Bab 1

1604 Kata
Riana berjalan keluar dari Bandar Udara Internasional Changi singapura dengan menenteng dua koper besarnya. Ia tersenyum bahagia saat melihat keindahan kota yang masuk ke dalam pandangannya. "Akhirnya aku sampai di Singapura," gumam Riana begitu bahagia. Ia kemudian melihat ke kanan dan kiri karena kebingungan di mana ia bisa menemukan Halte Bus untuk pergi menuju apartemen yang sudah ia sewakan untuk satu tahun penuh sebelum datang ke Singapura. Ia memilih merogoh saku celananya mencari ponsel miliknya. Riana segera membuka aplikasi google untuk melihat dimana letak halte bus dan bus mana yang bisa ia gunakan untuk pergi ke daerah apartemennya. Setelah menemukan jawabannya, Riana segera berjalan menuju halte bus terdekat untuk berangkat menuju apartemen yang ia sewakan. Ia sebenarnya ingin naik taksi karena barang bawaannya cukup banyak dan pasti akan sangat sulit saat menaiki bus nanti. Tapi setelah melihat harga taksi yang begitu mahal, Riana memutuskan tetap menaiki Bus. Tidak apa berjuang sedikit memikul dua koper besar ini, asalkan ia bisa menghemat uangnya yang cukup pas-pasan saat ini. Sampai di halte Bus cukup banyak orang yang mengantri untuk naik juga. Sambil menunggu Riana memutuskan memeriksa berbagai macam tempat bagus di Singapura dan restoran-restoran dengan makanan yang enak. Ia akan jalan-jalan sedikit di Singapura saat sudah mendapatkan uang beasiswa bulan depan. Bus yang ditunggu sudah datang, dengan susah payah Riana mengangkat kedua kopernya masuk ke dalam Bus. "Hallo," sapa Riana pada sopir Bus yang menatapnya. Riana segera mengeluarkan beberapa lembar uang yang sudah ia tukar di Bandara tadi kemudian menyerahkannya pada Sopir Bus. Ia lalu berjalan perlahan untuk mencari tempat duduk. Sepanjang perjalanan ia terus saja menatap kagum melihat kondisi kota yang begitu rapi, bersih dan indah. Setelah kegiatan penerimaan mahasiswa baru di kampusnya selesai, ia berjanji akan pergi berjalan-jalan sepuasnya menelusuri seluruh kota. Riana kemudian membuka aplikasi chat yang menampilkan chat nya dengan pemilik apartemen yang ia sewakan selama tinggal di sini untuk melihat alamat apartemennya. Seminggu yang lalu ia terlambat membuka email dan baru tahu bahwa kegiatan penerimaan mahasiswa baru di kampusnya sudah akan dilaksanakan. Dengan terburu-buru Riana mencari apartemen yang bisa ia sewakan dengan harga murah menggunakan uang tabungan yang selama ini ia kumpulkan dari beasiswanya saat mengenyam pendidikan S1 di Universitas Indonesia. Begitu lega dirinya saat berhasil menemukan sebuah apartemen bagus yang tidak begitu jauh dari kampusnya Singapore National University. Walaupun harus tinggal dengan orang lain Riana tidak begitu mempermasalahkannya, karena apartemen itu cukup luas dengan dua kamar sehingga tidak akan mengganggu satu sama lain. Setelah dua puluhan menit lamanya perjalanan Riana tiba di tempat tujuannya,ia segera berjalan turun dari bus. Riana beberapa kali membaca alamat yang ada di ponselnya kemudian berjalan perlahan melihat sekitar. Merasa kesulitan menemukan gedung apartemennya, ia terpaksa mencoba bertanya pada orang sekitar. "Halo, Apa anda tahu alamat ini?" Tanya Riana menggunakan bahasa Inggris pada seorang wanita yang berdiri tidak jauh darinya. Untungnya wanita tersebut mengetahui alamat yang ditunjukkan Riana, ia segera mengarahkan Riana bagaimana untuk tiba di gedung apartemen tersebut. Setelah mengucapkan terimakasih Riana segera berjalan sambil menarik kedua koper besar miliknya. Ia menyeka keringat di dahinya dan menarik nafas yang terasa berat karena kelelahan. Melihat ada sebuah bangku kecil di pinggir jalan, ia memutuskan duduk di sana kemudian membuka tas kecil di belakang punggungnya untuk mengambil botol air mineral yang ia bawa dari dalam pesawat. Riana meneguk habis isi air di dalam botol karena begitu kehausan. Ia kemudian mengambil dompetnya dan melihat foto polaroid yang menampilkan dirinya sedang menangis di pinggir pelabuhan. Riana tersenyum melihat foto itu. Foto itu diambil oleh orang misterius yang bahkan wajahnya tidak ia ketahui, tapi Riana yakin ia adalah pria yang tampan seperti kata anak kecil yang memberikan foto polaroid ini. Selama satu tahun foto polaroid dan tulisan di belakangnya menjadi penyemangat bagi Riana saat menghadapi kesulitan. Riana kemudian kembali merogoh tasnya dan menemukan satu bungkus besar permen mint rasa lemon yang ia ikat dengan karet gelang. Ia kemudian membuka bungkusan tersebut lalu mengambil satu bungkus kecil permen untuk ia makan, ini adalah permen yang sama yang diberikan pria misterius itu pada Riana bersama foto polaroid tersebut. Sekarang Riana jadi memiliki kebiasaan untuk memakan permen ini minimal satu kali sehari. Merasa sudah selesai beristirahat, Riana segera membereskan beberapa barang yang ia keluarkan dari dalam tas, kemudian kembali berdiri siap melanjutkan perjalanan untuk mencari gedung apartemen yang ia sewakan. Sepuluh menit lamanya berjalan kaki, pandangan Riana tertuju pada sebuah gedung apartemen yang tidak begitu besar namun terlihat rapi dan nyaman. "Akhirnya nemu juga," gumam Riana senang. Rasa lelahnya karena berjalan kaki begitu lama seketika langsung hilang. Sampai di depan lobby gedung Riana menyerahkan Kartu Identitasnya pada Satpam. Untungnya pemilik apartemen sudah menelpon satpam memberitahukan tentang kedatangan Riana sehingga satpam hanya perlu memeriksa kartu identitasnya untuk memastikan bahwa Riana orang yang dimaksud pemilik apartemen tersebut. Setelah dipersilahkan masuk oleh Satpam, Riana dengan semangat langsung berjalan masuk ke dalam gedung apartemen menuju lift. Ia dengan semangat menekan tombol lantai lima untuk pergi ke unit apartemennya. Dalam hati Riana terus berdoa, berharap bahwa teman apartemennya adalah orang yang tenang, tidak suka berisik, tidak suka terlalu sering mengundang teman ke apartemen, bersih dan yang pasti tidak suka mencampuri urusan orang lain. Lift tiba di lantai lima tempat tujuannya. Dengan susah payah Riana menarik kedua koper besarnya keluar dari dalam lift, ia segera berjalan melihat sekitar berusaha mencari unit apartemen nomor 112. Kali ini ia bernafas lega karena akhirnya berhasil menemukan apartemen yang ia sewa. Riana segera berjalan menuju pintu bertulis angka 112 lalu mengetuk pintu itu dengan semangat sambil tersenyum manis agar memberi kesan yang baik dengan teman apartemennya nanti. Senyum Riana seketika luntur saat pintu apartemen tersebut terbuka dan menampilkan seorang pria muda dari balik pintu tersebut. Riana kembali melihat ke arah pintu memastikan nomornya yang memang tertulis 112. "Kok Cowok?" Tanya Riana sedikit menjerit karena terkejut. Pria muda itu juga menatap Riana kebingungan. ***** Riana duduk gelisah di sofa ruang tengah apartemen sambil meremas kedua tangan di pangkuannya merasa begitu kebingungan saat ini. Pria yang membukakan pintu untuknya saat ini sedang berjalan mondar mandir sambil berbicara dengan seseorang di telpon. "Nggak bisa gitu Kak, Gue cowo dan dia Cewe," ujar Pria itu kepada orang di sebrang teleponnya. "Dia pasti nggak nyaman lah Kak. Lo harusnya sebelum transaksi jelasin dulu yang tinggal di apartemen ini jenis kelaminnya apa." Riana semakin menunduk mendengar nada bicara pria itu yang tampak begitu kesal saat ini. Pria itu memutuskan sambungan telepon kemudian menatap Riana yang duduk sambil menunduk. Ia kemudian duduk di sofa menghadap Riana. "Sebelumnya siapa nama kamu?" Tanya pria itu pada Riana. Riana mengangkat wajahnya menatap pria itu. Ia terlihat masih muda, mungkin usianya tidak jauh dari Riana. Kulitnya sawo matang dengan tubuh tinggi, wajahnya memiliki rahang tegas, hidung mancung, alis tebal serta ada satu lesung pipi di bagian kiri. Riana segera menggeleng kencang kepalanya karena bisa-bisanya memuji ketampanan pria itu di saat genting seperti ini. "Nama saya Riana Alma Reswa, panggil aja Riana," jawab Riana setengah berbisik karena gugup. "Oke Riana, kenalin nama saya Rangga. Sebelumnya saya mau minta maaf karena kakak sepupu saya sama sekali tidak memberitahukan kalau apartemen ini dihuni oleh saya adik sepupunya bukan dia. Kalau kamu ngerasa nggak nyaman kamu bisa mencari apartemen lain untuk ditinggali, untuk uang p********n kemarin mungkin nggak bisa dikembalikan langsung oleh kakak saya karena sudah ia gunakan dan hanya bisa dikembalikan setelah dua atau tiga bulan lagi. Bagaimana?" Riana terdiam mendengar penjelasan pria bernama Rangga ini. Masalahnya uang yang ia gunakan untuk membayar sewa adalah uang tabungannya selama empat tahun, ia sudah tidak memiliki uang lagi untuk mencari apartemen lain untuk ditinggali. Apalagi besok lusa ia sudah harus masuk kampus untuk acara penerimaan Mahasiswa Baru. "Aku nggak punya uang buat nyewa tempat lain sekarang," bisik Riana yang masih bisa di dengar oleh Rangga. Rangga terlihat memijat dahinya ikut kebingungan saat ini. Melihat pria itu kebingungan Riana juga ikut kebingungan karena tidak tahu harus bagaimana. Rangga kemudian mengambil sesuatu dari saku celananya yang ternyata adalah sebuah dompet. Ia kemudian mengeluarkan sebuah kartu yang diletakkan di meja untuk dilihat Riana. "Ini kartu identitas saya dan ini kartu mahasiswa saya. Kamu bisa memegangnya untuk sementara berjaga-jaga jika kamu takut saya adalah orang jahat," ujar Rangga. Riana menatap terkejut pada pria itu. "Nggak usah repot-repot." "Buat ketenangan kamu aja. Saya menawarkan kamu untuk tinggal di sini sementara selama dua atau tiga bulan, sampai Kakak sepupu saya bisa mengembalikan uang kamu untuk mencari apartemen lain," jelas Rangga. Riana terdiam sambil menatap kedua kartu yang ada di atas meja. Saat ini dia benar-benar tidak memiliki pilihan apapun. Jika tidak tinggal di sini ia mau tinggal dimana lagi? Setelah cukup lama berpikir Riana akhirnya mengangguk menyetujui perkataan Rangga. Membuat pria itu ikut bernafas lega. "Itu kamar yang akan kamu tempati," ujar Rangga menunjuk ke arah sebuah pintu. "Setiap kamar punya kamar mandi masing-masing, jadi kamu tidak perlu merasa takut." Rangga kemudian meletakkan dua buah kunci yang terpasang dalam satu gantungan. "Ini kunci apartemen dan kunci kamar kamu. Jika kamu merasa takut kamu bisa mengunci kamarmu saja setiap malam," jelas Rangga. Riana menerima kunci tersebut sambil tersenyum canggung pada pria di hadapannya. Rangga kemudian berdiri sambil meraih sebuah kunci mobil, "Saya harus keluar sebentar. Kamu bisa melihat-lihat sendiri apartemen ini kan?" Tanya Rangga Riana mengangguk. Rangga tersenyum lega kemudian berjalan keluar dari apartemen tersebut. Setelah kepergian Rangga, Riana segera meraih dua kartu di atas meja dan memperhatikan kartu tersebut. Pria bernama Rangga itu ternyata berusia 25 tahun dan merupakan mahasiswa di kampusnya juga. Ia segera memasukkan kedua kartu itu ke dalam dompetnya agar tidak hilang kemudian ia berdiri dan menarik dua koper besarnya menuju kamar. Sementara ia akan tinggal di apartemen ini dulu. Melihat Perlakuan Rangga, ia rasa pria itu tidak akan melakukan tindak kriminal padanya.
Bacaan gratis untuk pengguna baru
Pindai untuk mengunduh app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Penulis
  • chap_listDaftar Isi
  • likeTAMBAHKAN