44. SATU LAWAN SATU

1520 Kata
Para peserta harus bertarung 1 lawan 1 di tahap ketiga turnamen, itu sesuatu yang sulit namun jika itu sudah menjadi peraturan dan jalannya turnamen ini, mau tidak mau mereka harus saling bertarung. Entah sampai mati atau hanya menyerah saja, yang jelas tentu saja mereka tidak ada yang mau mengalah begitu saja. *** Terlihat Stev menjadi serius dalam melawan kesatria lain, dia masih melawan kesatria bertombak itu. "Menyerah saja kau! Hoaaa!!" teriak kesatria bertombak sambil berlari cepat ke arah Stev, dia mengarahkan tombaknya sambil digerakkan cepat. "Ini bahaya!" gumam Stev dan langsung menggunakan kekuatan pedang legendaris biasa. Stev mengayunkan pedangnya dengan mata bersinar biru, sebuah serangan es melesat ke lawan, namun musuh melompat dan melempar tombaknya ke arah Stev. "Clenk!" Stev berhasil menahan tombak lawan dengan pedang legendaris. Akan tetapi kesatria lawan malah tersenyum, karena sesaat kemudian ... "Jrass!" Stev terkena tombak di bagian lengan atas kanannya. "Apa?" ucapnya dengan kaget. Ternyata tombak bisa bergeser seolah-olah bergerak sendiri bahkan melayang. Stev melirik ke arah kesatria pemakai tombak, melihatnya sang lawan meningkatkan kekuatan energi miliknya dengan maksimal, mungkin itu kekuatannya. Stev menahan luka di lengan atas kanannya itu, tampak mengeluarkan darah. Tidak lama kemudian, tombak bergerak lagi dan mengarak pada Stev, melihat itu, Stev menyerang tombak dengan kekuatan es sehingga membuat tombak terkurung es dan membeku sementara. Akan tetapi kesatria bertombak menyerang Stev lagi dengan sesuatu yang lain, dia melesatkan paku-paku besi berjumlah 10 biji. Stev berusaha menghindari semua serangan paku itu, melompat ke kanan dan semakin menjauh, paku-paku itu tertancap di lantai tanah labirin. Namun sesaat kemudian, semua paku copot dan melesat lagi ke arah Stev. "Sial, kekuatan yang dia miliki apa sebenarnya?" pikir Stev, dia melirik sebentar kesatria bertombak itu, tampak lawan sedang menggerakkan kedua tangannya untuk mengendalikan sesuatu. Stev menyadari sesuatu, ternyata lawan menggunakan teknik magnet untuk menggerakkan tombak dan paku, namun sepertinya tidak bisa bersamaan, alias hanya salah satu peralatan yang bisa dia pakai. Jika tombak yang digunakan, dia tidak bisa memakai paku-paku itu, begitu juga sebaliknya. Stev menggunakan kekuatan es yang agak tebal untuk menghalau paku-paku sehingga semua paku menancap di es. Setelah itu, Stev menyerang kesatria bertombak dengan mata merah bersinar, dia mengayunkan pedang legendaris sehingga kobaran api menyerang lawan. Namun kesatria lawan itu cukup gesit, dia berusaha menghindar. Stev terus mengejar sambil mengayunkan pedangnya, kobaran demi kobaran api muncul meski tidak ada satu pun yang mengenai lawan. Stev memang belum meningkatkan energi miliknya secara maksimal, karena masih sedikit ragu untuk melawan kesatria lain itu, tapi Stev memiliki tujuan lain dalam menyerang lawan bertubi-tubi. Yaitu membuat lawan kelelahan, meski Stev juga bisa lelah, tapi karena kekuatan energi belum maksimal, maka lebih santai. Akan tetapi sesaat kemudian, tombak melesat lagi ke arah Stev, untung dia mengetahui sehingga bisa dihindari, Stev hampir terkena tombak, karena tombak menyerempet sedikit bajunya. Stev dan kesatria bertombak mundur masing-masing untuk menjaga jarak sebentar. "Huft, sepertinya ini agak sulit. Mungkin aku harus menggunakan kekuatan maksimal nanti," batin Stev. Paku-paku milik lawan melesat lagi ke arah Stev, dia langsung menghindar dengan lompat gesit. "Kenapa kamu gak mau menyerah juga?" teriak kesatria bertombak tiba-tiba di dekat Stev dan ingin menusuknya dengan tombak. Stev terkejut namun segera meningkatkan kekuatan energi miliknya hingga maksimal, hal itu membuat gerakan Stev sangat cepat dan lompat menjauh dari serangan lawan. "Enak saja menyerah!" balas Stev. Selanjutnya Stev dan kesatria bertombak saling adu senjata lagi. "Clenk! Clenk! Clenk!" Sebenarnya Stev terlihat lebih unggul, bahkan sang kesatria bertombak merasa kesulitan menghadapi serangan pedang legendaris milik Stev. Mereka mundur sesaat, tampak mereka kelelahan, akan tetapi kesatria bertombak terlihat lebih lelah dari pada Stev, mungkin karena berjuang menahan kekuatan tebasan pedang legendaris, karena energi pedang legendaris jauh lebih besar. "Hah, hah, hah! Sial, semakin sulit saja," batin kesatria bertombak sambil bernapas cepat. "Hah, hah! Lumayan juga kesatria itu!" Kesatria lawan menggunakan kekuatan magnet miliknya lagi untuk menggerakkan paku-paku, namun kali ini lebih lambat, mungkin karena energi milik lawan terus berkurang atau tinggal sedikit, apalagi saat ini sedang kelelahan. Serangan paku lawan mudah dihindari Stev, setelah itu lawan melesatkan tombak miliknya dan terlihat lambat juga. Stev menghindari serangan tombak dengan mudah kemudian melesat maju menyerang kesatria bertombak, namun lawan masih bisa menghindar ke samping. Stev langsung mengarah pada lawan lagi dengan mata bersinar biru, melihat itu lawan terkejut. Akhirnya Stev berhasil membekukan tangan kanan lawan, kemudian mundur sebentar. "Ughh! Apa ini, dingin sekali," ucap sang kesatria bertombak sambil melihat tangan kanannya yang membeku karena kekuatan pedang legendaris es milik Stev, bahkan tangan kanan lawan sulit digerakkan. "Apa kamu serius masih ingin melawanku?" tanya Stev terlihat santai. "Diam kau!" kesal kesatria lawan sambil melirik ke arah Stev. "Huft, masih gak mau mengalah ya." Kesatria bertombak mencoba mengabaikan tangan kanan yang membeku itu, dia menyerang Stev lagi dengan menggerakkan tangan kiri, paku-paku melesat. Stev tidak mau paku-paku itu mengganggunya lagi, kemudian energi miliknya berkobar bersamaan dengan mata merah yang menyala terang, tentu saja pedang legendaris sisi merah juga. "Pedang Api, Shuriken Api!" Stev menembaki semua paku dengan shuriken api cukup banyak, paku-paku mulai melambat karena bertabrakan dengan shuriken api, semua paku tampak melambat dan terbakar, bahkan sesaat kemudian semua paku itu meleleh dan berjatuhan di lantai tanah labirin. Jumlah shuriken api memang jauh lebih banyak dari sepuluh paku besi milik kesatria lawan, apalagi shuriken api sangat panas karena berasal dari lava gunung berapi, ibarat sepanas lava di sana, jadi paku-paku itu sampai meleleh. "Apa? Kurangajar!" kesal kesatria bertombak karena merasa tidak percaya, dia tidak bisa lagi menggunakan paku-paku miliknya. Setelah itu mengambil tombak miliknya dengan menariknya menggunakan kekuatan magnet. Kesatria bertombak berani maju menyerang Stev dengan memegang tombak pakai tangan kiri, Stev hanya tersenyum melihat itu. "Akan ku bunuh kau!" teriak kesatria lawan sangat kesal dan tidak terima, karena dia merasa ingin kalah. "Clenk! Clenk!" Stev mencoba menahan serangan lawan dengan pedang legendaris, kali ini kekuatan lawan tampak ringan dan lambat, Stev dengan santai terus bertahan. Akan tetapi beberapa detik kemudian, Stev merasa bosan, sedangkan kesatria bertombak terlihat memaksakan diri hingga kelelahan. "Hmm, aku rasa dia sangat keras kepala. Sebaiknya aku akhiri saja sekarang!" Stev meningkatkan kekuatan energi miliknya lagi, dan menggunakan mata warna biru yang menyala, dia menebas lawan meski berhasil ditangkis oleh tombak, namun tiba-tiba ... "Clark!" suara sesuatu yang patah, ternyata tombak milik kesatria lawan patah dan tampak membiru, sepertinya membeku. Tombak itu akhirnya putus menjadi 2 bagian hingga membuat kesatria lawan terkejut, Stev tersenyum ke arah lawan, lalu ... "Bugh!" Stev menendang perut musuh dengan lututnya sekuat mungkin. "Aakkhh!" keluh kesatria lawan karena kesakitan, dia terjatuh di tanah sedangkan Stev tidak ingin membuang kesempatan. "Sett!" terlihat Stev menduduki perut lawan di atasnya, sehingga kesatria lawan tidak bisa bangun lagi, kedua kaki Stev juga menginjak kedua lengan lawan. Hal itu membuat lawan tidak bisa berbuat apa-apa, ditambah semua senjata miliknya sudah berakhir, meski mungkin masih bisa digerakkan menggunakan kekuatan magnet, tapi karena kedua tangan lawan diinjak Stev, dia tidak bisa menggunakan kekuatan magnet miliknya lagi, apalagi sedang kesakitan dan energi milik lawan sangat tipis. "Masih gak mau menyerah juga?" tanya Stev sambil menodongkan pedang legendaris ke arah wajah kesatria bertombak. Terlihat kesatria lawan hanya terdiam tidak mau menjawab, akan tetapi dengan sorotan mata tanda tidak suka pada Stev, mungkin masih ingin melawan Stev meski sudah babak belur seperti itu. Mau bagaimana lagi, hadiah fantastis itu sangat menggiurkan dan sulit untuk direlakan ke tangan orang lain. "Kenapa diam saja?" tanya Stev lagi. Kesatria bertombak masih terdiam menatap tajam. "Baiklah, sebaiknya kamu mati saja!" teriak Stev dan ingin melayangkan tusukan pedang legendaris ke leher lawan. "Aku menyerah!" teriak lawan merasa ketakutan. Sebenarnya Stev hanya bercanda dan menakuti kesatria lawannya itu, tidak mungkin Stev beneran ingin membunuhnya. Sesaat kemudian, pintu labirin selanjutnya terbuka, pasti karena salah satu lawan menyerah atau bahkan mati jika memang harus begitu. Stev menghentikan pedangnya, terlihat ujung tajam pedang sudah dekat dengan leher kesatria lawan, sungguh mengerikan meski hanya bercanda, hal itu karena ujung tajam pedang tampak tajam dan berkilauan. Stev tersenyum melihat pintu labirin sudah terbuka lebar. "Oke, aku gak akan membunuhmu," ucap Stev dengan tersenyum. Sementara sang kesatria bertombak berkeringat dingin, hal itu karena dia pikir nyawanya akan melayang di tangan Stev. Stev beranjak dari duduknya di perut kesatria lawan, kemudian menggunakan kekuatan pedang api untuk mencairkan tangan kanan lawan yang masih membeku karena kekuatan pedang es tadi. "Baiklah, pertarungan kita sudah selesai. Sebaiknya kamu mencari jalan pulang dan lupakan hadiah itu. Semoga ada hal lain yang menggantikan keinginan kamu untuk mendapatkan hadiah itu. Makasih atas hiburan dalam pertarungan ini, selamat tinggal," ucap Stev, lalu bergegas memasuki pintu labirin ke tahap turnamen selanjutnya. Sang kesatria lawan yang kalah itu masih tergeletak lemas, selain dia kelelahan, dia juga sangat sedih karena gagal dalam turnamen ini, dia harus menerima nasibnya, dia hanya bisa memandang Stev memasuki pintu labirin tersebut hingga akhirnya pintu itu tertutup lagi dengan rapat. Hal itu menandakan bahwa kesatria yang kalah itu tidak mungkin bisa memasuki pintu labirin tersebut, dengan terpaksa dia harus kembali alias mencari jalan keluar dari labirin ini. Memperlihatkan Chely yang mulai serius dalam bertarung melawan kesatria lain, mereka sama-sama perempuan, sungguh menarik sepertinya. Mampukah Chely mengalahkan kesatria lawannya itu? Seandainya bisa, apa dia akan terluka atau menang dengan mudah? Ikuti terus kisah selanjutnya. TO BE CONTINUED
Bacaan gratis untuk pengguna baru
Pindai untuk mengunduh app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Penulis
  • chap_listDaftar Isi
  • likeTAMBAHKAN