04 - Keributan

1618 Kata
Pagi ini di kediaman William kondisinya sangat ramai. Tidak seperti biasanya yang nampak sepi karena tadi malam Daison dan Alena sedang pulang ke Indonesia. Chacha sudah cekikikan sejak digendong oleh Daison, Opi nya. Balita perempuan itu nampak senang menempel pada sang Opi sejak lelaki kepala empat itu menjemputnya di LC. "Chacha seneng banget nempel sama Opi," goda Raina saat melihat balita tersebut masih tergelak karena perutnya digelitikin oleh Daison. "Iya dong, Bun. Kan Opi nya Chacha tampan," sahut Daison dengan menirukan suara anak kecil. Raina mencibir geli melihat kepedean Papanya. Sementara Alena datang dari arah dapur dengan menggendong Alan. Si sulung itu terlihat nemplok kepada Alena dengan mata yang sayu. Gala, si bungsu itu terlentang di karpet dengan jari jempol yang masuk ke mulutnya. Raina segera menghampiri si kecil lalu mengangkatnya dengan mudah. "Jangan dimakan sayang. Nanti kamu muntah," tegur Raina lembut. Pasalnya Gala ini suka sekali ngemut jempolnya lalu kebablasan hingga muntah. "Bun ... Bun," panggil Gala setelah jempolnya tersingkirkan. Raina mengecup kening Gala. "Kenapa sayang? Adek mau minta sesuatu?" "Mik..mik Bun," (mimik Bun) pinta Gala dengan bibir melengkung kebawah. "Ma ... Pa ... Raina bawa Gala dulu ya. Gala haus." pamit Raina sambil menggoyangkan Gala. "Iya Rain." Sesampainya di kamar, Raina langsung memberikan ASI untuk si bungsu dan tak lama bocah itu tertidur. Mama muda itu memang akan memberikan ASI kepada Baby G sampai umur dua tahun meskipun terkadang ia memberikan s**u formula. Tok! Tok! Cklek! Daison dan Alena memasuki kamar Raina dengan masing-masing cucunya yang sudah tertidur. "Taruh di box aja Ma, Pa," titah Raina mendekati kedua orang tua nya. Alena dan Daison mengangguk lalu meletakkan Baby G kedalam box bayi nya. Lalu Raina juga mengangkat Gala agar tidur bersama kedua Kakaknya. Alena mendekati sang putri yang terlihat sangat kelelahan lalu membisikkan sesuatu "Kamu anak kuat. Semoga kebahagiaan selalu bersama kamu dan anak-anakmu." Raina tersenyum getir dan mengangguk. Bagaimana bisa dia bahagia jika tak ada penopang nya? Bagaimana bisa dia tidur nyenyak sementara jasad sang suami dianggap terkubur di dasar samudra? Bagaimana bisa dia kuat jika tak ada ketiga malaikat kecilnya? "Terimakasih, Mama." *** Seorang pria dewasa berdiri di depan pintu utama sebuah Mansion. Sejak kepergian orang tua nya menghadap sang pencipta, ia jarang sekali berkunjung ke Indonesia karena harus mengurus perusahaan yang dilimpahkan kepadanya. Tok! Tok! Seorang wanita paruh baya dengan pakaian maid membukakan pintu untuknya. Saat mengetahui siapa tamu tersebut, maid tadi langsung menunduk hormat dan berpamitan untuk melanjutkan kegiatannya. Bertepatan dengan itu, seorang wanita keluar dari lift dengan membawa sebuah stroller dan berpakaian rapi lengkap. "Loh, Uncle," kaget wanita itu sambil berjalan mendekat. Pria yang dipanggil uncle tersebut tersenyum. "Apa kabar, Raina?" "Sangat baik Uncle," jawab Raina sembari tersenyum. Matanya melirik kembar yang menatap mereka polos. "Itu Opa kalian. Sapa dulu Opa nya." Regara tersenyum kecut. Dirinya dipanggil Opa disaat umurnya belum ada 30 tahun. "Kenapa gak kamu suruh panggil Uncle aja Rain?" tanya Regara berbisik. "HEH? Kalau Raina manggil Uncle emang bener. Tapi kalau Baby G itu gak masuk akal," sergah Raina karena memang yang di katakan adalah benar. Rega mencibir kelakuan keponakan cantiknya itu. Apa yang akan dikatakan clien bisnis nya kalau tau dia yang masih berumur 27 tahun ini dipanggil 'Opa'? "Bun ..." rengek Gala sambil menjulurkan tangannya. "Kamu minta apa nak? Semalem rewel banget," kata Raina sambil mengelus rambut si bungsu. "Who?" tanya Gala sambil menunjuk Rega. "Opa Rega. Brother Omi Alena," kata Raina menjelaskan. "Same Alan and Gala?" sambar Alan dengan mata bulatnya menatap Rega. Rega menggigit bibirnya gemas melihat wajah si sulung. Langsung saja ia mengangkat Alan hingga bocah itu memekik. "Bunda huuuaaaaaa....Bunda......" Teriakan melengking Alan membuat Rega tersentak. Tak lama pasti telinganya berdengung. "Jangan teriak Alan," tegur Raina karena si sulung berteriak. Tak lama si sulung itu berhenti menangis dan matanya mengedip dengan senyuman lebar. Sebelumnya Raina sempat melirik Uncle nya membisikkan sesuatu kepada sang putra. Entah apa yang dibicarakan hingga tiba-tiba putranya itu tersenyum lebar. "Oh ya, kamu mau kemana kok udah rapi gini?" tanya Rega saat menyadari sesuatu "Mau ngajak kontrol terus jalan-jalan Uncle," jawab Raina sambil mengambil alih Alan dari pamannya. "Kamu tiap kerja bawa mereka?" tanya Rega pelan. Raina mengangguk mantap "Terus tadi mereka mau kontrol apa? Mereka sakit?" "Enggak Uncle. Aku mau minta perawatan sistem imun buat Baby G karena aku bakal ke Jogja lama," jelas Raina, "Aku keluar dulu ya Uncle. Baby pamit dulu sama Opa" "By Pa," kata mereka dengan melambaikan tangan. "Ayo Uncle antar aja." Rega berjalan terlebih dahulu sebelum sebuah suara menginterupsi "Loh Rega, kok gak panggil Kakak?" Rega menghampiri Alena sebentar dan mengecup keningnya. "Aku mau antar Raina sama anak-anak dulu, Kak. Nanti aku nginep sini kok." Setelah itu Rega berlari menuju mobil karena keponakannya sudah menunggu disana. *** Kini mereka berlima berada di salah satu pusat perbelanjaan di Ibukota. Setelah selesai dari RS, mereka langsung bergegas untuk Quality Time karena kebetulan Dokter yang memeriksa Baby G mengatakan jika ketiga nya dalam keadaan sehat. Raina cukup bersyukur dengan keadaan ketiga buah hatinya yang hampir tidak pernah membuatnya kelimpungan. Rega berjongkok di depan stroller Baby G yang sedang mengerjapkan mata. Ingin rasanya pria tersebut mengunyah pipi mereka yang sangat gembul. "Baby mau kemana? Opa antar kalian." Rega geli sendiri saat menyebut dirinya 'Opa' "Papapapa..." Chacha langsung menimpali dengan celotehan. Rega tersenyum kecil lalu mengusap lembut pipi si anak tengah keponakannya. "Kenapa Chacha?" tanya Raina ikut berjongkok disamping Rega. "Buuuuuuuu..." Chacha mempoutkan bibirnya hingga liurnya muncrat ke wajah Bundanya. "Basah nak bajumu," kata Raina sambil mengelap bibir Chacha yang basah. Gadis cilik itu justru cekikikan. "Estim Bun...estim," rengek Alan meraih tangan Raina. "Dikit. Gak boleh banyak ya!" Alan bertepuk tangan bahagia. Kini Rega kembali mendorong stroller menuju tempat yang menjual Ice cream untuk para cucunya. Kini mereka sudah berada di salah satu toko es krim ternama yang menjual berbagai jenis makanan dingin tersebut. "Aaaaaa...." Gala membuka mulutnya tak sabaran. "Sabar nak." Raina mulai menyuapi mereka bergantian dengan satu cup kecil es krim. Dia sengaja membeli dengan ukuran kecil agar mereka bertiga tak terlalu banyak makan es krim. Sementara Rega menyuapi Chacha dengan sendok lainnya. Gadis cilik itu nampang anteng di pangkuan Opa nya. Jika dilihat dari kejauhan, mereka terlihat seperti keluarga yang harmonis. Hot Daddy yang gantengnya kelewatan seperti Rega dan Mama muda seperti Raina yang masih memiliki body bagus padahal sudah melahirkan tiga orang anak. Tanpa ada yang tau mereka hanyalah seorang Paman yang sedang mengantar keponakannya membahagiakan para malaikat kecilnya. "JADI KAMU MENOLAK PERJODOHAN INI HANYA KARENA LEBIH MEMILIH JANDA ITU REGA??" Rega dan Raina tersentak begitupun Baby G yang sudah menangis kencang. Apalagi Chacha yang sudah sesenggukan karena gadis cilik itu kaget. "Bubububu hiks, Bun hiks...." Raina langsung mengambil alih Chacha dari pangkuan Rega setelah memastikan kedua jagoannya sudah tak menangis. Rega langsung bangkit menatap wanita dihadapannya. "Dari awal saya tidak pernah menyetujui perjodohan ini. Bahkan sebelum Mom meninggal pun beliau membatalkan ini semua." "ALASAN KAMU AJA REGA! BILANG AJA KARENA KAMU LEBIH MEMILIH JANDA BERANAK 3 ITU KAN?" amuk wanita itu dengan menunjuk Raina. "Saya tidak pernah menyukai perempuan ular sepertimu!" tukas Rega tajam dan menepis tangan wanita bernama Brenda Carlissa tersebut. Brenda tak menggubris perkataan Rega, dia lebih memilih menghadap Raina yang sibuk menenangkan Chacha. "Heh kamu! Jangan jadi pelakor bisa? Mending kamu urusin anak kamu aja daripada ngerebut calon orang! Pasti suami kamu malu nikahin kamu makanya dia ninggalin kamu dan ketiga anak haram mu itu heh?!" sarkas Brenda lalu menatap remeh Raina. Raina yang tadinya diam seketika bangkit. Mata bulatnya yang sedari dulu ia gunakan untuk menatap polos sekitarnya, kini berkilat tajam. "Ulangi." "Suami kamu ninggalin kamu dan ketiga anak har--" Plak! Brenda tersungkur setelah mendapat tamparan keras dari Raina. Bahkan orang disekitarnya bisa melihat darah yang menetes dari bibir wanita itu. Rega menatap terkejut namun sedetik kemudian pria itu terkekeh bak seorang psycophat. "Berani banget kamu nampar aku jalang! Dasar pelakor murahan!" maki Brenda setelah bangkit berdiri. Banyak pengunjung yang menyaksikan mereka dan saling berbisik. "Lo orang yang baru pertama kali lihat gue, dan bisa banget lo ngasih kesimpulan tentang keluarga gue. Emang lo siapa hah?" teriak Raina lalu menjambak brutal Brenda. Tak ada yang berani melerai karena melihat kehadiran Rega disana hanya terdiam. Mereka tak mau terkena masalah karena ikut campur urusan seorang Regara Angkasayuda Harison. "Lepasin aku aarrrrggghhhh!!!!" "Dasar wanita rendahan!" "Aku akan membalas perbuatanmu itu, lihat saja!" Brenda meronta karena kepalanya terasa semakin pusing. Brug! Raina menyentak kasar cekalan di rambut Brenda. Kesabaran Raina habis. Jiwa seorang Ibu dalam dirinya terus memberontak saat ada yang menyebut ketiga anaknya sebagai 'anak haram'. Dia tak terima karena mereka lahir setelah adanya pernikahan suci dihadapan Tuhan. Sekalipun anaknya lahir diluar pernikahan, orang lain tak berhak menilai sosok suci tersebut sebagai anak haram karena semua anak yang dipilih Tuhan untuk lahir ke dunia adalah hadiah dan berkat. Yang salah orang tua nya, bukan anaknya. "Aku akan membalas perbuatanmu dan kembali merebut Rega!" Brenda masih tak mau menyerah dengan ambisi nya. Raina bersidekap d**a. "Lo? Mimpi jadi ceweknya Rega? Pasang telinga lo baik-baik," ucap Raina santai. "Rega lebih pantes sama gue daripada bersanding sama cewek macem lo. Rega terlalu KFC untuk lo yang sekelas ayam tiren dibalur tepung!" Para pengunjung yang sedari tadi menonton dibuat tergelak padahal Raina tak bermaksud melawak. Dia hanya perlu mengingatkan bahwa perempuan murahan seperti Brenda tidak pantas untuk orang yang berwibawa seperti Uncle nya. Anjir ayam tiren ditepung Muka nya ketebalan dia HAHAHA Brenda yang kelewat malu langsung bangkit dan pergi dari sana tanpa basa-basi. Sementara nafas Raina masih naik turun. Rega? Pria itu sedari tadi sudah melotot saat mendengar keponakannya hanya menyebut namanya tanpa embel-embel 'Uncle' "Anak Bunda, sekarang kita cari kue dulu ya terus pulang," tutur Raina sambil mengecup sayang kepala Baby G dan melenggang santai seolah tak terjadi apapun.
Bacaan gratis untuk pengguna baru
Pindai untuk mengunduh app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Penulis
  • chap_listDaftar Isi
  • likeTAMBAHKAN