Part 4

1192 Kata
Part 4 Giska sedang membaca komik di kamarnya seraya berbaring saat ponsel lamanya berdering. Tanpa sadar gadis itu tersenyum. Ia jelas tahu siapa yang menghubunginya karena hanya ada satu orang yang tahu nomor itu, siapa lagi kalau bukan Anda. Melempar komik secara sembarangan, ia mengambil ponsel, memasangkan headset dan kemudian menekan tombol jawab. "Ya, Hallo?" Sapanya dengan ramah, ia berusaha sebisa mungkin untuk tidak menyengir lebar. "Hallo juga." Sapa pria yang entah berada dimana. "Kemana aja sih, lama banget gak ada ngehubungin aku?" Tanya Giska dengan nada agak kesal. Pria yang berada di kejauhan itu terkekeh mendengar keluhan Giska. "Maaf, kemarin-kemarin aku sibuk di kampus ngejar dosen supaya bisa dapat jadwal sidang cepat." Jawab pria itu dengan nada bersalah yang terdengar jelas. "Udah dapet?" Tanya Giska ingin tahu. "Alhamdulillah, berjalan lancar seperti yang aku mau. Gimana kabar kamu sekarang? Gimana kuliahnya, ospeknya lancar?" Tanya Anda penasaran. "Loh, kok tahu aku daftar kuliah?" Tanya Giska bingung. Karena memang Anda tidak ada kontak dengannya sejak kali terakhir kelulusan itu. Dan itu sudah berbulan-bulan lamanya, sehingga seringkali membuat Giska kesal dan merasa rindu ingin bicara pada pria itu. Sementara ia sendiri tidak mau menghubungi pria itu lebih dulu karena takut mengganggu waktunya. Giska kan tidak tahu kesibukan pria itu diluar sana karena memang secara personil dia tidak pernah bertemu dengan pria itu secara langsung. "Aku nebak aja," Jawab pria itu dengan santainya yang membuat Giska mengernyit tak percaya. "kamu beneran kuliah? Kok bisa?" Giska mengedikkan bahu sebagai jawaban, namun ia sadar kalau pria itu tidak akan melihatnya. "Ya, beberapa orang ngasih ceramah ini itu, jadi mau gak mau aku milih lanjut aja. Sekarang atau nanti kan gak ada bedanya. Sama capeknya, sama mikirnya." Jawabnya dengan nada mengeluh yang membuat Anda tersenyum di kejauhan sana. "Terus gimana sekarang suasananya? Betah kuliah disana? Dosen sama temen-temen kuliahnya pada baik-baik?" Giska terdiam. Kalau semisal ia mengatakan pada pria itu tentang keadaan kampusnya, apa pria itu akan mengatakan kalau ia manja dan petakilan? Ia kemudian mengedikkan bahu lagi, 'Bodo amat.' Gumamnya sebelum menjawab. "Temen sama dosennya ya gitu-gitu aja. Cuma aku agak nyesel aja masuk ke kampus itu." Jawab Giska lirih. "Nyesel? Nyesel kenapa?" Tanya Anda ingin tahu. "Kampus itu kan pilihan kamu, kampus favorit juga. Apanya yang bikin nyesel?" "Aku sebenernya masuk ke sana bukan karena bener-bener mau. Tapi karena gak punya pilihan lain." "Maksudnya?" "Maksudnya aku bingung mau masuk kampus mana, aku gak punya pilihan. Jadinya aku ngikutin saran temen-temen aku aja. Aku tergiur sama iming-iming mereka juga." "Emang mereka bilang apa sama kamu?" "Mereka bilang, disana banyak cowok cakepnya. Dan mereka juga bilang kalo aku masuk kesana, aku bisa punya cowok." "Trus, disana gak ada cowok cakepnya?" Tanya Anda ingin tahu. "Banyak!" Jawab Giska dengan kesal. "Tapi gak ada satupun yang mau sama aku!" Keluhnya lagi yang membuat Anda tertawa di kejauhan sana. "Kenapa kamu ketawa? Kamu ngejek aku ya?" "Habis kamu lucu, Ka. Ya Allah." Pria itu kembali tertawa. "Masa sih diantara sekian banyak cowok di kampus gak ada satupun yang mau sama kamu? Coba kasih tahu aku, masalahnya dimana? Kamu jelek ya?" Tanya pria itu geli. "Enak aja. Aku ini cantik tahu! Kalo daftar jadi model aja, aku yakin bakal diterima. Cuma sayang aja aku kurang tinggi!" Jawab gadis itu kesal yang membuat Anda kembali tertawa. "Oh, jadi mereka gak mau sama kamu karena kamu kurang tinggi, gitu?" "Ya gak tahu juga." Jawab Giska dengan nada lemas. "Kenapa kamu gak tanyain sama mereka?" Tanya Anda lagi ingin tahu. "Aku harus bikin kuisioner, gitu? Ya elah, bikin repot aja." Jawab Giska ketus. Hening sejenak. "Kamu ada cowok yang kamu suka gak disana?" Tanyanya ingin tahu. Giliran Giska yang terdiam. "Ada gak ya?" Tanyanya tanpa sadar. "Banyak sih." Akunya lagi yang membuat Anda mungkin tercekat di kejauhan sana. "Banyak? Kamu mau jadi player?" Tanya pria itu dengan nada yang terdengar agak kesal. Giska kembali mengedikkan bahu. "Enggak juga sih. Cuma kan kalo punya banyak pacar kayaknya bagus aja gitu. Kayak punya banyak cadangan. Dimana yang satu absen, ada yang lain." Jawab Giska dengan santainya. Anda terdengar berdecak di kejauhan sana. "Pikiran apa itu. Satu ya udah satu aja, Ka. Jangan banyak-banyak, nanti kamu pusing." "Gak usah khawatir, jangankan banyak, satu aja gak ada yang nyangkut." Keluh gadis itu lagi yang membuat Anda kembali tertawa. "Udah coba nembak?" Tanya Anda ingin tahu. "Ih, masa nembak duluan. Enggak lah." "Ya udah, kalo gitu nanti aku aja yang nembak kamu. Kamu jadi pacar aku, tapi jangan selingkuhin aku ya?" pinta pria itu yang entah bagaimana membuat wajah Giska terasa panas seketika. "Mmmm... mau gak ya?" Giska bergumam pelan. "Lho, kan kamu gak ada pacar. Kamu juga gak mau nembak dia duluan. Ini ada yang nawarin dan sukarela jadi pacar, malah gak mau." "Ya habis, aku gak mau beli kucing dalam karung." Jawab Giska yang membuat Anda sepertinya terheran-heran. "Kok kucing dalam karung?" Tanya pria itu bingung. "Ya, kita kan Cuma kontakan di telepon doang. Aku gak pernah lihat wajah kamu. Gak tahu seperti apa kamu secara langsung. Siapa tahu kamu itu jelek, udah gitu suka ngupil sembarangan. Aku gak mau, illfeel." "Jadi kamu maunya cowok yang ganten, gitu?" "Iya dong. Kan mau perbaikan keturunan." Jawab gadis itu dengan polosnya. Namun bukannya tersinggung, Anda malah tertawa terbahak dikejauhan sana. "Kok malah ketawa sih?" Tanya Giska heran. "Kamu, cari cowok kayak mau cari suami aja. Pake ada perbaikan keturunan segala. Eh, kamu belajar gak sih kalo fisik anak itu tergantung dari gen dan kromosomnya. Punya siapa yang lebih dominan, itu yang akan membuat si anak terlihat jadi siapa." Jawab Anda dengan logis. "Bukannya mitosnya, kalo si bapak lebih cinta sama emaknya, anaknya bakal mirip emaknya. Dan gitu juga sebaliknya." Anda kembali tertawa. "Gitu ya? Baru denger." Ucap pria itu masih dengan tawanya. "Ya, bisa jadi sih, buktikan aja nanti. Misal kita berjodoh, kalo anaknya nanti mirip kamu, berarti aku yang cinta banget sama kamu. Kalo sebaliknya, berarti kamu yang cinta banget sama aku, gitu?" "Idiihhhh... Siapa juga yang mau nikah sama siapa? Kejauhan banget sih, Om. Ketemu aja belum." Jawab Giska mencibir yang membuat Anda kembali tertawa. "Kan ini contoh aja, Yang." Jawab pria itu yang membuat Giska kembali berdecih. "Udah dibilang jangan Yang Yang Yang Yang." Jawab Giska kesal yang membuat Anda lagi-lagi tertawa. Obrolan mereka semakin lama semakin tidak jelas dan tanpa arah, seolah itu terjadi sebagai pengikis waktu saja. Berpuluh menit kemudian, mereka akhirnya menyudahi percakapan itu. Dua tahun. Rasanya baru kemarin Giska mendapatkan ponsel itu dari Raia dan sekarang dua tahun sudah berlalu begitu saja. Dan sampai detik ini. Giska memang belum bertemu dengan pria itu secara langsung. Ia menyukai setiap perbincangannya dengan Anda. Anda pria yang baik, teman bicara yang baik. Dia selalu menjadi pendengar dan penasehat yang baik tanpa menghakimi. Dia dewasa, bahkan jika dibandingkan dengan kakaknya sendiri, Anda tampaknya berpikiran lebih dewasa. Tapi entahlah jika di dunia nyata. Giska penasaran tentang pria itu. Entah itu fisiknya ataupun karakter asli pria itu. Namun ia tak ingin memaksakan diri ataupun mendesak supaya mereka saling bertemu. Ia ingin menikmati saat-saat ini dulu, ia yakin akan ada waktunya mereka bertemu nanti. Namun jika nanti Giska bertemu dengannya secara fisik dan ia tak suka? Giska akan memikirkan itu nanti.
Bacaan gratis untuk pengguna baru
Pindai untuk mengunduh app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Penulis
  • chap_listDaftar Isi
  • likeTAMBAHKAN