Pesona Dera
Sore itu, seperti biasa Dera menyirami bunga di halaman depan rumah. Menyiram bunga tiap sore sudah menjadi rutinitas Dera sehari-hari. Rumah Dera memang sederhana, tapi dengan penataan yang rapi membuat rumahnya tampak cantik. Di depan rumahnya ditanami berbagai macam bunga yang sedang bermekaran.
Udara sore berhembus cukup kencang membuat rambut Dera yang terurai panjang terombang ambing menutupi wajah cantiknya. Tangan kiri Dera tak henti-hentinya menyematkan rambutnya ke belakang telinga agar tak menutupi wajahnya.
Meskipun sesekali wajahnya tertutup rambut, Dera masih terlihat cantik. Dera memang cantik bahkan sangat cantik. Bibir tipis dengan warna merah jambunya membuat Dera menawan. Hidungnya yang mancung serta pipinya yang merah merona juga membuat Dera semakin mempesona. Tidak hanya cantik, kulitnya juga putih dan bersih terawat. Benar-benar sempurna bagi mata yang memandangnya.
Tidak hanya para lelaki saja yang kagum dengan kecantikan Dera. Kaum wanita juga tak jarang yang memuji Dera. Tetangga berucap saat memandang Dera “Duh... cantiknya, beruntung banget nanti laki-laki yang menikahi Dera”. Dera yang mendengar celoteh tetangganya hanya bisa tersenyum.
Tidak sedikit juga tetangga yang menawari Dera untuk jadi menantunya. “Dera... kamu menikah dengan anakku ya? “Anakku dah sukses, kamu nanti hidupnya enak”. Sambil tersipu malu Dera menjawab “Maaf bu Dera belum pengin nikah”.
Saat itu Dera sedang di halte menunggu angkot yang lewat, ada dua lelaki yang menggodanya. “Suit... suit... cewek kenalan dong?” sambil bersiul lelaki itu menggoda Dera. Dera hanya tersenyum menanggapi lelaki itu. Lelaki itu tak berhenti menggoda Dera. "Ya ampun senyummu Dek bikin Mas makin klepek-klepek, boleh minta nomornya?"
"Maaf Mas nanti suami saya marah”, Dera menutupi agar lelaki itu tidak menggoda Dera lagi. Mendengar jawaban Dera lelaki itupun kemudian berlalu dari hadapan Dera. “ "Alhamdulillah selamat.. selamat untung laki-laki tadi percaya kalau aku sudah punya suami, jadi enggak gangguin lagi deh,” ucap Dera sambil mengelus dadanya.
Sejak kecil Dera hanya tinggal dengan ayahnya. Orang tuanya berpisah saat Dera masih kecil. Ibunya pergi meninggalkan Dera dan Handoko ketempat orang tuanya. Dahulu,
"Handoko dan Karina adalah pasangan kekasih yang saling mencintai. Mereka sangat bahagia dan tidak ingin terpisahkan. Tiap saat mereka habiskan waktu bersama. Saat itu usia Karina masih 19 tahun sedang Handoko 21 tahun. Usia mereka tergolong muda untuk membina rumah tangga. Cinta memang membutakan segalanya. Di pikiran mereka hanyalah bahagia dengan pasangannya. Bagi mereka cinta adalah segalanya tanpa memikirkan kerasnya hidup yang akan mereka hadapi nantinya.”
“Meski awalnya tak mendapat restu, Handoko dan Karina akhirnya menikah. Kehidupan rumah tangga mereka sangat bahagia. Dua tahun usia pernikahan mereka, lahirlah anak pertama mereka yakni Dera. Kebahagiaan mereka pun semakin sempurna. Namun, percikan masalah kecil mulai muncul. Lambat laun percikan itu semakin besar dan tidak bisa dipadamkan lagi. Rumah tangga yang tadinya bahagia harus sirna ditelan prahara."
“Handoko dan Karina akhirnya memutuskan untuk berpisah. Karina pulang ketempat orang tuanya dan Dera ikut Handoko.”
Sejak berpisah, Handoko tidak pernah mendengar kabar Karina lagi. Handoko sangat menjaga dan menyayangi Dera. Handoko tidak ingin putrinya menderita. Handoko tidak ingin putrinya mengalami nasib yang sama dengan dirinya. Handoko melarang Dera menjalin hubungan kekasih dengan sembarang orang.
Handoko tidak ingin putrinya jatuh cinta pada laki-laki yang salah. Laki-laki yang kerjanya main dan hura-hura menghabiskan harta orang tuanya. Ataupun lelaki ingusan yang tahunya cinta sesaat. Handoko ingin putrinya mendapat kekasih yang sudah dewasa dan sukses atas usaha sendiri bukan dari orang tuanya.
Saat bincang-bincang menonton televisi ditemani secangkir teh manis, Handoko berkata “Dera... Ayah ingin ngomong sama kamu Nak?"
"Iya Yah... kenapa? Ngomong aja!,” dengan penuh penasaran Dera semakin mendekat ke Handoko.
“Kamu kan dah besar, kamu juga cantik pasti banyak cowok yang mau sama kamu. Ayah pengin tahu saat ini kamu udah punya cowok belum? Kok kayaknya Ayah belum pernah dikenalin? ” tanya Handoko lagi setelah meneguk teh manis.
“Ih... Ayah kepo, mau tahu apa bener-bener mau tahu nih?”
Dera meledek jeda 5 detik, "belum ada kok Yah”, Dera tersenyum.
“Masa sih?" tanya Handoko sambil mengerutkan dahinya.
“Beneran Yah... nanti kalau ada pasti Dera kenalin sama Ayah”, Dera memperjelas.
Giliran Dera meneguk teh manisnya, jeda 3 detik Handoko berucap. "Dera... kamu putri Ayah satu-satunya, Ayah pengin yang terbaik buat putri Ayah. Jika nanti ada cowok yang dekati kamu, kamu harus bener-bener menimbangnya ya Nak? Jangan asal ganteng, kaya tapi hatinya juga baik.”
“Siap Yah” Dera tersenyum.
“Cowok itu juga tidak hanya memandang kamu dari luarnya saja, tapi harus tahu juga gimana isi hati kamu.” Handoko menasihati lagi.
"Oke siap, semua perintah komandan akan Dera laksanakan hehee.” Dera membentuk hormat.
Ayah pun geleng-geleng kepala dan berkata” Dera... Dera dibilangin malah becandaan.” lalu menepuk jidat.
“Pokoknya nanti kalau kamu dah punya cowok langsung kenalin ke Ayah ya? “Handoko menyambung lagi.
“Sip lah”, jawab Dera sambil mengacungkan ibu jarinya ke Handoko.
Handoko memang sangat perhatian dengan Dera, segala tentang Dera adalah urusan Handoko. Meskipun kini Dera telah dewasa, Handoko selalu menganggap Dera seperti gadis kecil yang harus terus diawasi dan dijaga.
Termasuk menjadi sosok ibu bagi putrinya. Handoko mengerjakan semua pekerjaan rumah sendiri. Dia tidak ingin Dera mengerjakan pekerjaan rumah apa pun. Dari memasak hingga bersih-bersih rumah ayahnya yang kerjakan. Ayahnya tidak ingin kulit mulus Dera kasar dan kotor karena pekerjaan rumah. Kecuali urusan menyiram bunga, Dera memang hobi menanam bunga.
“Dera kamu enggak usah mikirin pekerjaan rumah, Ayah bisa sendiri”.
“Tapi Ayah... memang Ayah enggak capek?”
Ayah harus kerja, pulang masih beresin rumah.” tanya Dera.
“Ayah tidak pernah merasakan capek untuk putri Ayah.”
Tugas putri Ayah hanya merawat diri agar tetap cantik, supaya bisa mendapatkan suami yang mapan biar hidup kamu kecukupan”. Handoko berkata sembari mengelus kepala Dera.
Karena kebiasaan ayah Dera inilah, Dera menjadi gadis yang malas. Dera tidak tahu cara memasak ataupun mencuci baju. Saat Handoko dinas keluar kota.
“Huh... kenapa si ayah mesti keluar kota! Sebel deh... pusiing”!, gerutu Dera sambil memegang kepalanya. Jeda 5 menit Dera kembali mengeluh”, pakaian kotor dah numpuk mana laper pula, coba ada ayah”. Dera enggak harus capek-capek ke loundry, makan tinggal makan. Ini mau makan mesti usaha dulu”.
Jam 05.00 wib, ”kring... kring... kriiing...” alarm berbunyi. Dera pun terbangun dari mimpinya dan meraih alarm yang terus berdering. Dera kembali merebahkan badannya lalu melanjutkan mimpinya yang tertunda.
“Ya Allah anak gadis belum bangun juga! Dera, ini sudah jam berapa?”, teriak ayah sembari mengetuk pintu kamar.
“Iya Ayah”, kelihatan masih sangat mengantuk Dera mengucek-ucek matanya dan bergegas keluar kamar.
Kedua kaki Dera seolah tak sanggup menopang tubuhnya yang lemas karena menahan kantuk. Dengan telapak tangannya, Dera berusaha menutupi mulutnya yang terus menguap karena mengantuk” hoam...”.
Dera yang masih sempoyongan langsung menuju kamar mandi mengambil air wudhu lalu melaksanakan shalat Shubuh.
Dari ujung dapur terdengar” sreng... sreng” suara sutil beradu dengan wajan. Aroma harum masakan Handoko sudah memenuhi setiap sudut ruangan. Hingga membuat perut Dera tak sanggup lagi menahan lapar.
(Sutil merupakan alat dapur yang bentuknya menyerupai sendok dengan gagang panjang)
Tanpa basa basi Dera langsung mengambil makanan di piring atas meja makan.
“Hah... hah... panas.... panas “ Dera kipas-kipasi mulut dengan tangannya karena kepanasan.
“Lagian tahu panas main comot aja! Dera... Dera pagi-pagi dah bikin lawak.” Handoko tertawa sembari geleng-geleng kepala melihat kelakuan Dera.
“Ih... Ayah mana Dera tahu kalau panas, habisnya baunya enak banget. Dera kan jadi enggak tahan, perut Dera jadi laper”.
“Dera... Dera... ya udah sana mandi dulu, habis itu nanti baru sarapan. “Handoko masih geleng-geleng kepala juga.
Hari-hari Dera dihabiskan untuk merawat diri dan berhias. Kulitnya yang putih semakin mengkilap, wajahnya pun semakin bersinar. Hingga orang yang memandangnya semakin terpesona. Tidak jarang laki-laki yang pertama kali memandangnya langsung jatuh cinta kepada Dera.
Dera memang cantik, tapi dia tidak pernah memanfaatkan kecantikannya untuk memilih-milih teman. Terutama teman laki-laki. Dera mau berteman dengan siapa saja yang cocok dengan hatinya. Meskipun cantik, Dera termasuk perempuan yang enggak gampang jatuh cinta dengan laki-laki. Makanya sampai sekarang Dera belum memiliki kekasih.
Padahal kalau Dera mau, lelaki manapun bisa ia dapatkan dengan mudah. Mau laki-laki kaya, ganteng atau sukses Dera bisa mendapatkannya. Pernah saat itu ada lelaki yang Dera tidak mengenalnya datang ke tempatnya. Dera pun mempersilahkan masuk, lelaki itu menyampaikan niatnya kalau ingin mengenal Dera lebih dekat. Dera pun dengan tangan terbuka menerima perkenalan lelaki itu.
Micko, cowok dari keluarga berada, dari penampilan dan gayanya sudah kelihatan kalau dia orang kaya. Setiap datang ke rumah Dera, Micko selalu membawa mobilnya. Micko dan Dera pun cukup dekat, mereka sering jalan berdua. Setelah mengenal Dera cukup lama, Micko pun mengutarakan isi hatinya pada Dera.
“Dera... setelah sekian lama kenal kamu, kita sering jalan berdua lewati waktu bersama. Sepertinya aku jatuh cinta padamu. Kamu mau yah jadi pacar aku!”
Maaf Micko... aku enggak bisa. “ucap Dera pelan.
“Kenapa Dera?”
Kurangnya aku apa, kamu minta apa pasti aku kasih, kamu minta kemana pasti aku bisa turuti!”
Mobil ada, uang tinggal minta bokap langsung kasih, kamu mau minta berapa langsung aku kasih. Apa lagi Dera!”, Micko mulai kesal.
“Itu kekurangan kamu Micko, kamu menilai segalanya dengan materi. Dikit-dikit uang, enggak semuanya bisa dibeli dengan uang Mick termasuk perasaan seseorang. Begitu juga dengan perasaanku”.
“Maaf Micko”. Dera memperjelas dengan suaranya yang lembut
"Dasar cewek bodoh, dikasih enak enggak mau”! Bola mata Miko serasa mau keluar.
“Masih banyak cewek di luar sana yang ngantri jadi pacar aku tapi aku tolak, kamu yang aku pilih malah nolak.” Micko pun kesal lalu meninggalkan Dera sendiri.
Micko memang cowok kaya tapi angkuh, dia menilai segalanya dengan materi. Dera tidak suka itu, Dera pun menolaknya.
Pernah juga ada lelaki gagah,berbadan tegak dan tinggi yang mengutarakan cintanya pada Dera. Lelaki baik itu adalah Aditya.
“Tok... tok... tok... Assalamualaikum? Pintu rumah Dera diketuk seseorang.
”Walaikumsalam, Dera menjawab salam lalu membukakan pintu.
“Eh... kamu Dit, masuk... masuk.”
“Silahkan duduk” ajak Dera
“Makasih Dera” ucap Aditya sambil duduk di kursi sudut ruang tamu.
Lima menit berlalu,” Mau minum apaan Dit?”
"Apa aja Dera, kalau kamu yang bikin pasti aku minum”. Aditya mulai merayu.
"Alah... kamu Dit, enggak usah ngegombal deh”.
Enggak mempan hehe” Dera tertawa kecil.