Bab. 10 Ada ibu yang menemani 1

1019 Kata
Seharian ini entah mengapa walaupun sudah minum obat, tapi badan terasa makin sakit. Demam tidak juga kunjung reda, bahkan sakit kepala tak hilang dan makin menjadi. Melalui pesan Whatapps, tadi Asti dan Maya mengabari bahwa Sehabis pulang kerja mereka akan mampir untuk membawakan barang-barang yang sekiranya aku perlukan. Maya juga menawarkan diri untuk menemani aku malam ini. Bila malam ini tidak ada perubahan juga mungkin besok aku akan pergi ke dokter. Ku habiskan waktu seharian ini hanya dengan berbaring. Aku usahakan ada makanan yang masuk walaupun sedikit, agar bisa meminun obat. Saat badan terasa sakit, lemas dan tak berdaya, sekilas keingin untuk pulang selalu hadir. Setidaknya jika dirumah aku tidak terlalu sendiri ada ayah atau Rani yang bisa membantu. Tapi selalu saja akhirnya kuurungkan keinginan untuk pulang itu, malu saja rasanya jika pulang dalam keadaan sakit, lagi pula takut ayah akan khawatir atau mengganggu Rani yang sedang sibuk belajar. Sangat bersyukur rasanya Maya dan Asti selalu ada untuk membantu dan menemani, walaupun aku pun tak enak hati karena selalu merepotkan mereka. Bip..bip..bip.. Terdengar suara notif dari chat yang masuk. Aku ambil gawai milikku yang tadi aku simpan diatas meja kecil samping tempat tidur, kubuka kunci layar dan rupanya ada chat masuk dari ibu. Entah mengapa rasanya semua bisa sangat pas, apakah karena memang ikatan kita sebagai ibu dan anak? Disaat sakit, hati dan pikiran ini dipenuhin rasa rindu pada ibu dan tiba-tiba saja ada pesan masuk darinya, padahal selama beberapa bulan ini aku dan ibu jarang sekali berkontak atau bertemu. [ Teh, gimana sehat?] [Maaf, ibu belum sempet jenguk ke kostan teteh] ‌Bunyi chat dari ibu. Langsung ku balas chat dari ibu. [Iya nggak apa-apa bu, teteh juga minta maaf belum sempet nengok ibu kerumah nenek semenjak kost] [Hari ini ibu rencananya mau maen ke tempat teteh, teteh kirim alamatnya yang lengkap ya!] Dan melalu chat w******p kukirim lokasi tempat kostku berada. Aku merasa ini seperti jawaban dari semua perasaan yang berkecamuk dalam diri. Aku merasa sangat senang juga sedih. Rasanya seperti allah mengirim ibu untukku, disaat aku sedang sendirian dan dalam keadaan sakit. **** "Kenapa tadi waktu ditelepon teteh nggak bilang sama ibu, kalau teteh lagi sakit." Tanya ibu padaku. "Iya, nggak tahu kenapa teteh seneng aja waktu ibu telepon, jadi nggak keingetan untuk bilang kalau teteh lagi sakit." Jawabku. "Kalau tadi ibu nggak ada rencana buat kesini, cuma sekedar telepon aja. Mungkin ibu nggak tau kalau teteh sedang sakit kaya sekarang." Ucap ibu. "Iya maaf." Ucapku. "Ayah tahu teteh sakit nggak?" Ucap ibu "nggak, Teteh belum kasih kabar ke ayah" ucap ku. Ibu sempat terdiam sejenak. "Ya sudah malam ini ibu temani teteh dulu disini, besok ibu antar ke dokter." Ucap ibu. "Hanya saja, lain kali jangan seperti ini ya teh, kabarilah ibu atau ayah jika teteh sedang merasa kesulitan! mengerti?" ucap ibu. Aku hanya mengangguk tanda setuju. akhirnya ibu memutuskan untuk menginap menemani selama aku sakit. Karena ini ibu berencana untuk menemaniku, aku pun memberi kabar kepada Maya bahwa ibu menemaniku malam ini. Karena sebelumnya Maya sudah menawarkan diri untuk menemaniku terlebih dahulu. *** Maya dan Asti menyempatkan datang sejenak untuk melihat keadaanku disore harinya selepas mereka pulang kerja, mereka sangat lega karena malam ini ada ibu yang bisa menemaniku. Mereka juga sempat membawakan makanan dan beberapa kebutuhan yang lain seperti obat-obatan dan vitamin berharap aku dapat pulih dengan cepat. *** Malam ini belum juga terasa perubahan yang menunjukan badan kearah yang membaik. malahan makin malam badan ini terasa makin mengigil, bahkan sesekali mulai ada batuk yang keluar, badan juga terasa sangat lemas. Selama hidup, baru kali ini aku merasakan sakit yang cukup teruk. Rencananya besok dengan diantar ibu, aku akan memeriksakan ke dokter, sepertinya besok juga aku belum bisa bekerja, entah berapa hari aku harus ijin sakit pada pak Yustarto, sebenarnya tidak enak juga jika harus ijin terlalu lama. Setelah makan malam dan minum obat penghilang rasa nyeri, berharap deman dan sakit dikepala dapat mereda. Ibu meminta aku untuk segera tidur. Lebih banyak istirahat dalam keadaan kurang enak badan memang sangat diperlukan agar keadaan tubuh segera cepat membaik. Malam ini tepat disamping ranjangku, ibu tidur dengan menggunakan kasur lipat yang biasa digunakan jika Maya menginap. Saat tengah malam tiba-tiba aku terbangun dari tidur. Kulihat ibu sedang tertidur pulas di samping ranjangku. Aku merasakan badan ini sangat mengigil, keadaannya sama seperti kemarin malam, makin malam terasa semakin mengigil aku sungguh merasa sangat membutuhkan selimut tambahan, tapi kepala ini terasa sangat sakit, sehingga tidak sanggup rasanya untuk bangun. Ibu terbangun dari tidurnya, menyadari aku yang gelisah dan menanyakan apa yang aku rasa atau apa yang aku butuhkan, kenapa aku terbangun? Ku minta ibu untuk mengambilkan aku selimut tambahan, ibu juga sempat memegang kening untuk mengecek suhu tubuhku, lalu ibu bangun untuk mengambilkan selimut tambahan, serta dibawanya juga air dalam wadah plastik ditangan kanan dan waslap ditangan kiri, yang kemungkinan akan ibu gunakan untuk mengompres keningku. Sangat sulit rasanya untuk memejamkan mata ini lagi, badan juga benar-benar merasa sangat kedinginan. Melihat aku yang mengigil padahal sudah dipakaikan selimut tambahan, ibu berinisiatif untuk tidur disamping sambil memeluku, berharap membuat ku hangat, sambil sebelumnya ibu mengosokan minyak kayu putih keseluruh badanku. Malam itu kami pun tidur sambil berpelukan. Lama- kelamaan pelukan ibu terasa hangat, entah berapa lama ibu harus memelukku? tanpa terasa akhirnya mata ini terpejam dan aku pun terlelap kembali dalam pelukan ibu. Menjelang subuh aku terbangun, dapatku dengar suara ibu yang sedang melakukan aktifitas didapur kecilku. Saat terbangun kurasakan badan tak semengigil tadi malam, hanya saja batuk yang kemarin datang hanya sesekali, pagi ini datang terus menerus. Alhasil mulai dari pagi ini, aku terbatuk-batuk terus menerus. Ibu yang mendengar aku terbatuk-batuk bergegas membawakan teh hangat untuk aku minum, berharap dapat meredakan batukku. kututup mulut dengan kedua tangan saat batuk itu datang terus menerus, dan betapa terkejutnya aku saat mendapati telapak tangan yang aku gunakan untuk menutup mulut itu, terdapat darah yang kemungkinan berasal dari batuk, perasaan ini menjadi takut, takut kalau sakit aku kali ini merupakan penyakit yang serius bukan hanya demam biasa. Aku memberitahukan perihal darah itu kepada ibu, dia memintaku untuk tetap berpikir positif. Dia memintaku untuk bicarakan perihal itu kepada dokter saat berobat nanti.
Bacaan gratis untuk pengguna baru
Pindai untuk mengunduh app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Penulis
  • chap_listDaftar Isi
  • likeTAMBAHKAN