1. [Rumit]
Seorang gadis dengan rambut hitam sepunggung dan mata coklat yang jernih, sedang menggenggam sebotol air mineral di tepi lapangan. Panas matahari tidak membuat semangatnya untuk memberikan minum kepada kekasihnya berkurang. Gadis itu menunggu dengan senyum manis dan sedikit rasa cemas. Ia takut kejadian tak mengenakkan yang terjadi tempo hari terulang lagi.
"Lili," panggil seseorang, dan gadis yang di panggil Lili itu menoleh.
Gadis berambut sebahu sedang berlari menghampirinya. Lili tersenyum saat melihat sahabatnya kelelahan karena berlari. Rambut pendeknya menjadi lepek karena keringat. Namun hal itu tidak mengurangi kecantikannya.
"Lo masih mau ketemu sama Zaki?" Tanya gadis itu dengan napas yang masih tersenggal. Lili melihat ke arah lapangan yang sedang dipenuhi dengan anak basket. Menatap lekat kekasihnya yang berada di sana.
"Ini salah gue Yol, dan gue bakal perbaiki kesalahan gue." Jawab Lili dengan senyum manis. Gadis yang di panggil Yola itu ikut menatap ke arah lapangan.
Tatapannya terkunci kepada lelaki tampan yang sedang mendrible bola lalu mengopernya. Rambut coklatnya basah karena keringat, begitu pula bajunya, yang semakin membuatnya terlihat tampan. Lelaki itu adalah Zaki, murid paling dingin dan bermulut pedas seantero SMAN Persatuan. Meski memiliki reputasi yang buruk, Zaki tetap menjadi idola para kaum hawa.
Yola tersenyum tipis, saat melihat Zaki tersenyum kepada temannya karena berhasil mencetak poin. Yola tau ini salah, seharusnya ia tidak memiliki perasaan yang sama. Zaki adalah milik sahabatnya. Tapi apalah daya, rasa itu tetap muncul. Rasa nyaman dan bahagia bila bersama Zaki, atau lebih tepatnya cinta.
Yola dan Zaki memang sering bersama sejak Lili yang hilang entah kemana. Meskipun Yola tau bahwa dirinya hanya pelarian, namun Yola tetap senang berada di dekat Zaki. Terkadang Yola kesal, kenapa Lili harus kembali saat dirinya sudah nyaman dengan Zaki. Namun perasaan itu harus ia tepis sejauh mungkin karena Lili adalah sahabatnya.
"Yol, Yola!" Panggil Lili sambil mengibaskan tangannya di depan wajah Yola yang sedang melamun. Yola mengerjapkan matanya berkali-kali lalu menoleh.
"Eh. Itu Zaki sudah selesai main basketnya," ucap Yola mengalihkan perhatian Lili. Lili sontak menoleh ke arah lapangan, senyum indahnya mengembang.
"Gue ke sana dulu ya," ucap Lili yang dibalas anggukan oleh Yola.
Lili menghampiri Zaki yang sedang duduk di pinggir lapangan dengan teman basketnya yang lain. Ia datang dengan senyum manis, membuat teman-teman Zaki bersiul menggoda. Ia berhenti di depan pemuda tampan yang tengah dipenuhi oleh keringat, menunduk untuk menatap Zaki.
"Nih buat kamu, pasti kamu haus," ucap Lili seraya menyodorkan sebotol air mineral ke Zaki. Zaki hanya melirik sekilas lalu berdecih. Ia mengambil paksa botol itu dari tangan Lili lalu beranjak berdiri.
Lili tersenyum senang saat Zaki mau mengambil minumannya. Meskipun Zaki mengambilnya dengan kasar dan tanpa mengucapkan sepatah kata apapun setelah itu, hal itu sudah membuatnya senang. Saat ia hendak melangkah untuk mengikuti langkah Zaki, ia tiba-tiba saja membeku sambil menatap lekat Zaki.
Zaki membuang minuman pemberiannya ke tempat sampah. Tanpa membuka ataupun mencicipi minuman itu sedikitpun. Lebih kejamnya lagi, dia malah mengambil salah satu minuman murid perempuan yang sama sekali tidak Lili ketahui siapa itu. Dan sontak saja, perbuatan Zaki membuat murid itu memekik kesenangan.
Lili hanya memandang kepergian Zaki, sampai Zaki sudah tidak lagi terlihat dari pandangannya, ia baru bisa menghembuskan napas beratnya perlahan. Hatinya terasa teriris. Namun lagi-lagi, ia hanya bisa menghela napas, menutupi rasa sakitnya dengan senyum. Ia menahan sekuat mungkin rasa sesak dan air mata yang mungkin sebentar lagi akan tumpah.
"Sabar ya Li, lu kan tahu sendiri Zaki memang nggak punya akhlak. Mending sama gue aja." Hibur Bima, sahabat karib Zaki. Lili hanya tersenyum tipis lalu berlari menuju toilet, sebelum ada yang melihat air matanya tumpah.
Yola yang sedari tadi memperhatikan Lili kini menunduk sedih. "Maafin gue Li. Gue memang jahat, dan gue nggak pantas jadi sahabat lo." gumam Yola lalu melangkah menuju taman belakang. Menemui seseorang yang sudah mempunyai janji dengannya.
Sedangkan Lili, sedang membasuh wajahnya di wastafle. Ia memperhatikan wajahnya di cermin dan menghembuskan napas kasar. Itu tadi hanyalah hal kecil, dan Ia tidak ingin menangis karena hal itu. Ada hal yang lebih menyakitkan, bahkan membuat hatinya tercabik-cabik.
Satu bulan lalu.
"Kemana aja lo selama ini? Lo menghilang gitu aja terus seenaknya lo muncul di depan gue. Lo nggak punya malu hah?!" Bentak Zaki dengan suara yang sangat lantang, membelah keheningan di malam itu.
Mata Lili membulat sempurna,itu adalah kali pertama Zaki membentaknya. Zaki memang orang yang pemarah, tapi ia sama sekali tidak pernah marah kepada Lili apalagi membentak. Sikapnya dan juga tutur katanya selalu saja lembut.
"Lo kira gue mainan lo yang dengan seenaknya lo telantarin gitu aja?" Bentak Zaki lagi. Lili memejamkan matanya menahan segala rasa sakit yang sedang ia rasakan.
"Ma---"
"Kata maaf lo udah basi!" potong Zaki lalu melangkah meninggalkan Lili yang sedang berdiri mematung memandangi kepergiannya. buliran kaca sudah membasahi pipi Lili. Ia jatuh terduduk di atas hamparan rumput hijau, menunduk dan mengepalkan tangannya erat.
Ini semua bukan kemauannya. Lili pergi bukan tanpa alasan. Ia pergi tanpa mengabari Zaki karena ia tidak ingin membuat Zaki khawatir. Namun saat ia kembali, bukan ini yang ia harapkan. Bukan bentakan dan hinaan dari Zaki. Tapi Lili justru mendapatkan semua ini.
Rasa sesak melingkupi dadanya. Lili menutup wajahnya dengan telapak tangan, menumpahkan kepedihan yang sedari tadi ia tahan. Menyalurkan segala rasa sakit yang mulutnya tak mampu katakan. Rasa sakit yang bahkan tidak pernah ia bayangkan sekali pun.
Lili membasuh wajahnya sekali lagi. Mencoba menghilangkan bayang-bayang menyedihkan itu. Ia menatap cermin sekali lagi dan menghembuskan napas perlahan.
"Meskipun ini menyakitkan, tapi aku akan terus berusaha. Sampai nantinya aku sudah berada di titik terlelah," gumam Lili, lalu keluar dari kamar mandi dengan langkah gontai.
Kepalanya terasa pusing, tapi rasa sakit di kepalanya tidak sebanding dengan rasa sakit di hatinya. Bayangkan saja, orang yang kau cintai memperlakukan mu dengan buruk, bahkan saat status mu masih menjadi kekasihnya.
Sedangkan di tempat lain, Yola melangkah mendekati seseorang yang sedang duduk di salah satu kursi taman. Ia memandanginya dari belakang, menimang-nimang apakah tindakannya ini benar.
"Zak!" Panggil Yola lalu duduk di sebelah Zaki.
Zaki tidak menjawab panggilan Yola, bahkan melirik saja tidak. Ia menatap ke arah depan dengan pandangan kosong dan juga wajah datar. Yola menatap Zaki nanar.
"Gue tau lo suka sama gue," ucap Zaki yang masih menatap lurus ke depan. Yola sontak membelalakkan matanya.
"Mak---"
"Lo gak perlu banyak tanya. Gue cuma mau bilang, lo harus jadi pacar gue." ucap Zaki lalu menoleh ke Yola.
Yola seketika membeku. Ia bingung harus senang, atau marah. Disatu sisi ia tidak ingin menghianati sahabatnya, tapi disisi lain hal itu juga kesempatan emas, akhirnya perasaannya terbalas. Namun Yola tidak ingin salah mengambil keputusan, ia mencoba untuk berpikir jernih.
"Lo gila apa, lo tuh masih belum putus sama Lili. Dan gue nggak mau ngehianatin Lili. Seenggaknya putusin Lili dulu." ucap Yola.
Yola sangat bingung, Zaki tidak bisa di tebak. Dan Zaki sudah sangat berubah, dia sudah menjadi iblis. Namun entah mengapa, meskipun tahu tabiat Zaki yang jauh dari kata manusiawi. Yola masih tetap menyukainya, bahkan sangat menyukainya.
Zaki tersenyum miring, ia berdecak sambil menggelengkan kepala. Ia menyisir rambut coklatnya ke belakang, lalu menyandarkan punggung di kursi taman.
"Gue nggak bakal mutusin Lili. Dan lo,"
Zaki menjeda ucapannya lalu menatap Yola yang sedang memandanginya lekat. Ia bangkit berdiri. Lalu menunduk menatap Yola yang sedang menatapnya dengan tatapan bingung.
"Lo jangan munafik. Pikirin tawaran gue baik-baik. Gue cuma ngasih lo waktu sampe pulang sekolah," lanjut Zaki lalu melangkah pergi.
Yola menunduk. Ia sangat bimbang, andai ia tidak mempunyai perasaan kepada Zaki. Mungkin ini akan lebih mudah. Di satu sisi Yola tidak ingin menghianati sahabatnya, dan di sisi lain, Yola tidak bisa membohongi perasaannya sendiri.
Yola menjambak rambutnya frustasi. Ia beranjak berdiri lalu melangkah meninggalkan taman. Ia masuk ke dalam kelas yang sedang ramai. Di antara keramaiaan kelas, Yola melihat Lili, sahabatnya yang sama sekali tidak terusik dengan keramaian saat itu. Ia menghembuskan napas kasar, rasanya sangat malu untuk menemui Lili. Ia melangkah mendekati Lili dan duduk di sebelahnya.
"Ehem," Yola berdeham. Tetapi Lili masih bergeming, ia masih menatap papan tulis dengan pandangan kosong.
"Ada mie ayam gratis!" Teriak Yola.
"Mana? Mana?"
Lili dengan berdiri lalu celingukan mencari mie ayam gratis seperti yang dikatakan Yola. Ia terdiam, sadar bahwa Yola menipunya. Ia menoleh ke arah Yola yang sedang menahan tawanya.
Saat melihat wajah kesal Lili, tawa Yola pecah seketika. Lili kembali duduk lalu menopang dagunya lasu. Yola menghentikan tawanya saat melihat wajah lesu Lili. Ia menatap lekat wajah Lili, menimang-nimang tawaran Zaki tadi.
Melihat wajah polos Lili dan tingkah konyolnya membuat Yola semakin bingung. Jika ia mengambil langkah yang salah, maka semuanya akan hancur dalam sekejap. Ia tidak akan pernah bisa melihat wajah dan senyum polos Lili lagi. Mungkin ia hanya bisa melihat wajah datar dan tatapan benci dari Lili.
Yola menggelengkan kepalanya pelan, mencoba menghilangkan bayang-bayang mengerikan itu. Ia berdecak sebal lalu menjatuhkan kepalanya di atas meja. Ia memejamkan matanya sejenak mencoba menghilangkan bingung yang sedang melandanya, mungkin saat membuka mata ia akan mendapat jawaban atas kebingungannya.
"Bangun woy! Malah tidur," ucap Lili sambil mengguncangkan tubuh Yola.
Yola mengangkat kepalanya, ia hanya diam menatap ke depan dengan wajah cengo. Lili memiringkan kepalanya bingung melihat Yola. Yola berdecak lalu mengacak rambutnya sampai berantakan. Membuat mulut Lili terbuka lebar saat melihat tingkah aneh Yola.
Lili menggelengkan kepala dan menormalkan ekspresinya. "Lo kenapa Yol?" Tanya Lili. Yola menoleh ke Lili dan menatapnya lekat. Rasa bingung itu kembali hadir, Yola tidak tau harus berbuat apa. Rasanya Yola ingin hilang di telan bumi saat itu juga.
"Gapapa," jawab Yola lesu. Dahi Yola berkerut kala menyadari bahwa hanya ada Lili dan dirinya yang berada di kelas. Ia melirik ke arah jam tangannya, ternyata ini sudah memasuki jam pulang sekolah.
"Lo tadi ketiduran dan kebetulan Pak Hasan nggak masuk, jadi kita free," ucap Lili seolah mengerti isi pikiran Yola. Yola menganggut-manggut, lalu terhenti karena dia mengingat sesuatu. Jika ini sudah memasuki jam pulang sekolah, berarti Yola harus memberi jawaban atas tawaran Zaki. Dan ia masih belum tau apa jawabannya.
"Eh gue pulang dulu ya, udah di jemput Bang Iki." ucap Lili dan menyampirkan tasnya ke punggung lalu melangkah keluar kelas.
Lili berjalan dengan pikiran yang masih tertuju pada Zaki. Langkahnya terhenti kala melihat Zaki berjalan ke arahnya. Ia menatap Zaki dengan tatapan berbinar, perasaan senang melingkupi hatinya. Ia berharap Zaki akan berdiri di hadapannya lalu menariknya ke dalam pelukannya. Seperti dulu.
Tapi harapannya hancur seketika saat Zaki melewati Lili begitu saja bahkan tanpa melirik. Ia menghembuskan napas perlahan mencoba mengurangi rasa sesak yang sedang dirasakannya. Sepertinya ia harus membiasakan diri dengan setiap rasa sakit yang semakin dalam tiap harinya. Tapi air matanya meluncur begitu saja membasahi wajah Lili. Ia menghapus air matanya kasar, lalu menoleh ke belakang dan menatap punggung Zaki dengan nanar.
Drtt...drtt...drtt....
Ia mengambil ponsel dari saku seragam dan segera mengangkatnya. Terpampang nama Bang Iki di layar telponnya. Lili menoleh ke belakang, mendesah kecewa saat Zaki sudah menghilang dari lorong itu. Ia menggeser tombol hijau dan melanjutkan langkahnya.
Yola menatap dalam Zaki yang sedang berdiri di ambang pintu kelasnya. Ia menghembuskan napas kasar dan berdiri dari duduknya, berjalan menghampiri Zaki lalu berdiri di depannya.
"Gimana?" Tanya Zaki dengan tatapan dingin.
Yola menunduk dan tak berani menatap Zaki. Zaki tersenyum miring, lalu dia memegang dagu Yola sehingga gadis itu menatapnya. Zaki tersenyum manis ke arah Yola yang membuat pikirannya hanya dipenuhi oleh Zaki. Ia mendekatkan wajahnya ke wajah Yola lalu berbisik.
"Ikutin apa kata hati lo," bisik Zaki.
Sapuan napas hangat Zaki di telinganya, membuat Yola kehilangan akal. Yola semakin tergila-gila kepada Zaki. Hati dan pikiran Yola kini hanya di penuhi oleh Zaki. Sampai ia melupakan fakta bahwa Zaki adalah milik sahabatnya.
Ia menatap Zaki, terpaku pada bola mata coklat Zaki yang begitu indah. Ia seolah tersihir dengan tatapan hangat dan juga ucapan manis Zaki. "Ya gue mau jadi pacar lo," ucap Yola masih dengan menatap Zaki.
Zaki menjauhkan tubuhnya dari Yola, lalu menyeringai licik. "Bagus. Mulai sekarang lo bakal bantuin gue buat Lili menderita," Seketika Yola terhempas ke dunia nyata lagi. Yola membelalakkan mata terkejut, menatap Zaki marah.
"Lo keterlaluan Zaki. Lili itu tulus sama lo dan lo ngehiananti Lili!" Teriak Yola penuh amarah. Ia tahu bahwa ia memang tak pantas menjadi sahabat untuk gadis sebaik Lili, karena ia telah menghiananti Lili. Tapi Yola juga tidak terima jika Lili di jelek-jelekkan apalagi di cap jelek tanpa alasan.
"Lo jahat Zak. Apa salah Lili?!" Teriak Yola lagi.
Zaki tersenyum miring sambil menggeleng-gelengkan kepalanya. "Salah Lili? Salah Lili adalah pergi seenaknya dan buang gue gitu aja. Lo tau Lili kemana aja selama ini? Lo tau rasanya ditinggal gitu aja sama orang yang lo cinta?!" Jawab Zaki dengan berteriak dan amarah yang menggebu-gebu.
"Tapi Lili cinta sama lo dan lo juga masih cinta sama Lili!" balas Yola dengan mata yang mulai berkaca-kaca.
Zaki mengepalkan tangannya erat. "Ya. Gue masih cinta sama Lili, bahkan cinta banget. Puas lo?" Jawab Zaki dengan suara lantang. Dan tak terasa air mata Yola lolos. Zaki mengusap wajahnya kasar mencoba meredam emosinya yang meluap karena Yola.
"Dan inget. Lo udah jadi pacar gue. Lo emang sahabat terbaik Lili," Sindir Zaki lalu berlalu meninggalkan Yola yang berdiri mematung. Ini semua terlalu membingungkan juga menyakitkan bagi Yola.
Jika Zaki masih mencintai Lili. Mengapa ia menyuruh Yola untuk menjadi pacarnya? Dan apa Yola di mata Zaki? Pelarian? Atau hanya perantara untuk balas dendam? Zaki sudah menghancurkan segalanya. Menghancurkan cintanya, hantinya, bahkan persahabatannya.
Yola langsung berjongkok dan memegangi kepalanya. Menuduk, air matanya mengalir dengan deras. Mulai detik itu, semuanya sudah berubah, semuanya tidak akan sama lagi. Ia sudah mengkhianati Lili. Dan ia juga sudah masuk ke dalam permainan yang Zaki buat. Permainan yang akan mempermainkan perasaannya dan Lili.