6. Gairah Alexis

1034 Kata
"Damian ...," panggil Alexis dengan nada serak. "Ya, Sayang." "Aku lapar." Gadis itu mendongak, memperhatikan wajah Damian yang berada di atasnya. Perempuan itu masih memeluk erat kekasihnya di balik selimut, Alexis menenggelamkan wajahnya pada da da bidang sang kekasih. "Baiklah, aku akan menyuruh Alice untuk membuatkan sesuatu untukmu, Sayang," ucap Damian mengusap rambut Alexis yang berkeringat. Sungguh, dia begitu mencintai gadis kecil ini meski sifatnya tak jarang membuat Damian mendesah frustrasi. "Tidak mau. Aku ingin kita pergi ke resto dan memakan masakan Jepang! Kau tahu, aku sudah malas sekali memakan masakan rumahan, rasanya sama saja. Tidak enak!" ucap Alexis dengan nada kesal. Damian menghela napas, dia mengecup singkat puncak kepala kekasihnya itu. "Baik lah kita akan pergi mencari restoran masakan Jepang. Kau mandi saja dulu, aku akan memakai kamar mandi di bawah. Lalu lekas bersiap-siap dan kita akan pergi sekarang juga," balas Damian. Mendengar itu senyum Alexis mengembang. Dia mengecup leher kekasihnya itu dengan mesra. "Bagaimana bisa aku tidak mencintai mu kalau kau saja selalu bersikap begitu romantis, hum?" Damian terkekeh. "Semuanya tidak gratis, kau tahu itu kan?" "Ya ... aku tahu apa yang harus aku lakukan untuk membayarnya. Sebuah pelayanan nikmat setiap malam." Alexis sengaja membuat suaranya terdengar sen sual di akhir kalimat, dia mengedipkan sebelah matanya lalu beranjak memungut pakaiannya. Damian menggeleng pelan. "Cepat mandi dan ganti pakaianmu dengan pakaian yang ada di lemariku," ucap Damian memerintah. Damian tahu jika banyak sekali pakaian Alexis yang sengaja perempuan itu tinggalkan di lemarinya, tentu saja alasannya jika sewaktu-waktu mereka melakukan itu kapan saja. "Apa kau tidak berniat menemaniku, Sayang? Eum ... mandi bersamaku misalnya," bisik Alexis mendekat dan menyentuh rahang Damian. "Ck. Berhenti menggodaku atau kita tidak akan pernah berangkat!" Alexis tertawa. Dia senang sekali melihat wajah Damian yang tertekan itu. "Baiklah ... baiklah. Kurasa kau harus menahannya sampai kita pulang dari restoran, ah ... mencobanya di restoran sepertinya akan terdengar menyenangkan," balas Alexis lagi. "Bukan kah itu tidak terlalu buruk, Sayang?" Damian mengeram. Sudah cukup. Gadis ini membuatnya hampir gila. "Cepat mandi dan berhenti menggodaku, dasar menyebalkan!" seru Damian merasa kesal dengan Alexis yang terus saja membuatnya b*******h. Alexis berjalan menuju kamar mandi tanpa menggunakan pakaiannya. Perempuan itu tertawa mendengar umpatan kasar dari kekasihnya. Setelah melihat pintu kamar mandi yang tertutup, Damian mulai memakai kembali pakaiannya. Pria itu berjalan turun menghampiri Alice yang sedang duduk di depan televisi. Damian mengulas senyum, dia duduk di dekat Alice. "Apa kau menyukai kartun, Alice?" tanya Damian tiba-tiba. Kedatangan Damian yang mendadak itu membuat Alice terperanjat. Dia menatap Damian dengan raut kaget. "Astaga ... T-Tuan Damian. Maaf aku tidak menyadari kedatangan Anda," ucap Alice merasa bersalah karena duduk di atas sofa. Dia beranjak untuk duduk di bawah dengan wajah menunduk. "Hei, tidak apa-apa. Manusia tidak pantas untuk duduk di bawah," cegah Damian menahan Alice yang ingin duduk di bawah. Biar bagaimana pun, dia tidak suka melihat asisten rumah tangga yang memperlakukan dirinya sendiri bakal hewan. Alice semakin merasa tidak enak. Apalagi melihat tuannya yang begitu baik itu. "Iya, saya menyukai kartun. Di panti asuhan saya memang sering sekali menonton kartun," ucap Alice pelan. Damian tersenyum miring. Alice bahkan sangat mirip dengan Grisa dari segi mana pun, termasuk tontonan favorit mereka. Seandainya mungkin, Damian pasti akan bahagia jika Alice bisa menggantikan sosok Grisa dalam hidupnya. Tapi sayangnya, semua itu tidak mungkin terjadi. Dia telah mempunyai kekasih, begitu pun dengan Alice yang belum tentu mau bersamanya. "Kau sebelumnya pernah tinggal di panti asuhan?" tanya Damian memecah keheningan. Alice mengangguk lemah. "I-iya, Tuan. Orang tua saya meninggal dan saya tidak mempunyai siapa pun sejak lulus SMP," jawab Alice. Damian mengerti. Dia tidak ingin bertanya lebih lanjut. Beberapa orang tentu harus mempunyai privasi, dan dia tidak ingin menganggu privasi itu. "Lanjutkan saja menonton kartunnya jika itu bisa menghiburmu. Aku akan pergi sebentar bersama Alexis, tidak perlu memasak makan siang. Aku akan membawakan makanan nanti ketika pulang," ujar Damian bangkit. Alice berdiri dan menundukkan badannya. "Terima kasih banyak, Tuan." Damian mengangguk. Dia melangkah untuk mandi dan bersiap-siap. *** Damian yang baru saja memasuki kamarnya langsung disuguhkan pemandangan menyegarkan. Alexis dengan pakaian seksinya tengah duduk menghadap cermin sembari terus memoles bibirnya dengan gerakan lambat, seakan-akan menggodanya untuk membantu memoles lipstik itu. "Alexis, apa kau mau aku membantu menghapus lipstik yang baru saja kau poles itu?" tanya Damian dengan nada rendah namun terdengar mengerikan. Alexis tertawa. "Kau terlalu buas, Sayang. Aku baru saja mendapat pesan jika beberapa barangku tertinggal di bandara. Sepertinya aku harus segera ke sana dan mengambilnya," ucap Alexis memasukkan lipstik nya ke dalam tas. Damian mengernyit. "Barang-barang mu? Jadi, kita harus ke bandara dulu sebelum pergi ke restoran?" tanya Damian. "Ah, tidak-tidak. Aku akan pergi sendiri, makan siang kali ini kita tunda dulu. Aku tidak ingin merepotkanmu, Sayang. Kita akan mengatur ulang semuanya," ujar Alexis mengecup pipi kekasihnya. Damian menatap perempuan itu tidak terima. Dia bahkan sudah mandi dan bersiap-siap seperti ini. "Bagaimana bisa kau membatalkan makan siang ini begitu saja, Al? Aku sudah mandi dan bersiap-siap, lebih baik aku antar kamu ke bandara dan setelah itu kita pergi ke restoran Jepang!" Damian meraih dompetnya di atas kasur. Dia menarik lengan Alexis. Tetapi Alexis menggeleng kuat, dia melepaskan tangan Damian dari lengannya. Perempuan itu memegang wajah Damian dan menatapnya dalam-dalam. "Damian, aku hanya pergi ke bandara, bukan ke Prancis atau Paris. Kita bisa melanjutkan quality time kita besok atau lusa. Ayo lah, jangan marah begitu," bujuk Alexis. Gadis itu memandang dengan tatapan memohon. "Karena aku tahu kau hanya ke bandara dan itu tidak akan memakan waktu lama, aku akan mengantarkan kamu, Sayang. Jangan menolak." Damian keras kepala, dia masih berusaha membujuk Alexis untuk pergi makan siang bersamanya. Alexis tertawa. "Kurasa tadi yang mengajak aku, kenapa sekarang kau seperti ingin sekali pergi makan siang di restoran, hum? Dasar kau ini." Damian menghela napas. "Ya sudah. Kita akan mengaturnya besok," putusnya final. Senyum Alexis mengembang. Dia mengusap pipi Damian dengan lembut. "Kalau begitu aku akan pergi sekarang. Kau jaga dirimu baik-baik, jangan terlalu banyak menghabiskan waktu di depan komputer, aku khawatir matamu akan bermasalah," ucap Alexis perhatian. Damian mengangguk. Pria itu melambai saat kekasihnya mulai berjalan ke luar. Di depan sana sudah ada mobil merah yang menjemput Alexis. Perempuan itu tersenyum licik. "Pria bo doh, mudah sekali ternyata membohongi mu," gumamnya memasuki mobil.
Bacaan gratis untuk pengguna baru
Pindai untuk mengunduh app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Penulis
  • chap_listDaftar Isi
  • likeTAMBAHKAN