Kebiasaan Pasutri Baru

1085 Kata
Memasuki kehidupan baru pernikahan memberikan warna yang baru juga di setiap hari yang ku lalui bersama mas Haris. Sama halnya dengan pengantin baru yang lain, aku dan mas Haris pun masih merasakan canggung satu sama lain. Hal yang terbiasa kami lakukan sendiri, setidaknya kini sudah ada yang menemani. Aku sendiri pun sedang membiasakan diri untuk tidak menggunakan jilbab syar'i dan pakaian longgar di depan mas Haris. Juga, sedang berusaha untuk bisa menatap ke dalam retina suamiku itu ketika kami sedang membicarakan suatu hal. Agak risih memang, tapi aku harus belajar. Karena mas Haris sekarang adalah suamiku, dan pernikahan adalah wadah untuk mempelajari banyak hal. Walaupun sebenarnya lebih banyak aku yang belajar kepada suamiku. Karena setelah pernikahan terjadi, maka setiap perkataan suami menjadi perintah, dan tindak tanduknya menjadi tauladan. *** Setelah menikah, aku baru tau kalau mas Haris punya kebiasaan mandi pagi sebelum waktu subuh. Katanya membuat badan jadi lebih segar dan pikiran fresh. Mas haris pun mengaku bahwa hal ini sudah berlangsung cukup lama. Seperti kejadian pagi ini, sayup-sayup aku mendengar suara air keran di dalam kamar mandi yang terbuka. Entah mimpi atau bukan, aku merasa tempat yang beberapa hari ini di tiduri suamiku terasa kosong. Aku meraba ke sisi samping tempat tidur tapi aku tidak merasakan apapun. Lalu, aku mencoba untuk membuka mata lebih lebar, dan ternyata benar kosong. Ujung mataku pun melihat ke arah tempat yang biasa digunakan untuk menjemur handuk juga ikutan kosong. "Apa mas Haris di kamar mandi ya?" Aku bertanya-tanya sendiri. Tak ingin hanya menerka-nerka apa yang terjadi, aku pun segera keluar dari kamar dan berjalan menuju satu-satunya kamar mandi di rumah ini. Letaknya yang memang berada di dekat dapur membuat ku sedikit malas kalau harus buang air di malam hari. Tapi, rasa penasaran akan keberadaan mas Haris, mengalahkan rasa malas yang kerap kali ku rasakan. Tok..Tok.. Aku mengetuk pintu kamar mandi untuk memastikan bahwa pintunya memang terkunci dari dalam. "Mas Haris, lagi di kamar mandi tah?" Tanyaku kemudian karena penasaran dengan yang di lakukan suamiku di dalam kamar mandi. Bisa saja kan dia sedang mules sampai diare di dini hari begini, kalau seperti itu berati kan aku harus menyiapkan obat untuknya atau mungkin menelepon dokter langganan agar memeriksa keadaan suamiku. "Iya dek, mas lagi mandi." Jawab mas Haris dari dalam kamar mandi dengan sedikit teriak karena keran air yang tidak di matikan. "Mandi atau ngapain, mas?" Tanyaku lagi untuk memastikan bahwa aku tidak salah dengar, karena bagiku ganjil kalau mandi jam segini. Rasa dinginnya itu looh yang beeerrrrr.... Aku tidak akan kuat, biar mas Haris saja yang sepertinya sudah terbiasa. "Mandi." Jawab mas Haris singkat dan masih dengan berteriak. Sudahlah, cukup. Aku tak bertanya lagi. Langsung saja aku tinggalkan tempat itu dan berlalu masuk ke kamar. Lagi pula, kurang jelas juga rasanya suara mas Haris ketika menjawab, karena suara keran kamar mandi yang turut memenuhi ruang pendengaran. Aku Pun memutuskan untuk menunggunya di kamar saja. *** Sekitar sepuluh menit kemudian, mas Haris sudah kembali ke kamar kami. Mas Haris menatapku sambil tersenyum penuh arti sembari mendekat dan menempelkan bibirnya di keningku. Aku menikmati ciuman yang diberikan kekasih halal ku itu. Terasa hangat sekali dan aku pun seketika merasa tenang berada di dekat lelaki yang baru beberapa bulan ini menjadi pendampingku. Tak lama berselang, adzan subuh mulai terdengar. Suamiku bergegas bangkit dan mengambil sajadah, dan kembali mencium keningku seraya pamit untuk menunaikan sholat di masjid. Ku antar suamiku sampai ke pintu depan. Ya, begitulah pengantin baru, rasanya tidak mau berpisah barang sebentar saja. Setelah itu, aku pun langsung ke kamar mandi untuk wudhu dan bersiap sholat subuh. Ku panjatkan doa dan pengharapan terbaik yang aku miliki kepada Sang Pemilih Hatiku. Aku pasrahkan segala sesuatu yang mungkin terjadi dalam kehidupan rumah tangga ku ke depannya. Karena aku yakin, Allah adalah sebaik-baiknya perencana dan pengatur skenario kehidupan ku. Sepulang dari Masjid, Mas Haris langsung masuk ke dalam ruang pribadi kami di saat aku sedang membaca ayat suci Al-Qur'an. Hal ini sudah menjadi kebiasaan yang aku lakukan terus menerus sejak masih gadis. Membiasakan diri untuk membaca ayat-ayat Allah walaupun bacaan ku belum benar. Tak jarang Mas Haris yang akan menyimak setiap bacaan ku, dan meneliti jika ada kesalahan dalam pengucapan. Karena, salah satu huruf saja bisa merubah arti maka harus berhati-hati agar tidak ada kesalahan lagi. "Dek, waktu cuti mas tinggal 3 hari lagi. Nanti kita nginep rumah ibu, ya. Lusa baru tidur di sini lagi, gimana?" Tanya mas Haris setelah kami menyelesaikan muroja'ah di pagi ini. "Iya boleh mas, mau berangkat jam berapa nanti?." Tanyaku padanya. "Jam 9." Jawabnya singkat. "Oke deh." Balasku lagi tak kalah singkat, yang langsung dibalas dengan ciuman hangat di kening dan pipi kanan kiriku. Begitulah mas Haris yang sikapnya begitu manis. Aku Pun sering kali merasa bagaikan sang putri yang teramat sangat di manjakan oleh pangeran pujaan hati. Dalam hatiku terdapat banyak harap, semoga mas Haris akan tetap memperlakukan aku dengan manis sampai kami menua bersama dan malaikat pun menjemput kami dengan cara-Nya. "Nanti mau berangkat jam 9 beneran mas?" Tanyaku hati-hati dan sedikit ragu setelah selesai merapihkan sajadah yang baru saja aku gunakan, dan meletakkan kembali Al-Qur'an ke tempatnya semula yang tadi baru selesai di pakai untuk muroja'ah. "Kenapa dek? Kalo jam 9 di rasa kepagian, ya kita berangkat Siang aja ya dek, nanti kan malam Jumat, sorenya mas mau nyekar dulu ke makam bapak." Jawab suamiku yang sedang bersiap untuk keluar mencari udara pagi dan hanya aku balas dengan anggukan kepala tanda mengerti. Aku tidak merespon lagi ucapan suamiku. Entah mengapa, hal yang paling ingin aku hindari adalah ketika suamiku mengajak untuk menginap di rumah orang tuanya. Aku sih ngga masalah ya kalau cuma berkunjung, tapi kalau menginap entah kenapa ada rasa sungkan dalam hatiku. Apakah aku telah termasuk berdosa? Mas Haris memang terbiasa menghabiskan waktu setelah subuh dengan berjalan-jalan menuju area persawahan yang ada di sekitar tempat tinggal kami. Sementara mas Haris melakukan aktifitasnya diluar rumah, aku lebih memilih segera menuju dapur untuk mulai mengerjakan pekerjaan rumah. Semakin pagi aku masuk dapur, maka akan semakin cepat pula tersedia sarapan untuk suamiku. Begitu kira-kira pemikiran ku. "Alhamdulillah yaa Allah telah Engkau jodohkan aku dengan lelaki baik nan Sholeh seperti mas Haris" Bisikku dalam hati. Rasa haru dan bahagia menyelimuti ruang hatiku yang terdalam. Memandangnya dari kejauhan sungguh menyejukkan hati. Kenapa aku bisa sebegini cintanya ya sama dia? "Ahh, kalau bukan karena cinta semua ini akan terasa biasa saja." bisikku dalam hati sambil meletakkan sebelah tanganku di mulut yang mulai senyum-senyum dengan sendiri nya. Udahlah, pagi-pagi udah bucin. ... Bersambung... Jangan lupa like komen dan share...
Bacaan gratis untuk pengguna baru
Pindai untuk mengunduh app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Penulis
  • chap_listDaftar Isi
  • likeTAMBAHKAN