya?” pancing Dhana. “Iya Mas, tadi pagi aku sudah kasih izin koq,” jawab Athrav dengan jujur. “Oh ya sudah, kamu ke sini kan, aku tunggu buat main PS bareng Abang,” pancing Dhana masih mencoba bersabar. “Wah aku sudah di rumah abi, aku akan menginap sini Mas, karena abi sedang sakit, baru saja aku antar abi ke dokter,” jawab Athrav lagi tanpa tahu di mana Dhana saat itu. “Wah, harusnya kalau abimu sakit, Inesh juga menginap sana, bukan hanya kamu. Ya sudah salam hormat untuk abi mu ya, bilang semoga cepat sehat, sebentar daddy mau ucapin salam juga buat abimu,” Dhana mendekatkan HPnya ke Darvi. “Assalamu’alaykum Son, sampaikan salam Daddy dan mommy untuk abimu ya, semoga beliau cepat sembuh,” Dhana langsung menutup sambungan pembicaraan sebelum Athrav menjawab pesan Darvi. Dilihatnya Bu Dina sudah menutup mulutnya dan terisak. “Itu kebohongan yang jelas anak Anda lakukan, dia bilang baru pulang mengantar Anda ke dokter. Dan ini bukti kebohongan lainnya,” Darvi menyerahkan dua lembar kertas photo copyan kartu periksa rumah sakit yang menyangkutkan nama Athrav Advitya Maliq sebagai suami dan bapak dari pasien yang tertera di sana. “Satu data berisi perempuan hamil enam bulan. Menurut perkiraan kami saat ini anak yang ada dalam perut perempuan itu sudah lahir dan berumur lima bulan. Dan satu data berisi anak usia 17 bulan yang jelas bernama Andika Maliq anak Athrav Advitya Maliq.” “Saya tak tau ada berapa puluh perempuan lagi yang data nya tak kami ketahui atau bahkan hanya sekedar teman buang s****a dari anak Anda,” sekarang suara Darvi sudah bernada sinis. “Atas nama anak saya, saya mohon maaf yang sebesar-besarnya,” akhirnya setelah lama tak ada yang berbicara, Bu Azkadinasera Maliq memberanikan diri meminta maaf pada keluarga besannya. “Maaf yang Anda ucapkan tak akan mungkin membasuh luka hati anak perempuan saya apalagi ibunya yang sangat terluka karena anak gadis yang dia percayakan pada anak Anda dibuat sebagai keset kaki olehnya.” “Jadi saya sebagai orang tua Inesh memutuskan hubungan pernikahan Inesh dan Athrav segera diakhiri saja. Surat cerai akan diurus oleh Dhana sebagai ahli hukum satu minggu setelah Inesh melahirkan. Kami pamit,” Darvi langsung berdiri diikuti oleh kedua anaknya. ≈≈≈≈≈≈≈ “You are so sweet,” desah Athrav saat dia selesai menembakan cairan bukti kejantanannya pada perempuan di bawahnya. Tubuh keduanya naked dan penuh peluh. Diciumi bibir tebal perempuan yang sekarang mulai bisa mengimbangi permainan panasnya walau mereka baru melakukannya dua hari ini. Kemarin pagi Athrav baru berhasil membobol perawannya di kamar kost gadis itu saat Athrav menjemput untuk mengantarnya bekerja, dan sejak pagi tadi entah sudah berapa kali dia melakukannya tanpa bosan. Athrav tak kerja dan malam ini mereka akan menginap di penginapan murah ini karena Inesh tidak akan pulang jadi dia bisa menginap dengan Shinta, gadis manis yang baru dikenalnya saat dia beli pulsa di counter dekat showroom tempatnya bekerja. “Kanda beneran akan menikahiku kan bulan depan?” rengek Shinta sambil masih terengah akibat pergulatan panas mereka, saat ini bahkan ju-nior Athrav masih berada dalam tubuhnya. “Iya Dinda, tunggu waktu kosong kita ke kampungmu untuk melamarmu ya,” bujuk Athrav, dia mulai merasakan ju-niornya kembali mengeras karena Shinta bergerak-gerak di bawah tubuhnya. Namun didengarnya HP nya berdering. Dilihatnya nomor HP abinya memanggil. Diperlihatkannya nama pemanggil pada Shinta dan dia meletakkan telunjuknya di bibir Shinta, dan dikecupnya bibir Shinta sekilas sebelum dia menerima panggilan telepon abinya tersebut. “Assalamu’alaykum Bi,” sapa Athrav sambil tangan kirinya memainkan bukit kembar Shinta. “Kamu di mana?” balas sang abi tanpa membalas salam dari Athrav.
Bacaan gratis untuk pengguna baru
Pindai untuk mengunduh app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Penulis
  • chap_listDaftar Isi
  • likeTAMBAHKAN