Lanjut Mas

1046 Kata
Malam semakin larut, tapi aktivitas ranjang pengantin baru itu masih begitu panas. AC di kamar Tante Inez sudah dipasang dengan suhu 18 derajat celcius. Namun, peluh masih terus bercucuran di tubuh kedua insan yang tengah dilanda gairah bercinta. "Mass ... ohh ... akkhh ... akhh ...," desahan dan erangan yang meluncur dari bibir Tante Inez ketika Mario menghentak-hentakkan pinggulnya dengan ritme konstan dan cepat di dalam lembah cintanya yang sudah 'banjir' bolak-balik. Dalam hatinya, Tante Inez terheran-heran dengan stamina Mario yang begitu kuat. Suami barunya ini benar-benar 'jagoan'. Apa dia minum obat kuat? "Emm ... Mas berhenti sebentar. Aku mau nanya ... apa Mas Mario tadi minum obat kuat?" tanya Tante Inez yang penasaran. Mario pun tergelak mendengar pertanyaan istrinya. Dia masih belum 'selesai' dengan aktivitasnya, miliknya masih terbenam di tubuh istrinya bermandikan cairan cinta yang tertumpah berulang kali dari lembah cinta itu. "Hahaha ... kayak nyetop angkot aja ini! Nakal deh nanyanya, Sayang! Aku kan belum 'selesai' ...," protes Mario. "Aku nggak minum obat kuat. Lanjut ya?" tanya Mario lagi dengan tak sabar. "Lanjut Mas ...," balas Tante Inez cekikikan. Mario meremas gunung kembar milik istrinya itu dengan gemas, masih kencang, dan membulat penuh. Dia mengisap puncaknya yang berwarna merah muda kecoklatan sementara istrinya membelai bagian belakang kepalanya, rasanya begitu nyaman. "Sayang, apa boleh aku agak keras kali ini?" pinta Mario karena juniornya masih belum menyerah setelah sekian lama mereka bercinta. "Boleh, Mas, tapi jangan dibikin lecet ya!" jawab Tante Inez agak kuatir dengan istilah 'agak keras' dari Mario. Pria itu mengangkat betis mulus Tante Inez melingkari pinggangnya yang ramping lalu memacu tubuhnya dengan ritme cepat dan menghunjam dengan keras berulang kali hingga Tante Inez menjerit-jerit merasakan sensasi yang lebih intens di bagian kewanitaannya. "AAARRRRGGGHHHHH!" pekik Mario ketika mencapai puncak kenikmatannya. Cairan cintanya menyembur begitu banyak ke dalam rahim hingga meleleh keluar ke paha Tante Inez. Sungguh kenikmatan tiada tara setelah 6 bulan lebih dia berpuasa dari kegiatan suami istri. Mario pun mencabut batang miliknya yang mulai lemas setelah bertarung lama. Dia pun menarik bangun istrinya lalu mengajaknya ke kamar mandi untuk membersihkan diri. Mereka terpaksa harus mandi lagi karena tubuh mereka lengket oleh peluh dan juga cairan-cairan tubuh lainnya. "Apa kamu suka, Sayang?" tanya Mario sambil membelai gunung kembar istrinya yang licin oleh busa sabun mandi. Tante Inez terkikik geli oleh kelakuan tangan Mario, dia mencoba menepisnya tapi malah tubuhnya dibalik membelakangi Mario dan didekap dari belakang di bawah pancuran air hangat shower. "Mas Mario tuh ganas banget sekarang, bikin aku seram dan terheran-heran. Beda banget sama biasanya. Kok bisa gini sih, Mas?" ujar Tante Inez yang masih didekap erat oleh Mario dari belakang. Tubuh mereka menempel satu sama lain, basah oleh air hangat dari shower. "Untungnya aku setuju kawin kontak sama kamu, Inez. Nggak nyangka lho, tubuh kamu masih seperti anak gadis. Ini gawat, bisa bikin aku ketagihan nanti," jawab Mario dengan jujur. "Masa sih Mas? Aku sudah 40 tahun ini, beda banyak 'kan usianya sama Mas Mario?" balas Tante Inez seolah tak percaya dengan ucapan suami barunya. Apa sekedar gombal saja? Mario mematikan shower lalu mengambil handuk untuknya dan untuk istrinya. "Badannya dikeringin dulu ya. Nanti ngobrol di kasur saja, keburu kedinginan," saran Mario seraya mengeringkan tubuhnya. Setelah tubuhnya kering, Tante Inez pun melilitkan handuk itu ke tubuhnya lalu berjalan ke lemarinya, mengambil lingerie yang biasa dia gunakan untuk tidur lalu memakainya. Entah apa yang membuat Mario menjadi tergila-gila melihat tubuh Tante Inez. Dia meraup tubuh Tante Inez dari belakang dan menggendongnya ke ranjang. Setelah menurunkannya ke ranjang, Mario segera menindih tubuh Tante Inez lalu menciumi leher dan buah dadanya yang membulat sempurna. "Masss ... apa masih mau lagi?" tanya Tante Inez dengan putus asa. Padahal sepertinya yang tadi sudah begitu lama. Mario pun terkekeh mendengar pertanyaan istrinya. "Nggak kok, tapi gemes banget sama badan kamu yang molek. Aku jujur lho ... pengin megang-megang terus jadinya." Wanita itu tertawa berderai mendengar jawaban Mario. Dia pun ingin bertanya tentang kehidupan pernikahan Mario dengan Rosita. "Mas, apa aku boleh nanya tentang pernikahanmu sebelumnya?" tanya Tante Inez dengan takut-takut. Mario masih bermain-main dengan gunung kembar istrinya yang membulat penuh itu. "Tanya saja nggak apa-apa kok ...," jawab Mario asal, dia seperti sudah kecanduan untuk menyentuh tubuh indah istrinya. Sentuhan-sentuhan bibir Mario di dadanya membuatnya geli hingga tak tahan cekikikan. "Masss geli! Kamu tuh lho, beda banget kalau di ranjang. Udahan dong, Mas. Aku mau nanya jadi gagal fokus. Astaga!" Akhirnya Mario berguling ke sebelah Tante Inez. Dia memperhatikan istrinya dari samping seraya membelai lekukan pinggang dan bagian belakang milik istrinya yang membulat aduhai. "Tangannya jangan gerilya dulu! Aku mau nanya, dulu waktu sama Rosita, Mas Mario seperti apa? Apa pernikahan kalian dulu bahagia?" ujar Tante Inez berusaha untuk fokus sembari mencekal tangan usil suaminya itu. Mario pun menghela napas panjang sebelum berbicara, "Sepertinya aku dulu salah pilih istri. Memang dia cantik, seksi, awalnya juga baik dan sepertinya sayang padaku. Tapi di ranjang, dia dingin. Terkadang aku sampai bingung dengan apa yang dia mau, ketika aku mengajaknya berhubungan suami istri dia seolah menghindar. Hari ini pertama kalinya aku berhubungan badan dengan wanita lagi setelah 6 bulan yang lalu. Makanya seperti banteng lepas ya, Sayang?" Mario pun memagut bibir Tante Inez yang seksi. Sekarang Tante Inez pun mengerti betapa kacaunya rumah tangga Mario dengan Rosita. Kasihan sekali Mario atas apa yang dia alami dalam biduk rumah tangganya dulu. Rosita bahkan langsung menikah lagi setelah bercerai dengan Mario. Entah apa yang dia cari? "Ehmm ...." Mario berdehem ketika melihat istrinya melamun. Tante Inez pun tersenyum menatap Mario lalu membelai lembut wajah Mario yang licin tanpa jambang. "Inez Sayang, kenapa kamu menawariku kawin kontrak ini? Apa aku boleh tahu alasannya?" tanya Mario penasaran. Belaian tangan Tante Inez di wajahnya membuatnya mengantuk, tapi dia ingin mendengar alasan Tante Inez. "Jujur, aku sudah lama menyukaimu, Mas. Tapi kamu sudah ada yang punya, aku pun ragu, apa kamu menyukaiku dulu...," jawab Tante Inez yang membuat hati Mario berbunga-bunga. "Mungkin ini takdir dari Tuhan, Sayang. Aku mana berani mendekatimu, untunglah kamu yang mengambil inisiatif duluan sehingga kita bisa bersama. Terima kasih, Sayang," ucap Mario sebelum rasa kantuk melanda tubuhnya. Tante Inez memandangi wajah Mario yang tertidur lelap, bekas memar akibat pertandingan tarung bebas beberapa hari lalu masih terlihat. Suaminya itu masih sangat muda dan tampan. Dia berharap dapat membantu suaminya melewati masa-masa sulitnya.
Bacaan gratis untuk pengguna baru
Pindai untuk mengunduh app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Penulis
  • chap_listDaftar Isi
  • likeTAMBAHKAN