Bab 1. Galau

2813 Kata
Kuharap, Emerald nggak marah padaku. Aku belum memberitahu dia soal perjodohanku. Aku menyayangimu, Al ... Kata itu tersemat dalam tiap goresan di lembar diary biru muda gadis cantik berusia 17 tahun itu. “Crystal.” Terdengar suara panggilan dari luar. Crystal segera menutup diary-nya, lantas membuka pintu dan berkata, “Ya, Ma?” Tampak kesedihan di mata gadis cantik itu. Mamanya pun merasakan kesedihan putrinya itu. Akan tetapi, yang bisa beliau lakukan hanyalah menghibur si gadis manisnya. “Crystal, soal perjodohan dengan putra Pak Alexander itu, Mama nggak bisa cegah papamu. Maaf.” “It's oke, Ma.” Tak ada lagi yang bisa dilakukan Crystal. Usianya yang menginjak 17 tahun ini, dia malah harus berakhir di perjodohan yang tak dia pahami. Entah kenapa pria itu juga mau saja dijodohkan dengannya. Kalau diingat lagi, Crystal takkan bisa menyakiti Emerald, pacarnya. Mereka sudah berpacaran hampir 2 tahun. Namun, apa yang bisa dilakukan oleh Crystal. Dia sangat tidak bisa menentang papanya. Diingatnya lagi kejadian dulu, kebahagiaan indah antara dia dan Emerald. Intan, sang sahabat juga setia mendampingi. Haruskah dia menyakiti hati Emerald? * Ramai siswa berkeliaran di pelataran SMU Golden, sekolah di mana Crystal, Emerald, dan Intan menumbuhkan cinta dan persahabatan mereka. “Kenapa akhir-akhir ini lo keliatan sedih, Crys?” tanya Intan saat dia dan Emerald menghampiri Crystal di kantin pada jam istirahat. “Hah? Nggak, ah, perasaan kalian aja!” Emerald memandang lurus binar mata Crystal yang tampak sedih. Crystal tak ingin bercerita lebih dulu pada mereka soal perjodohan itu. Crystal takut Emerald terluka. “Hei. Kenapa, sih, Al? Gue nggak apa-apa. Suer, deh,” tepis Crystal setelah melihat Emerald menatap penuh curiga. “Ya udah. Ntar sore kita jalan, ya!” ajak Emerald sambil tersenyum. “Hm ... gini, nih. Udah, deh, gue ditinggalin. Apes banget gue!” seru Intan, menyindir. Emerald tertawa kecil seraya mengetuk pelan dahi Intan, Crystal hanya memberi senyuman simpul. * Hari-hari terus bergulir. Hidup Crystal terus dipenuhi dengan air mata jika mengingat pertunangannya dengan putra Pak Alexander itu. Di sekolah pun, Crystal selalu bersikap wajar. Dia menutupi segala kesedihannya dari pandangan Emerald dan Intan. “Eh. Tau, nggak? Gosipnya, tuh, si Morgan baru aja mutusin si Ivana,” celoteh Intan membuyarkan kesunyian. “Morgan mana, nih?" tanya Crystal. "Morgan mana lagi, Crys? Morgenit, lah!" timpal Emerald. "Morganite, Wak! Nggak usah ganti-ganti nama orang. Bagus gitu, kok. Morganite itu artinya batu zamrud merah muda." "Dih, namanya nyontek gue!" ketus Emerald. “Jadi maksud lo, Morgan anak Beverly itu?” imbuh Crystal. “Iyalah! Gue ini Beverlous sejati!” “Ngapain, sih, ngomongin playboy norak kayak dia? Nggak penting banget, woy!” protes Emerald. Intan tertawa, lantas menjitak kepala Emerald. “Aduh! Sakit, Se'tan!” kesalnya. “Suka-suka gue, dong. Lagian kenapa? Lo takut kesaing sama dia, Al?” “Kesaing? Gue? Liat dulu kulit, Non!” seru Emerald, membanggakan diri tentang perbandingan kulitnya dengan si Morgan itu. Memang, Emerald begitu tampan dengan kulit pucat nyaris seperti vampir, sedangkan Morgan memiliki kulit lebih tan karena sering beradu dengan sinar matahari di bawah ring basket. Morgan adalah leader genk Beverly, genk yang paling terkenal di SMU Golden, punya fandom yang namanya Beverlous. Crystal tak ikut menanggapi perdebatan kecil mereka. Crystal hanya terus menyembunyikan kepedihan hatinya. * Crystal menyendiri di taman sejuk tak jauh dari kelasnya. Tak ada Emerald dan Intan bersamanya. Crystal melihat siswi lain yang duduk di antara genk Beverly, genk nomor satu di sekolah. Genk dengan segudang prestasi, baik dari segi wajah maupun kepopuleran. Cowok atletis bermata tajam yang duduk di tengah itu bernama Morganite, sang leader, yang paling populer karena dia kapten basket. Di sebelah kirinya ada Davin, cowok berwajah ganteng dan ramah. Cowok yang sedang memegang bola basket dengan rambut sedikit pirang itu bernama Jimmy. Dia yang paling cute di antara ketiga member itu. Setidaknya, Crystal tak ikut-ikutan masuk fanbase Beverlous seperti Intan. Andai aja gue bisa bahagia seperti mereka, batinnya. Crystal terus menunduk, pikirannya serasa buntu. “Kenapa gue mesti gini, ya?” “Takdir, kalee!” ucap seseorang memecahkan kesunyian hatinya. Crystal mengangkat wajahnya. Sosok Morganite tersenyum manis. Entah itu senyuman maut yang dipuja-puja cewek sekolah, senyum tulus darinya, atau senyuman yang terlahir dari naluri ke-playboy-annya saja. “Boleh gue duduk di sini?” tanya Morgan lagi. “Duduk aja, bukan bangku bokap gue juga, tuh!” ketus Crystal. “Jutek amat.” Morgan duduk di sampingnya. Untuk sesaat, mereka tak bicara. Crystal mencuri pandang wajah Morgan. Gimana cewek nggak ketarik semua ke dia, coba? Berarti cuma gue cewek di sekolah ini yang nggak nyadarin ketampanan Morgan. Abis, udah dipelet sama Emerald, sih, batin Crystal. Morgan menautkan alis, menepuk pelan lengan Crystal seraya berkata, “Kenapa? Kok senyum-senyum gitu?” "Nggak usah sok akrab, deh. Ganggu aja!" Malas meladeni, Crystal segera berlari meninggalkan Morgan yang tersenyum menatapnya. "Dia cantik, By!" * Esok harinya, Crystal mencoba untuk jujur pada Emerald dan Intan. Ya, karena perjodohan itu sudah hitungan hari. Crystal menghampiri Emerald dan Intan yang masih asik duduk di kantin. “Ada yang mau gue omongin,” ungkap Crystal. Mendengar ucapan serius Crystal, Emerald menghentikan aktivitasnya yang sedari tadi menyedot teh botol, atau sesekali sibuk adu argumen dengan Intan mengenai siswa-siswa yang aneh dan mengganggu pikiran mereka. “Bicara aja, Crys,” seru Emerald. “Eum, itu ....” Crystal membisu, sesekali dia menunduk sambil bermain dengan ujung kukunya. Gimana kalau tiba-tiba Emerald ngamuk? Gue juga nggak yakin Intan akan berpihak ke gue mengingat gue-lah yang baru gabung dalam persahabatan mereka, pikirnya. Gadis berambut ikal itu masih bingung dan tenggelam dalam seluruh pemikiran jangka panjangnya. Apa ini keputusan yang benar? Gue takut detik ini juga Emerald mutusin gue. Please, dari dulu, gue susah banget ngedapetin si bule ini. Masa karena hal gini aja, gue putus sama dia? Liat aja si Alexander junior itu! Hal pertama yang bakal gue lakuin ke lo waktu kita ketemu adalah ... gue bakal ninju muka jelek lo itu! batin Crystal masih mendumel. Melihat Crystal yang bertatapan kosong, Emerald pun menyentuh pipinya. “Say it, Honey. Apa pun yang kamu katakan, aku tetap cinta sama kamu,” seru Emerald sambil tersenyum. “Huekkszzz! Ember mana ember?” timpal Intan merasa jijik dengan sikap sok romantis Emerald. Crystal tak ingin kehilangan Emerald. Dia juga tak siap mesti bertengkar dengan Intan karena telah menyakiti sahabatnya itu. Akhirnya, Crystal lebih memilih untuk bungkam, hanya terus mengutuk anak Pak Alexander itu dalam hatinya. “Gue ... cuma mau bilang, si Morgan itu kenal sama lo, Intan,” kilah Crystal. Intan melongo, Emerald yang tadi menyambar jus Intan tiba-tiba menyemburkan jus itu dari mulutnya. “Iuw ... Al! Jorok banget, sih, lo!” kesal mereka sambil menimpuki kepala Emerald. “Adoow!” Crystal dan Intan meninggalkan Emerald seorang diri di tengah keramaian kantin. * Malam itu, papa segera pulang ke rumah. Wajahnya ceria sekali jika membahas pertunangan Crystal dan anaknya Pak Alexander itu. Papa menyodorkan card undangan ke hadapan Crystal dan mamanya yang asik menonton TV di ruang tengah. “Undangan apa, Pa?” tanya Crystal. “Ya undangan pertunangan kamu, dong!” Crystal merengut, mengambil undangan itu. Si Papa masih tersenyum riang jika mengingat acara akan dilangsungkan besok malam. “Pak Alexander itu pengusaha sukses. Kami menjodohkan kalian supaya bisnis kami berkembang. Pertunangan nanti juga malah ada yang ngajuin buat sponsor. Kan, kamu tau, Pak Alexander itu orang terkenal. Malah ada stasiun TV yang bakal meliput,” terang Papa. Crystal manyun-manyun sendiri. Dia membuka undangan berwarna keemasan itu. Tampak elegan, menunjukkan mewahnya keluarga Alexander. Tertulis di kartu Undangan : Ruby Reyansha Alexander dan Crystal Candyta Kusuma Crystal masih memandang dengan seksama. Akhirnya dia ingat bahwa nama Alexander itu terdengar tak asing di telinganya. * Keesokan harinya, Crystal pasrah dengan nasib perjodohannya dan tak memberitahu Emerald dan Intan. Sore itu, keluarga Crystal tancap gas mobil dan terhenti di pelataran rumah megah Pak Alexander. Orang terpandang, sih, pantas aja persiapan pertunangannya mewah banget, gumam Crystal. Mama dan papanya sedang asik bicara dengan Pak Alexander dan istrinya. Dia memilih diam, sesekali hiasan indah rumah megah itu mengusik matanya. Setelah mengangguk sungkan, dia pergi meninggalkan mereka. Dia berdiri cemas di pelataran samping rumah Pak Alexander. Wajahnya cemas ketika dia putuskan untuk menghubungi Emerald. Tuut ... Hati Crystal sudah dag-dig-dug. Tak lama, panggilan diangkat dari seberang sana. “Ya, Sayang,” sapa Emerald. “Ehm, Al. Malam ini, aku ....” “Iya, kenapa dengan malam ini? Jadwal aku ngapel ke rumah kamu, ya?” Pemuda itu masih asyik bercanda seperti biasa, tak tega rasanya menghancurkan mood-nya. “Tapi ... malam ini aku nggak di rumah, Al.” “Loh, kenapa? Emang sekarang kamu di mana?” “Aku ... lagi pergi sama mama dan papa. Ada arisan di rumah tante." “Oh, ya udah, deh. Sayang, udah dulu, ya. Aku sebenarnya juga mau bilang kalau malam ini aku diajakin mama pergi. Untung banget kamu juga ada acara.” “Ya udah, love you, Al.” “Iya, Sayang, love u too.” Di sisi lain, di kamarnya, Emerald mengakhiri panggilan dengan Crystal. Bersamaan dengan itu, mamanya masuk ke kamar. “Jadi nggak, nemenin Mama pergi?” “Jadi, Ma. Emangnya pertunangan siapa, sih?” “Anak kolega papamu, putra tertua Pak Alex.” Rahasia yang disimpan rapat itu justru berakhir petaka nantinya. Emerald akan menyaksikan sendiri pertunangan kekasihnya di depan matanya. * Crystal sudah seperti orang gila. Dia hanya bisa menggigit jari sambil lompat-lompat tak karuan. Lamunannya terhenti kala sebuah jeep merah memasuki pekarangan. Iseng, dia mengintip. “Itu, kan, genk Beverly? Morgan, Davin, sama Jimmy? Kenapa mereka ada di sini?” Ya, itu adalah genk Beverly. Mereka duduk di pelataran. Sesekali, Jimmy mengambil foto selfi di tengah hiasan lampu taman dan indahnya papan bunga yang berderet di sepanjangnya. “Norak lo, Jim!” sahut Davin. “Yes, ntar gue upload ke i********: gue,” seru Jimmy sambil duduk di dekat mereka. “Idih, emang lo punya followers? Narsis banget lo,” tandas Morgan. “Heheh. Minimal, anak-anak SMU Golden, kan, ngidolain gue.” Crystal masih mencuri pembicaraan mereka, memasang telinga lebar-lebar. “Keren banget, nih, keluarga Pak Alexander. Katanya bakal disiarin di infotainment juga,” ucap Davin sambil menepuk-nepuk pundak Morgan. “Ho-oh! Gue pengen juga, deh, diangkat jadi anak bokap lo, Gan!” tambah Jimmy. Crystal terkejut. Ya, setidaknya Intan pernah menyebutkan nama belakang Morgan, Alexander. Apa mungkin Morgan itu yang jadi tunangan gue? Crystal menggigit ujung kukunya. “Eh, tadi siapa nama tunangan gue? Saking bencinya gue sama dia, nama dia aja gue sampe lupa,” ucapnya sambil menepuk jidatnya. Gadis belia itu memutuskan untuk masuk lagi mendekati kedua orangtuanya. Dia hendak menanyakan lagi nama tunangannya itu. Namun, dia urung karena Nyonya Alexander menyentuh rambutnya. “Kamu cantik sekali. Ayo, masuk! Gaun kamu sudah siap. Biar Tante yang dandanin kamu.” “Eum, dia ... mana, Tan?” Crystal mulai penasaran dengan tunangannya itu. “Tadi dia keluar. Senang sekali saya punya calon mantu yang cantik seperti anak kamu ini, Pak Chandra,” ucap Pak Alexander pada Papa Crystal –Chandra Kusuma. Ponsel Crystal berbunyi, berisi pesan dari Intan. [Crystal! Kayaknya, gue jatuh cinta beneran sama Morgan! DAMN! Kenapa anak Pak Alexander itu cakep banget, sih?] Crystal tertegun, bibirnya setengah terbuka tanpa ekspresi berarti. Jadi Morgan benar anaknya Pak Alexander? pikirnya. Bagai telur di ujung tanduk. Apa pun tindakan yang diambilnya, dia akan hancur. Bingung harus berpihak pada siapa. Emerald, atau papanya. * Malam pesta pertunangan akhirnya tiba. Yang hadir orang bisnis semua. Anak-anak remaja juga ambil bagian. Pak Alexander itu memang terkenal ramah. Wajar saja banyak yang menyukai beliau. Di antara pengunjung pesta, terlihat Emerald. Pasti akan terjadi hal besar. Belum lagi, ketika dia tak sengaja bertemu dengan Intan yang juga diajak orangtuanya ke acara meriah itu. “Lo di sini juga, Tan?” tanya Emerald. “Yup, gue diajak nyokap. Meriah banget, Al! Tuh liat, ada stasiun TV juga, keren banget keluarga Pak Alexander ini. Lambai-lambai ke kamera, yuk. Lagi on, tuh, mana tau masuk tivi.” Emerald bisa saja bercanda dengan Intan. Padahal dia tak tahu, kejadian yang akan terjadi di depan matanya. Bak pisau tajam yang siap menusuk jantungnya. “Eh, di sana juga ada stasiun TV, Al. Infotainment juga. Keluar, yuk!” Intan menyeret langkah Emerald keluar rumah, masih bercanda di antara para kameramen yang merekam live pertunangan mewah itu. Crystal turun dengan gaun putihnya, riasan wajahnya juga membuat dia sangat cantik. Dia tersenyum, tetapi nampak sekali dipaksakan. Perhatian hadirin beralih padanya. Matanya mencari keberadaan tunangannya. Dia ingat, hal pertama yang ingin dia lakukan adalah meninju wajah jelek anak Pak Alexander itu. Lantas, Crystal ditatap oleh Morgan di ujung sana. Pria itu sangat tampan berbalut setelan jas hitam dengan liris biru pada sisi kerahnya. Dia tersenyum pada Crystal, tak lupa mengeringkan mata nakalnya. “OMG? Jadi, beneran si playboy itu?” Gumam pelan Crystal tak sengaja terdengar oleh Pak Alexander yang ada di sampingnya. “Eh, kenapa kamu sendirian, Crys?" tegur Pak Alexander. "Ruby!” Crystal beralih pada seorang pria yang sedari tadi bicara dengan rekannya yang lain. Tampan. Tidak, sangat tampan. Pria berjas hitam dengan liris merah dan aksen mawar pada sisi saku dadanya. Posturnya cukup tinggi dan proporsional dengan bidang bahu lebar dan kaki jenjangnya. Bisa dibayangkan Crystal begitu sempurnanya tubuh di balik kemeja dan jas itu karena pakaiannya begitu rekat pada bidang d**a atletisnya. Kayaknya gue mimpi, deh! keluh batin Crystal. Puk! Crystal sedikit menepuk pipinya. Tidak. Pria itu berjalan ke arahnya dan Crystal melihat jelas lekuk wajahnya dari dekat. Alis mata tebalnya sangat rapi di antara hidung mancung dan mata hazelnya. Lekuk bibirnya juga sangat cantik dengan lower lip sedikit berisi. Apakah serius pria sempurna seperti dia memilih berjodoh dengan gadis SMU 17 tahun? Oh my God. Gue pikir dia tadi jelek, gila, atau penyakitan gitu. Mana mungkin seganteng ini mau dijodohin sama anak SMU? Maygat! Harusnya gue searching dulu siapa Ruby Alexander ini. Dia beneran charming tingkat dewa, gumamnya. Wajah pria yang bernama Ruby itu sangat tampan. Style rambutnya membuat Crystal kagum bukan main, bak aktor Korea yang muncul di depannya. Ketika pria itu mendekat dan menawarkan senyumnya, lesung cantik indah menghiasi kedua pipinya. Karena senyum menawan Ruby yang ikhlas, Crystal jadi tak tega dan ikut tersenyum. Bibir plum-nya sangat indah dan sexy. Ruby mengulurkan tangannya. “Kamu cantik, Crystal. Oh iya, aku Ruby. Morgan udah cerita banyak tentang kamu. Aku kakaknya." Crystal menerima uluran tangan itu. Tangannya terasa hangat. Tanpa sadar, jantung Crystal sangat berdebar. "Oh, jadi Morgan itu adek kamu?" "Iya." Crystal masih tenggelam dalam zona feromon yang disebarkan pria tampan yang sebentar lagi akan jadi tunangannya ini. Terhipnotis sempurna. Astaga! Ini, sih, cakep luar biasa. Charming banget, batin Crystal kagum. Mungkin kekaguman Crystal akan sosok Ruby membuat dia lupa akan kebenciannya terhadap pertunangan ini. Hingga ketika pertunangan itu dimulai, dia rela membiarkan cincin itu melingkar di jari mereka. Namun, hatinya mesti runtuh kala dari kejauhan, dia melihat Emerald dan Intan bak menonton sinetron yang sad ending. Tentu saja hati Emerald berdarah melihatnya. Apakah dia salah lihat? Pria blasteran Inggris itu hampir saja limbung jika dia tak berpegangan pada Intan. "Al, gue ... salah liat, 'kan?" Intan terkejut setengah mati. Dia menyanggah bahu Emerald karena pasti Emerald sangat shock. Kekasih hatinya bertunangan dengan pria lain tepat di depan matanya. Crystal juga tak mungkin segera menyusul langkah Emerald yang sudah berlari meninggalkan lokasi. Setelah berselang sepuluh menit, Ruby menyadari mata Crystal yang berair. Dia menyentuh bahu Crystal, “Kamu kenapa?” “Gue boleh izin keluar sebentar?” “Oh, oke. Tapi cepat balik, ya. Nggak enak diliatin orang kamunya keluar.” Crystal menyingkap gaunnya dan berlari mengejar langkah Emerald. Dia terhenti melihat Emerald terduduk di trotoar jalan. Perasaan Emerald hancur. Crystal tak tahu harus bersikap apa. Dia mendekati Emerald dengan perasaan bersalah yang menggunung di hatinya. “Al.” Emerald bangkit dan berdiri di hadapan Crystal. Dia marah, tetapi air mata mengalir dari ekor matanya. “Sial! Jadi ini yang lo sembunyiin dari gue dan Intan?!” “Maaf, Al. Gue terpaksa nerima ini semua. Bokap gue ....” “Kayak orang bodoh! Di depan mata gue sendiri, gue nyaksiin pertunangan pacar gue dengan cowok lain. Tega lo, Crystal.” “Please, maafin gue. Gue sayang sama lo. Pertunangan ini cuma ....” Emerald menghela napasnya, tak menyangka rasa cintanya selama ini malah mendapat tamparan keras dari Crystal. “Ngapain lagi lo di sini? Mendingan lo di dalam sama tunangan lo itu. Siapa tadi? Oh, Ruby Alexander! Silakan lo berbangga hati karena berhasil tunangan sama anak konglomerat itu.” “Al ....” Crystal mulai sedih mendengar kata-k********r Emerald. Dia menarik tangan Emerald, tetapi Emerald segera menepisnya. “Kita ... putus!” Hari ini benar-benar kelabu. Hubungan cinta dua tahun mereka sudah kandas dengan tragis. Tak peduli entah dikatakan beruntung atau tidak karena telah berhasil bertunangan dengan Ruby Alexander. Ataukah dia harus bersyukur telah mendapatkan tunangan yang charming-nya overdosis seperti Ruby? Saat ini dia tahu, dia akan membenci Ruby, pemilik senyuman manis itu. *
Bacaan gratis untuk pengguna baru
Pindai untuk mengunduh app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Penulis
  • chap_listDaftar Isi
  • likeTAMBAHKAN