Memoriam III: When He Got Another Attack

1696 Kata
Siang itu beberapa teman kantor Mas Hasbi; Mbak Hasna, Mas Choirul, Bu Farida, Mbak Maya, dkk. datang menjenguk. Jumlah mereka yang banyak, cukup untuk memenuhi satu bangsal. Mereka agak berisik sebenarnya. Syukurlah tidak ada suster yang sedang lewat. Kalau ada pasti kami diomeli.        Uhm ... sebenarnya aku tak enak pada pasien lain di kamar kanan kiri. Tapi mau bagaimana lagi? Tak ada yang dapat menghentikan keramaian acara temu kangen dalam pertemanan.        "Bi, makanya nanti dalem lambung kasih tulisan, 'tumor dilarang masuk!' Biar nggak pada masuk sembarangan!" celetuk Mas Choirul, disambut tawa semua orang.       "Atau beliin gembok aja, Bi! Dikunci yang rapet!" sahut Mbak Hasna.       "Atau kasih warning, 'awas anjing galak!' Mau deket - deket aja nggak berani, tuh!" timpal Mas Choirul lagi.        Seketika ruangan kembali riuh. Seperti pasar Setono Bethek yang super besar sudah berpindah ke mari. Tiap kali Mas Choirul dan Mbak Hasna sudah berduet banyolan, memang seperti inilah jadinya -- kacau dan ribut.        Menjelang Maghrib, akhirnya teman - teman Mas Hasbi pamit. Selain karena takut terlambat sholat, juga karena jam enam tepat nanti jam besuk sudah habis.        "Astaghfirullahaladzim!" pekikku. Disambut keterkejutan Ayah dan Ibu.       Mereka segera mengikuti arah pandangku pada piyama Mas Hasbi di bagian perut. Ada rembesan warna merah yang cukup banyak. Kulihat raut suamiku tengah menahan sakit. Pasti karena terlalu banyak tertawa, jadi ada jahitan yang terbuka. Aku segera menekan tombol emergency.        "Temen - temen kamu bikin kacau emang, Mas!" kata Ibu. Beliau terlihat khawatir. Ada amarah yang tersirat dalam ronanya.         "Hus, istighfar, Bu!" nasihat Ayah. "Niat mereka baik, pengin hibur Hasbi sama Adara."        Ibu diam mendengar nasihat Ayah. Meskipun amarah itu masih tersisa dalam rautnya.        Aku dan Mas Hasbi pun diam. Syukur lah ada Ayah yang menenangkan Ibu. Watak ibu mertuaku memang sedikit keras. Tapi hati beliau sangat baik. Aku mengerti, beliau sebenarnya tak bermaksud menyalahkan teman - teman Mas Hasbi. Beliau tersulut emosi, karena rasa sayang dan khawatirnya pada Mas Hasbi yang begitu besar.        Aku pribadi tak mau menyalahkan teman - teman Mas Hasbi. Benar kata Ayah, maksud kedatangan mereka adalah baik, untuk menghibur kami semua. Meskipun mungkin tingkah mereka sedikit berlebihan. Mereka pasti juga tak menyangka jika candaan mereka akan berakibat seperti ini.         ~~~~~ IMMDH - Sheilanda Khoirunnisa ~~~~~         Dua minggu pasca operasi, setelah cek kesehatan lengkap kembali dilakukan, setelah proses keringnya luka sayatan dianggap cukup untuk melanjutkan sisa pemulihan di rumah, juga saat suamiku telah cukup sehat untuk sekadar melakukan aktivitas kecil sendiri, akhirnya kami diizinkan pulang.        Rasa senang kami tak dapat diungkapkan besarnya. Kami benar - benar bersyukur. Setelah doa - doa dan usaha yang kami lakukan, Allah memberi jawaban yang sangat indah. Suamiku telah sembuh.       Ibu dan Ayah menemani kami di rumah beberapa hari. Membantuku merawat dan menyiapkan kebutuhan Mas Hasbi.        Suamiku pulih sepenuhnya sekitar satu bulan kemudian. Terakhir kontrol, kondisinya benar - benar sudah sehat. Dan ia sudah diperbolehkan melakukan aktivitas seperti dulu.        Mulai hari ini, Mas Hasbi akan masuk kantor. Sekarang aku sedang memasang perban untuk menutup bekas luka operasi. Aku duduk di tepian ranjang, sementara Mas Hasbi berdiri di hadapanku. Aku memberi salep di sekitar bekas jahitan Mas Hasbi, membalut dengan perban, lalu terakhir menutup dengan plester.        "Kemeja kamu mana, ya, Mas? Tadi kayaknya aku taruh situ," ucapku seraya menunjuk sisi kanan ranjang. Seingatku sehabis disetrika, kemeja itu aku letakkan di sana.        Mas Hasbi tertawa kecil. "Kamu capek banget ngurusin aku pasti, ya. Sampai lupa begitu. Tuh, kamu gantung di situ sama jas aku!" Mas Hasbi menunjuk kemeja dan jasnya yang kugantungkan di paku dalam dinding.        "Astaghfirullah, aku lupa!" Aku memukul kening karena kepikunanku sendiri. Sekarang aku ingat, memang kuletakkan di situ tadi.        Aku bergegas mengambil dan membawanya kembali pada Mas Hasbi. Pertama - tama aku membuka satu per satu kancing kemeja berwarna cream, bersiap untuk kupakaikan pada suamiku.        Ini sudah menjadi kebiasaan sejak kami menikah. Awalnya dulu aku malu. Tapi lama - lama terbiasa. Memang sudah tugasku sebagai istri untuk melayaninya. Selagi masih bisa, aku akan melakukan apa pun untuk Mas Hasbi. Mungkin nanti kalau kami sudah punya anak, aku tak akan punya waktu lagi untuk memasangkan bajunya seperti ini.        "Nanti kalau aku sudah sembuh total, kita bisa usaha keras lagi!" ucap Mas Hasbi sambil terkekeh.        Aku hanya mencubit lengannya. Ia memang selalu sesemangat itu. Wajar, sih. Setiap pasangan yang sudah menikah pasti mendambakan momongan. Kami tak henti - hentinya berdoa supaya segera diberi. Usaha pun telah kami lakukan. Selain usaha itu, juga usaha lain seperti mengikuti program kehamilan.       Mas Hasbi sehat, aku pun sehat. Tapi Allah memang masih ingin menguji kesabaran kami. Kadang aku bersusah hati. Namun kemudian aku sadar. Kami baru menunggu dua tahun. Masih banyak pasangan lain yang menunggu lebih lama.       "Istirahat, Sayang! Inget kata dokter, cukup istirahat bisa bikin Dedek - nya cepet jadi!" godanya sembari mengelus perut datarku.        Lagi - lagi aku mencubit lengannya. Kadang Mas Hasbi memang bisa jadi senakal ini. Membuatku gemas sekali padanya. Ia lalu berpamitan, mengecup keningku. Kemudian kami bersalaman, kukecup punggung tangannya.        Aku mengantar Mas Hasbi sampai depan. Ia pun tancap gas setelah mengucap salam. Doaku mengalun dalam hati. Memohon pada Allah, semoga suamiku senantiasa diberi perlindungan, kemudahan, dan kesehatan.        ~~~~~ IMMDH - Sheilanda Khoirunnisa ~~~~~        Enam bulan berlalu. Segalanya berjalan dengan baik. Hidup kami benar - benar kembali seperti dulu. Kami perlahan melupakan peristiwa sakitnya Mas Hasbi. Hanya mengingatnya sebagai ujian yang telah berhasil kami lalui bersama.       Tapi malam ini Mas Hasbi kembali terlihat kurang sehat. Pulang dari kantor ia terlihat lesu. Ia pun makan lebih sedikit dari biasanya. Selepas sholat Isya' berjamaah, ia juga langsung tidur. Perlahan aku menyentuh keningnya. Memang agak hangat. Aku segera menyiapkan air dalam baskom dan kain kecil untuk mengompresnya.        Meskipun tidur, namun raut Mas Hasbi terlihat gelisah. Juga seperti menahan sakit. Aku sangat khawatir sampai tidak tidur sama sekali.        Pukul empat pagi, alarm alami Mas Hasbi -- yang tercipta karena kebiasaan -- tetap bekerja dengan normal. Ia pun terbangun, karena sebentar lagi subuh.        Mata kami bertemu, sebelum ia bertanya. "Kamu nggak tidur?"         Aku hanya tersenyum. "Udah tidur kok tadi."        "Jangan bohong!"         Aku akhirnya mengaku. Aku memang tak pernah bisa berbohong padanya, karena pasti akan selalu ketahuan seperti ini. "Suamiku lagi sakit, mana bisa aku tidur?"       "Maaf."        "Kenapa minta maaf? Sakit ini bukan salah kamu, Mas! Udah, jangan mikir yang aneh - aneh. Subuhan nanti nggak usah ke Masjid dulu. Kita jamaah aja berdua di rumah. Habis itu kamu istirahat lagi. Nanti juga nggak usah masuk kerja dulu."       Ia menggenggam tanganku. "Dara, waktu sakit kemarin, aku nggak masuk kerja lama banget. Rasanya nggak enak kalo sampai nggak masuk lagi hanya karena sakit gini aja."        "Mas, jangan remehin penyakit! Aku takut nanti tambah parah. Nggak apa - apa izin lagi. Nanti kita periksa biar tahu obatnya apa. Toh kamu izin karena sakit. Bukan karena hal lain."        "Tapi, Dara ... ini lagi akhir bulan. Kantor lagi sibuk banget buat tutup buku bulanan. Aku benar - benar nggak enak mau izin." Mas Hasbi bersikeras.        "Tapi Mas ...."       "Kamu tenang aja, ya! Aku nggak apa - apa, kok. Aku bisa tahan. Janji, nanti kalo aku nggak kuat, aku bakal minta tolong Mas Choirul buat dianter pulang. Setidaknya aku udah bantu - bantu."       Aku akhirnya diam. Suamiku sudah membuat keputusan seperti itu. Aku tak bisa lagi melarangnya. Meskipun aku sangat khawatir. Aku benar - benar takut.        ~~~~~ IMMDH - Sheilanda Khoirunnisa ~~~~~        Saat aku berdzikir selepas sholat Dhuhur, aku mendapat telepon dari Mbak Hasna. Seperti deja vu. Karena dulu saat Mas Hasbi tiba - tiba sakit di kantor, Mbak Hasna juga menghubungiku seperti ini.       "Assalamualaikum!" Aku berusaha tenang. Masih berusaha berpikir positif.       "Waalaikumsalam. Dara ... ini aku lagi otw jemput kamu."       Perasaan tak enakku semakin menjadi. "T - tapi ... ada apa, Mbak? Kenapa Mbak Hasna jemput aku?"        Mbak Hasna tak segera menjawab. Di mana hal itu semakin memperburuk suasana hatiku, juga menambah rasa khawatir dan was - wasku.        "Nanti aku ceritain kalo udah sampai. Yang jelas Hasbi sekarang di rumah sakit. Kamu yang sabar ya, Dar!"        Firasat burukku akhirnya menjadi kenyataan. Ya Allah, apa lagi ini? Kenapa lagi dengan Mas Hasbi? Tolong jangan biarkan ini berhubungan dengan tumor waktu itu! Tolong jadikan sakit kali ini, hanya sakit biasa yang akan segera sembuh!        ~~~~~ IMMDH - Sheilanda Khoirunnisa ~~~~~        Masya Allah Tabarakallah.        Halo semuanya. Ketemu lagi di cerita saya. Kali ini judulnya Murmuring. Mau tahu kenapa dikasih judul Murmuring? Ikutin terus ceritanya, ya.         Oh iya, selain cerita ini saya punya cerita lain -- yang semuanya sudah komplit -- di akun Dreame / Innovel saya ini.   Mereka adalah:          1. LUA Lounge [ Komplit ]                   2. Behind That Face [ Komplit ]              3. Nami And The Gangsters ( Sequel LUA Lounge ) [ Komplit ]              4. The Gone Twin [ Komplit ]         5. My Sick Partner [ Komplit ]        6. Tokyo Banana [ Komplit ]                7. Melahirkan Anak Setan [ Komplit ]         8. Youtuber Sekarat, Author Gila [ Komplit ]          9. Asmara Samara [ Komplit ]        10. Murmuring [ On - Going ]        11. Genderuwo Ganteng [ On - Going ]        12. Theatre Musical: Roll Egg [ On - Going ]        13. In Memoriam My Dear Husband [ On - Going ]        14. Billionaire Brothers Love Me [ On - Going ]         Jangan lupa pencet love tanda hati warna ungu.       Cukup 1 kali aja ya pencetnya.    Terima kasih. Selamat membaca.         -- T B C --          
Bacaan gratis untuk pengguna baru
Pindai untuk mengunduh app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Penulis
  • chap_listDaftar Isi
  • likeTAMBAHKAN