Prewed yang Tertunda

1556 Kata
“Kita ke mana setelah ini?” tanyaku padanya. Sesaat setelah kami selesai makan. “Ke mana lagi ya, enaknya?” dia malah balik bertanya. “Aku browsing dulu deh,” jawabku. Aku berselancar di internet. Mencari tempat wisata yang bagus. Ada beberapa rekomendasi di sana. Ada cafe-cafe yang desain tempatnya bagus dan instagramebel. Ada pula wisata alam, dengan pemandangannya yang indah. Aku memilah dan memilih, menimbang-nimbang, tempat mana yang sekiranya nyaman dan bagus untuk berbulan madu. “Ini bagus,” ucapku sambil menunjukkan foto sebuah wisata, yaitu coban rais. “Iya bagus. Coban rais ya itu?” tanyanya. “Kok kamu tahu?” “Ya tahulah. Bagus di sana kata teman-temanku,” jawabnya. “Teman yang mana nih?” sindirku. “Teman petani sayur, kan banyak yang setor sayur ke aku orang-orang daerah sana,” jawabnya. “Oh,” jawabku malu. Kami menuju lokasi coban rais. Masih di kawasan Kota Batu. Kabarnya kota ini mempunyai banyak tempat wisata yang bagus-bagus. Rasanya ingin kujajal semuanya. Dari yang aku baca di google, dahulu objek wisata air terjun ini lebih dikenal dengan nama Coban Sabrangan. Karena, untuk menuju air terjun tersebut pengunjung harus menyebrang sungai terlebih dahulu. Coban Rais ini terletak di lereng sebelah timur Gunung Panderman. Secara administratif masuk ke dalam wilayah Dusun Dresel, Desa Oro-oro Ombo, Kecamatan Batu, Kota Batu, Provinsi Jawa Timur. Air terjun ini berada di ketinggian 1025 meter di atas permukaan laut. Lokasinya yang cukup tinggi dan berada di lereng gunung membuat suhu air yang tercurah dari atas terasa sangat dingin. Aku sudah tidak sabar merasakan embusan angin yang membawa percikan air terjun tersebut. Tidak begitu lama kami sudah sampai di gerbang masuk wisata itu. Romi memarkirkan mobil dan segera mengajakku turun. Tiket masuknya cukup murah, hanya sepuluh ribu rupiah saja untuk per orang. Aku yang notabene adalah anak pesisir pantai, yang selalu panas-panasan. Merasa begitu dingin saat sampai di sana. Romi memakaikan jaketnya padaku. “Lupa bawa jaket ya?” ucapnya. Aku hanya mengangguk. Di sana ternyata sudah banyak tukang ojek yang menawarkan untuk mengantar ke area wisata. Katanya perjalanannya sekitar satu kilometer untuk menuju air terjun. Jadi aku dan Romi memilih untuk naik ojek, agar segera sampai di sana. Tarifnya juga hanya sepuluh ribu rupiah. Di tengah perjalanan, aku melihat ada sebuah wisata lain, yaitu batu flower garden. Aku meminta untuk turun di sana. Karena sepertinya tempatnya begitu bagus dengan banyak titik foto di dalamnya. Kami pun turun ari ojek dan memilih untuk masuk ke dalam batu flower garden terlebih dahulu. Tiket masuk batu flower garden dua puluh lima ribu rupiah per orang. Lagi-lagi Romi seakan tidak masalah dengan berbagai harga yang ada. Dia membayarnya dengan mudahnya. Aku sungguh beruntung, mempunyai suami yang sangat memanjakan aku. Aku dan Romi pun masuk. Menikmati segarnya udara pegunungan. Pemandangan hijau yang terbentang luas di depan mata. Kami menjajal berbagai spot foto di sana. Beberapa dari spot itu dikenakan tarif. Tapi itu pun tidak maslah bagi Romi. Dia mudah saja mengeluarkan uangnya. Apa karena dia sanat mencintaiku ya? “Ayo foto di sana,” ajaknya. Dia mengajakku untuk foto di sebuah spot foto yang bertuliskan I LOVE YOU. Dengan hati-hati dia menuntunku hingga sampai idi papan berbentuk Love. Petugas fotografer memberi tanda bahwa dia kan memotret kami. Kami pun berpose ala-ala pre wedding. Romi menekuk satu lututnya di hadapanku dan memberiku seikat bunga. “Iya juga ya, kita dulu belum foto pre wed,” ucapnya. “Lagi mas,” teriaknya pada sang fotografer. Setelah itu, kami melanjutkan ke spot yang lainnya. Ada hujan salju, sepeda udara, dan hammock tower. Kami berfoto di masing-masing tempat itu layaknya sedang berfoto pre wedding. Kami menikmatinya. Setelah puas, kami pun mengisi perut di salah satu warung di sana. Tempat dini seperti Kota Batu memang selalu membuat ingin memakan yang hangat-hangat. Aku dan Romi memesan Bakso dan teh hangat. “Mau tambah?” tanya Romi saat melihatku menyendok bakso terakhir yang ada di mangkukku. Aku menggeleng. ‘Enggak, nanti saja. Kan kita belum ke air terjun,” jawabku. “Masih mau ke sana? Enggak capek kamu?” tanya Romi memastikan. “Iya, sudah sampai di sini, kepalang tanggung. Kan ada tukang ojek,” jawabku sambil terkekeh. “Yeeee, jalan kaki saja yuk? Nanti pulangnya mengojek, bagaimana?” tawarnya. Sepertinya dia ingin mengetes staminaku. Aku menerima tantangannya. “Oke, siapa takut,” jawabku. Kami pun segera melanjutkan perjalanan menuju air terjun. Medannya cukup membuatku ngos-ngosan. Karena jalan setapaknya sempit dan terjal, menyeberangi jembatan besi, menyusuri sungai hingga memanjat batu-batu besar. Aku serasa ingin menyerah saja. tidak kuat rasanya melanjutkan perjalanan itu. Tempatnya begitu sepi, sepertinya para wisatawan lebih memilih untuk pergi ke batu flower garden dari pada ke air terjunnya. Sepanjang perjalanan juga hanya sedikit sekali petunjuk arahnya. Hal yang paling aku takutkan adalah, saat melewati jembatan besi. Salah langkah sedikit saja bisa terperosok. Aku sungguh tidak sanggup membayangkannya. Romi memegangi tanganku dengan sangat erat. Dia begitu hati-hati menuntunku berjalan menyeberanginya. Semua usaha itu ter bayarkan saat kami sampai di air terjun. Air yang begitu deras jatuh dengan sangat indah. Percikan-percikan air di sisi-sisi di terjun terlihat memantulkan cahaya, seperti warna pelangi. Aku terpanah melihat pemandangan yang indah itu. Hijaunya pepohonan, segarnya udara, dinginnya air, dan indahnya pelangi. Semua membayar rasa lelahku berjalan menuju kesini. Rasanya sangat lega. Bisa melihat keindahan alam yang begitu memesona. Tak berapa lama, ternyata ada rombongan lain yang juga datang ke sana. Wajah mereka menunjukkan rasa lelah yang sama denganku. Namun, sedetik kemudian aku melihat senyuman merekah di wajah mereka. Aku menertawakan diriku sendiri. Melihat mereka, seperti melihat pantulan cermin. Aku seperti melihat ekspresiku di wajah mereka. “Lek, banyune adem,” (Om, airnya dingin) ucap seorang anak laki-laki, yang baru saja mencelupkan kakinya ke aliran air terjun. “Lungguh dimek, mangan dimek kene. Ojo langsung adus,” (Duduk dulu, makan dulu sini. Jangan langsung mandi) jawab Om nya. Kalau bahasa jawa ngoko sih, aku masih bisa paham yang sedang mereka bicarakan. Tapi, kalau sudah ke bahasa Jawa halus, aku mundur alon-alon. Aku cuma bisa nggeh sama boten saja. Hari sudah semakin sore. Romi mengajakku untuk segera kembali. Karena di sepanjang perjalanan tadi, kami tidak menemukan satu pun lampu jalan. Maka, kami memburu waktu. Untuk segera sampai di tempat pangkalan ojek tadi. Sebelum hari semakin gelap. Kami kembali dengan naik ojek. Aku merasa sangat lelah. Aku meminta Romi untuk langsung pulang saja. aku ingin segera berendam di air hangat. “Kamu hubungi Bibi, biar dia menyiapkan makanan kita di rumah. Aku tidak akan sanggup menahan lapar, kalau masih harus menunggunya masak,” ucapku pada Romi. Dia pun menuruti permintaanku. Dia menelepon Bibi, memintanya untuk segera menyiapkan makanan di rumah. Aku tersenyum ke arahnya. Dia membelai lembut rambutku. Kami pun segera masuk ke dalam mobil. Dalam perjalanan ke vila, aku sudah tidak sanggup lagi menahan kantuk. Aku tertidur dengan sangat pulas. Aku terbangun saat Romi mengangkatku ke dalam gendongannya. Aku membuka mataku, namun kantuk masih begitu terasa. Maka, aku memilih untuk memejamkannya lagi. Aku pasrah saja, saat dia menggendongku. Kemudian dia merebahkanku di tempat tidur. “Aku siapkan air hangatnya dulu. Kamu tidur saja sebentar, biar nanti bisa lebih segar dan bugar,” bisiknya ditelingaku. Aku sengaja tidak menjawabnya. Karena aku tahu maksud yang sedang dia bicarakan. Biar saja dia mengira aku tidur. Agar dia tidak melancarkan aksinya nanti. Aku sungguh sangat lelah. Aku merasa tidak akan sanggup melayaninya nanti. *** Dia membangunkan aku. Dengan sebuah sentuhan lembut di pipiku. Tangannya yang hangat membuat pipiku menyerap suhu tubuhnya. Rasanya sangat nyaman. “Air hangatnya sudah siap. Mau mandi sama-sama atau sendiri saja?” tanya dia. Dia mencubit pucuk hidungku. “Sendiri saja,” jawabku. Dengan mata yang masih belum sepenuhnya terbuka. “Enak sama-sama loh,” godanya. Kerlingan mata nakalnya membuat aku tersenyum kecut. “Aku capek, besok-besok saja ya,” rengekku. Aku melihatnya menahan tawa. Sepertinya dia sedang menggodaku kali ini. “Iya, aku juga capek. Mandi sana, masakan Bibi sudah matang dari tadi. Nanti keburu dingin,” ucapnya. Dia mengacak rambutku. Aku cemberut sambil membenahinya. Aku masuk ke dalam bathup berisi air hangat. Rasa hangat mulai mengalir dalam tubuhku, dari pertama kali aku memasukkan kakiku. Aku menikmati setiap uap panas yang menguap. Benar-benar membuatku merasa rileks. Aku membenamkan kepalaku beberapa kali. Membiarkannya mendapatkan kehangatan yang sama dengan bagian tubuhku yang lain. Selesai berendam, aku menuju ruang makan. Aku menggunakan baju tidur, agar nantinya aku bisa langsung merebahkan diri, tanpa harus mengganti baju lagi. Aku melihat Romi sedang serius dengan ponselnya. “Sedang apa?” tanyaku. “Ah, enggak. Main internet saja kok, sambil menunggui kamu selesai. Ayo makan!” ucapnya. Aku duduk di sampingnya. Menyenderkan kepalaku di bahunya. “Kenapa?” “Suapin!” pintaku bermanja-manja. Aku mengedipkan mataku beberapa kali ke arahnya. Dia mencubit hidungku dengan gemas. “Jangan begitu, aku nanti ingin loh. Bagaimana?” godanya. Aku tertawa mendengarnya. Dia menambahkan beberapa centong nasi ke atas piringnya. Kemudian dia mulai menyuapiku. Aku membuka mulutku lebar-lebar. Aku melahap makanan itu dalam satu kali suapan. Makan malam selesai, dia menggendongku menuju kamar. Dia sangat pengertian, aku tidak memintanya untuk menggendongku. Tapi dia bisa begitu peka, dia menggendongku tanpa bertanya. aku menarik selimut hingga di dadaku. Dia mengusap rambutku pelas. Kemudian mencium keningku. “Cepat tidur. Aku akan segera menyusul. Aku masih harus menelepon Dimas. Ada keperluan yang harus kami bahas,” ucapnya padaku. Aku mengangguk setuju. Aku langsung memejamkan mataku, dan tertidur dengan sangat pulas.
Bacaan gratis untuk pengguna baru
Pindai untuk mengunduh app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Penulis
  • chap_listDaftar Isi
  • likeTAMBAHKAN