Bab.2 Berharap semua baik-baik saja

1168 Kata
Setelah aku bekerja, sebenarnya perekonomian keluargaku jauh lebih baik dibanding dahulu. Semua kebutuhan sekolah adikku sekarang ini aku yang menutupinya, bahkan aku bisa membelikan barang-barang yang ayah dan ibu inginkan, yang tidak bisa mereka miliki sebelumnya. Sangat membuat bahagia hati ini rasanya. Seperti beberapa hari yang lalu, ibu meminta sesuatu dan aku berusaha untuk dapat memenuhinya. Aku ingin membuat ibu dan ayah merasa bahagia. "Teh, teteh kan sudah punya handphone. Boleh ga nanti, kalau teteh ada uang teteh beliin buat ibu?" Pinta ibu padaku suatu sore, saat kami sedang berbincang santai. "Iya, insya allah, bu. Nanti teteh usahakan, mudah-mudahan ada rejekinya." Jawabku pada ibu. Memang saat ini, ibu tidak memiliki handphone. Kadang sulit jika harus memberi kabar, saat aku harus pulang telat. Handphone yang pernah ibu punya sudah lama sekali rusak dan belum ada gantinya hingga kini. "Aamiin, semoga! Mudah-mudahan aja teh kalau ibu pegang handphone urusan jual beli tanah ibu banyak yang jadi, soalnya kan jadi lebih gampang urusannya" Ucap ibu berharap. "Iya, ibu" Jawabku senyum untuk meyakinkan ibu. *** Hari ini toko tidak terlalu ramai. Mungkin karena pertengahan bulan, sehingga pekerjaan pun tidak terlalu banyak, jadi hari ini aku bisa pulang tepat waktu. "May, nanti pulang kerja temani aku ya." Ucapku pada maya. Maya adalah teman yang sangat mengerti dan memahami aku, semua yang aku rasa pasti aku utarakan padanya. "Mau kemana?" Tanya maya. "Pingin liat-liat handphone buat ibu. Mudah-mudahan aja ada yang cocok pas sesuai budget." Jelasku pada Maya. "Ok aja, tapi emang Andi ga jemput?" Tanya Maya. "Nanti aku kabarin Andi, biar dia ga perlu jemput." Jawabku. Sebenarnya saat tadi pagi aku memang sudah bicara agar sore ini Andi tak perlu jemput karena aku sudah berniat pergi mencari handphone untuk ibu dengan ditemani Maya. *** Aku penuhi keinginan ibu. Ibu terlihat sangat senang saat aku berikan handphone yang tadi sore aku beli ditemani Maya. Semoga membuatnya bahagia, sehingga semua ini dapat disyukuri. Berharap ibu merasa cukup sehingga tidak ada lagi yang perlu diributkan antara ibu dan ayah. Aku sangat mencintai keluarga ini. Semua yang aku lakukan saat ini semata untuk keluargaku, terutama untuk kebahagiaan mereka. Dengan semua kelebihan dan kekurangan yang ada pada diri ayah, aku amat sangat menyayanginya. Sedari kecil, ayah adalah sosok yang sangat lembut dan penyayang dimata kami kedua putrinya. Hanya hangat peluknya-lah yang dapat membuat hati ini tentram. Begitu pun dengan ibu, aku sangat ingin dia bahagia menikmati hidupnya. Atas semua perihnya hidup yang telah ibu lalui, aku ingin suatu saat nanti ibu mendapatkan sesuatu yang dapat membuatnya bahagia dan aku sangat ingin bisa mewujudkannya. Hari-hari telah berlalu dari semenjak keinginan ibu untuk memiliki handphone terpenuhi, semenjak itu memang sudah hampir tidak pernah terdengar pertengkaran antara ayah dan ibu. Aku sangat senang, semoga ke depannya semua kembali membaik. Rutinitas harian kami masih terlihat sama. Ayah masih pergi membawa angkutan umum untuk menunaikan kewajibannya mencari nafkah, begitu pun dengan ibu, selain sibuk dengan pekerjaan rumahnya, belakangan ini ibu sedang disibukan dengan urusan jual beli tanah. Seperti tadi pagi, aku sempat mendengar ibu meminta ijin pada ayah untuk pergi keluar siang ini. "Yah, seperti nya siang ini ibu mau keluar. nemenin orang yang mau survei tanah yang kemarin H. Hasan titip." Izin ibu pada ayah pagi tadi. " Iya, tapi kalau bisa sebelum pergi siapin ayah makan dulu ya, bu! Jadi saat ayah pulang narik ada makanan di rumah." jawab ayah. "Iya, nanti ibu masak." ucap ibu. Aku senang semenjak ibu memegang handphone, terlihat semua urusan ibu sepertinya berjalan lancar. Aku senang melihat ibu terlihat bahagia, walaupun semenjak itu ibu juga menjadi sibuk dengan handphonenya. Kata ibu, ibu banyak bertemu kembali dengan teman-teman lamanya di sosial media. Jika aku perhatikan sekarang ini ayah dan ibu memang sudah tidak terdengar sering bertengkar tapi rasanya ibu sangat sibuk dengan dirinya sendiri, sedangkan ayah? Yah, seperti itu-lah ayah dari dulu ayah memang pendiam tidak pernah banyak bicara jadi apa yang ada dihati dan pikirannya kita tidak bisa menebak. Jika tidak salah dengar tadi ibu pun sempat bicara kalau minggu depan ibu ada acara reuni sekolah, temu kangen dengan teman-teman masa SMA-nya dulu. Ibu dan ayah memiliki selisih umur yang cukup jauh, saat ini ayah sudah berusia 57 tahun sedangkan ibu masih terbilang muda, tahun ini ibu baru memasuki usia 41 tahun. Ya, selisih umur keduanya sekitar 16 tahun. Jadi disaat sekarang ayah lebih suka menghabiskan waktu di rumah, ibu justru sedang menikmati masa-masa bersosialisasi dengan teman dan kenalan lama. Sebenarnya bagiku itu tidak terlalu menjadi masalah, selama ibu merasa senang dan semua kewajiban ibu sebagai istri serta ibu telah ibu laksanakan. Toh, selama ini ayah pun tidak pernah mempermasalahkannya. Sebagai seorang anak aku hanya ingin melihat kedua orang tuaku bahagia. Satu hari selepas acara pertemuan ibu dan teman-teman sekolahnya, ibu terlihat berbeda– ibu terlihat banyak tersenyum terutama saat berbalas pesan di grup pertemanan aplikasi kirim pesan. Aku berpikir positif, mungkin selama ini ibu merasa jenuh, jadi saat sekarang ibu bisa bertemu dengan teman-teman lamanya– ibu merasa sangat senang. Hanya saat ini ada rasa kekhawatiran dalam hati, dan bertanya. Apakah ayah juga merasa kan hal yang sama? Ibu terasa jauh, sekarang ini jarang ada lagi obrolan ringan antara kami dirumah. karena setiap pulang bekerja yang kulihat ayah dan ibu sedang sibuk dengan urusannya masih - masih, sehingga aku menjadi banyak menghabiskan waktu di kamar saja. Yang aku rasa ibu terlalu sering memegang handphone-nya, sibuk dengan grup chat dan sosial media. Entah apa yang membuat ibu sangat tenggelam dalam dunianya sendiri? bahkan kadang terkesan ibu tidak ingin diganggu dan sangat menjaga handphone-nya. Sepertinya ayah mulai merasakan perbedaan itu, beberapa hari ini bahkan ibu sudah tidak menyiapkan kopi untuk ayah, ibu juga lebih memilih tidur dikamar anak - anaknya atau di depan tv dibandingkan tidur dikamar mereka. Kemarin aku juga sempat bicara pada ayah. "Yah, ibu rasanya ibu sibuk sendiri terus udah jarang banget ngobrol sama teteh." Ucapku pada ayah saat kami sedang duduk santai di depan rumah. "Ajaklah ibunya ngobrol duluan sama teteh!" Jawab ayah dengan senyum. "Ih, udah ayah! tapi gitu ibu fokusnya ke handphone terus." terangku. "Mungkin ibu masih senang karena dapet handphone baru dari teteh, ditambah ketemu temen-temen lamanya. Biarin aja dulu! nanti juga ada bosennya. " ucap ayah memberiku pengertian. Aku hanya diam, tanda mengiyakan. "Ayah, maaf ya! teteh belum bisa beliin apa- apa buat ayah. Nanti, kalau uang teteh udah kekumpul lagi gantian ya ayah yang teteh belikan handphone." ucapku pada ayah. "Hahahaha, ayah pegang handphone juga buat apa, teh?"ucap ayah dengan tawa. "Teteh udah bantuin ayah buat nutupin semua kebutuhan sekolah si neng aja ayah sudah sangat tertolong, makasih banget sama teteh." ucap ayah melanjukan. Neng adalah nama panggilan kesayangan yang kami gunakan untuk memanggil adikku Rani. "Sehat terus ya, yah! biar ayah bisa liat teteh maju, teteh pengen bisa nyenengin ayah sama ibu. Terus sehat sampai ayah bisa maen nanti sama cucu-cucu ayah dari teteh." ucapku pada ayah sambil kurasakan hangatnya peluk ayah. Malam itu kututup hari dengan obrolan yang hangat berdua dengan ayah. Semoga masih banyak malam - malam seperti ini yang bisa aku lalui bersamanya nanti.
Bacaan gratis untuk pengguna baru
Pindai untuk mengunduh app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Penulis
  • chap_listDaftar Isi
  • likeTAMBAHKAN