Riana saat ini terlihat begitu asyik membaca beberapa jurnal ilmiah internasional tentang Manajemen Bisnis di dalam kamarnya. Dua hari lagi memang dirinya akan ke kampusnya, namun bukan untuk memulai perkuliahan melainkan hanya untuk acara penerimaan Mahasiswa baru. Walau perkuliahannya masih beberapa minggu lagi baru dimulai, ia tetap merasa perlu belajar dari sekarang agar saat mulai perkuliahan nanti dirinya sudah sedikit memahami materi yang akan diberikan oleh dosen nanti. Semakin cepat dirinya memahami materi, tentu penilaian dosen pasti akan semakin baik tentang dirinya.
Setelah dua jam lamanya belajar, Riana akhirnya meregangkan badannya yang terasa begitu pegal karena sudah terlalu lama duduk di kursi dengan posisi yang sama. Selain itu suara perutnya yang tiba-tiba berbunyi membuat semangat belajarnya tiba-tiba lenyap karena rasa lapar. Ia menatap ragu ke arah pintu kamarnya yang tengah tertutup rapat saat ini.
"Rangga sama temennya masih di luar nggak ya?" gumam Riana bertanya-tanya. Ia melihat jam di ponselnya yang menunjukkan sudah pukul sembilan malam, yang membuat dirinya menyadari bahwa ia sudah menghabiskan dua jam lamanya untuk belajar.
Riana terdiam sambil berusaha mendengar suara dari luar, namun sama sekali tidak ada suara yang terdengar. Keadaan di luar kamar Riana terdengar begitu sepi seakan seperti tidak ada orang sama sekali.
"Apa aku coba keluar aja? Siapa tahu mereka udah nggak ada di luar."
Karena sudah tidak bisa menahan rasa laparnya, Riana akhirnya memutuskan untuk bangun dari duduknya dan berjalan dengan ragu menuju pintu. Ia membuka pintu kamarnya perlahan lalu hanya mengeluarkan kepalanya untuk mengintip keluar berharap sudah tidak ada orang di ruang tengah. Gadis itu langsung bernafas lega begitu mendapati ruang tengah apartemen yang kosong saat ini, menandakan bahwa tidak ada orang sama sekali.
"Kayanya si Feno itu udah pulang dan Rangga udah masuk kamarnya," ujar Riana pada dirinya sendiri sambil tersenyum senang.
Ia segera keluar dari kamarnya dan berjalan mengendap-endap menuju dapur. Sampai di dapur Riana langsung membuka kulkas sambil berpikir harus memasak apa untuk makan malamnya hari ini.
"Kalau aku masak jam segini, takutnya suara masakanku ngenganggu lagi," gumam Riana yang takut jika nanti dirinya membuat Rangga merasa tidak nyaman.
Ia segera menutup kembali pintu kulkas kemudian berjalan menuju salah satu lemari yang ada di dapur tempat ia menaruh beberapa stok mie instan yang dibelinya tadi di supermarket. "Mending masak mie instan aja, suaranya kan nggak bakal terlalu berisik."
Riana segera berjalan menuju kompor dan merebus air untuk memasak mie instan. Ia membuka ponselnya sambil menunggu air yang dimasaknya mendidih. Ternyata begitu ponselnya dinyalakan ia menemukan bahwa ada pesan masuk dari Ibunya.
From Ibu:
Gimana nak udah sampai? Kamu aman-aman aja kan di sana? Teman satu apartemen kamu baik nggak?
Riana terdiam membaca pesan dari Ibunya ini. Ia tidak mungkin mengatakan bahwa dirinya saat ini tinggal satu apartemen bersama seorang Pria, Ibunya pasti akan sangat khawatir nantinya dan berpikiran macam-macam.
To Ibu :
Aku udah sampai dari tadi siang Bu. Semuanya aman aja kok, teman apartemenku juga baik banget orangnya.
Riana membaca pesan yang ia kirimkan pada Ibunya, ia setidaknya tidak benar-benar berbohong pada wanita yang melahirkannya itu. Walau tidak memeberitahukan bahwa dirinya tinggal bersama seorang pria, tapi memang benar Rangga bersikap baik padanya selama ini, alau tetap saja ia selalu merasa canggung setiap berada dekat dengan pria itu.
"Kamu sedang apa?"
Riana hampir saja menjerit karena terkejut mendengar suara itu. Ia segera berbalik dan menemukan Rangga yang berdiri di dekat pintu dapur dan tengah menatapnya saat ini. "Aku kira kamu udah masuk kamar," ujar Riana dengan nada gugup.
"Saya sedang merokok di balkon tadi," jawab Rangga sambil menunjuk ke arah balkon apartemen.
Riana mengangguk melihat arah yang ditunjuk pria itu. "Aku lagi masak mie buat makan," ujar Riana menjawab pertanyaan dari Rangga tadi.
"Saya lihat tadi siang kamu sudah makan mie instan, jangan terlalu dibiasakan. Saya tadi memesan makan malam lebih, lebih baik kamu makan itu saja," ujar Rangga sambil menunjuk ke arah bungkusan makanan yang ada di atas meja makan.
Setelah mengatakan itu itu Rangga segera berbalik dan berjalan masuk ke dalam kamarnya, meninggalkan Riana yang masih menatap canggung paanya.
Begitu Rangga menghilang di balik pintu, Riana langsung mematikan kompor yang tengah menyala dan meletakkan kembali satu bungkus mie instan ke dalam lemari. Ia kemudian berjalan menuju meja makan dan membuka bungkusan makanan yang diberikan Rangga untuk dirinya.
"Lumayan makan gratis," gumam Riana dengan perasaan senang.
Riana segera duduk di kursi dan mulai membuka bungkusan makanan-makanan tersebut. Setelah semua makanan sudah terbuka, barulah ia mulai menikmati makanan tersebut dengan lahap. Hari ini perutnya baru terisi oleh permen kesukaannya dan mie instan jadi tentu saja ia sangat kelaparan saat ini. Riana memiliki kebiasaan jika makan makanan yang terasa enak menurutnya, maka ia akan menggoyang-goyangkan tubuh dan kepalanya karena begitu menikmati makanan tersebut.
Pintu kamar Rangga kembali terbuka, membuat posisi duduk Riana langsung berubah tegak begitu melihat Rangga berjalan menuju dapur dengan memegang cangkir miliknya yang pernah dipakai Riana. Ia tersenyum canggung saat Rangga berjalan melewatinya yang sedang duduk di meja makan menuju ke arah kulkas.
Riana tetap terdiam tidak melanjutkan makan menunggu Rangga kembali masuk ke dalam kamarnya. Pria itu terlihat menuangkan air putih yang ada di botol ke dalam cangkir di tangannya kemudian meletakkan kembali botol air minum tersebut ke dalam kulkas lalu menutup pintu kulkas kembali. Begitu selesai Rangga segera berjalan untuk keluar dari area dapur.
Langkah Rangga terhenti di meja makan kemudian menatap Riana, membuat gadis itu menjadi sedikit gugup. Rangga memperhatikan makanan di atas meja makan yang sudah dimakan sebagian oleh Riana.
"Kenapa nggak dihangatkan dulu makanannya di microwave?" Tanya Rangga.
Riana terdiam karena bingung mau menjawab apa, ia tidak pernah dan tidak tahu cara menggunakan microwave. Selain itu dirinya juga sudah terbiasa makan makanan dingin maupun panas, jadi tidak masalah jika saat ini makanan yang ia nikmati ini dingin.
"Makan makanan dingin juga nggak masalah kok," jawab Riana sambil tersenyum canggung.
Rangga mengangguk sambil meminum air putih yang ada di dalam cangkir yang dipegangnya sambil menatap Riana. "Apa kamu takut dengan saya?" Tanya Rangga tiba-tiba.
Riana langsung menatap Rangga dengan pandangan tidak enak sambil menggeleng dengan cepat. "Nggak kok. Cuma canggung aja," jawabnya jujur.
"Saya mengerti, ini baru hari pertama kamu tinggal di sini. Saya juga kadang jarang pulang ke apartemen, jadi kamu bisa sedikit lebih nyaman nantinya. Tidak perlu merasa ragu untuk keluar dari kamar," ujar Rangga menjelaskan.
Riana mengangguk. "Iya," jawabnya.
"Kalau begitu saya masuk dulu."
Rangga kembali berjalan meninggalkan Riana di meja makan pergi ke arah kamarnya. Begitu pria itu masuk ke dalam kamar dan menutup pintu, Riana baru bisa menarik nafas lega.
Tatapan Rangga entah kenapa menurutnya begitu tajam dan mengintimidasi, walau pria itu bersuara pelan rasanya terdengar begitu tajam karena bernada datar. Riana belum pernah bertemu pria yang begitu kaku seperti Rangga, makanya ia merasa begitu canggung saat berada dalam satu ruangan dengan pria itu.
"Mungkin ini karena baru ketemu. Hari-hari berikutnya kayanya nggak bakal secanggung ini," ujar Riana pada dirinya sendiri.
Riana akhirnya melanjutkan kegiatan makannya yang tertunda tadi.
*****
Riana meregangkan tubuhnya di atas tempat tidur, ia membuka matanya perlahan dan tersenyum senang begitu melihat cahaya matahari pagi yang masuk melalui sela jendela kamarnya.
"Selamat pagi Singapura," ujar Riana dengan ceria.
Ia segera bangun dari pembaringannya dan turun dari kasur. Dengan penuh semangat Riana berjalan menuju jendela kamarnya dan membuka tirai jendela untuk melihat pemandangan kota di Singapura. View dari apartemennya ini cukup bagus walau hanya berada di lantai lima, ia bisa melihat kendaraan di jalanan yang berlalu lalang serta para pejalan kaki.
Riana masih tidak percaya bahwa saat ini dirinya benar-benar berada di luar negeri. Mimpinya untuk melanjutkan pendidikannya di luar negeri benar-benar tercapai saat ini. Ia segera mengatup kedua tangannya dan menutup mata.
"Semoga kehidupan aku di sini berjalan dengan lancar," mohon Riana.
Ia membuka matanya kembali dan menatap langit yang terlihat begitu cerah hari ini.
Riana segera berbalik lalu berjalan menuju meja belajarnya. Ia kemudian meraih tas ransel kecil miliknya mencari bungkusan permen lemon kesukaannya. Wajahnya merenggut sedih saat mendapati bahwa permennya hanya tersisa beberapa bungkus saja. Kemarin saat pergi ke supermarket ia tidak menemukan merk permen yang selalu ia makan ini dari setahun yang lalu.
"Nanti aku coba cari di supermarket lain," ujarnya. Ia segera mengambil satu bungkus permen itu dan langsung memasukkannya ke dalam mulut. Rasa manis dan asam yang bersatu di lidahnya membuat Riana tersenyum bahagia.
Riana segera berjalan menuju kamar mandi untuk melakukan rutinitas paginya yaitu mandi dan sikat gigi. Karena dirinya baru pergi ke kampus besok, jadi ia memutuskan hari ini akan berjalan-jalan saja di sekitar area kampus untuk melihat-lihat lingkungannya.
Hanya butuh waktu lima belas menit baginya untuk bersiap-siap. Ia memoleskan sedikit bedak di wajahnya serta memakai lip tint agar bibirnya tidak pucat, rambut hitam panjangnya ia biarkan tergerai dan ditutupi oleh topi putih miliknya. Tidak lupa ia memasukkan kabel data serta powerbank ke dalam ransel sebelum mengenakannya.
Setelah memastikan tidak ada yang tertinggal, Riana segera mengambil ponsel di atas meja belajarnya lalu berjalan keluar dari kamarnya. Saat keluar apartemen terlihat begitu sepi, ia duga Rangga pasti sudah pergi terlebih dahulu. Sebelum keluar dari apartemen ia menuju dapur dan membuka lemari penyimpanan untuk mengambil satu bungkus roti untuknya sarapan. Ia juga pergi ke tempat cuci piring meraih botol minuman yang baru dibelinya lalu ia isi air putih lalu memasukkan botol itu ke dalam ransel. Riana memutuskan untuk membawa botol minum agar tidak perlu membeli minuman nanti jika haus, dirinya harus benar-benar berhemat sampai ia sudah menerima uang beasiswa bulan depan.
Begitu semua sudah beres, ia segera berjalan menuju pintu dan keluar dari apartemen. Ia benar-benar akan menikmati hari ini dengan sangat baik.