11. JEBAKAN

1972 Kata
Akhirnya Stev berhasil melewati rintangan yang lain, seperti lolos dari penjagaan 2 ekor macan dan kini menghadapi seekor singa jantan. Stev sungguh hebat dan cerdik dalam melewati rintangan 2 macan, mungkin keberuntungan juga karena macan sedikit baik. Mungkinkah dia juga mampu melewati singa? Dan apakah masih banyak rintangan dan halangan lainnya? Bisa jadi masih banyak. *** Stev telah membangunkan singa yang tidur. "Huaaghhrr!" geram singa jantan dan langsung berdiri. "Whoaaaa!" teriak Stev bergegas lari sekencang mungkin. Akan tetapi singa mengejar. "Noooo! Maafkan aku telah membangunkan kamu, aku gak sengaja," ucapnya teriak. Dia berpikir agar nasibnya tidak hancur diterkam singa jantan. "Kelinci, aku harus memberikan 1 daging kelinci ini," gumamnya. Stev segera berbalik dan melempar 1 kelinci tangkapannya tadi. "Ini untukmu makanlah!" Singa yang sedang berlari ke arahnya melihat kelinci melayang, lalu segera menangkapnya dengan taring di mulutnya. Sesaat kemudian, singa itu mengetahui bahwa yang ditangkapnya adalah daging lezat. Singa itu pun berhenti untuk memakannya. Stev perlahan berhenti, karena melihat singa akan makan kelinci miliknya. "Hah, sepertinya singa itu suka," gumamnya, Stev malah memperhatikan singa makan. Tiba-tiba singa menghentikan makan kelinci lalu menggeram ke arah Stev. "Whoaaa!" kaget Stev langsung kabur karena takut singa akan mengejarnya lagi. Akan tetapi ternyata tidak, karena Stev sempat lari sambil menengok dan melihat singa asik melanjutkan makan kelinci. Stev beruntung lagi, karena para binatang buas itu suka dengan semua makanan pemberian nya. Sungguh nasib yang baik bagi Stev Diego Toshiro. Stev terus lanjut perjalanan dengan perasaan lega dan senang. Setelah melewati beberapa binatang buas itu, dia makan sore dengan 1 kelinci bakar hingga habis dan terasa kenyang, kini Stev mencari tempat untuk tidur, karena malam sebentar lagi tiba. "Semoga malam hari gak ada binatang buas, sungguh berbahaya!" ucapnya penuh harap. Stev melihat dataran tinggi di sekitar dan mendapati tempat yang tampak nyaman untuk tidur, sepetak tanah di pinggir tebing, tanah tersebut juga bersih dan hanya ada sedikit rerumputan. Tampaknya juga aman dari binatang buas atau binatang melata berbahaya lainnya, ditambah tidak ada pohon besar yang menghalangi pandangan langit, sehingga akan terang terkena sinar bulan. "Yess, di situ sepertinya aman." Agar tidur lebih aman, Stev menacri alas dan bantal tidur. Kali ini Stev memakai banyak daun-daun kering yang cukup lebar, seperti daun pisang dan jati kering. Mengumpulkan banyak daun kering tersebut untuk dijadikan satu alas tidur, untuk bantalnya menggunakan batang pohon pisang, namun dibungkus beberapa daun pisang kering agar tidak basah. Waktu terus berlalu, kini hari semakin gelap. Stev sudah bersiaga di tempat tidur buatannya tersebut, tampaknya nyaman dan empuk. Sebelum tidur Stev bersandar di dinding tebing sambil memandang sinar bulan dan bintang-bintang di langit, sungguh malam yang cerah dan indah. Meski Stev sendirian, tapi hatinya terasa sejuk dan bahagia, entah kenapa bisa seperti demikian, mungkin karena ketulusan dan keikhlasan hati Stev demi menyelamatkan para penduduk. "Gimana ya keadaan desa, semoga aman. Hmm, aku sudah mulai rindu dengan desa, padahal baru 2 hari meninggalkan desa. Hehe," gumamnya sambil melihat sinar bulan yang hampir purnama. Barang-barang bawaannya disandarkan di tebing agar tidak mengganggu tidurnya nanti. Di desa, Khen dan para pria lain sedang menyalakan api unggun. Hal itu memang sudah menjadi kebiasaan para penduduk, sekalian untuk berjaga malam. "Gimana ya keadaan Stev, semoga baik-baik saja," tanya salah seorang dari mereka. "Ya, aku yakin Stev baik-baik saja. Mungkin Stev sedang istirahat," jawab Khen, sahabat terbaik Stev. Kemudian Khen memandang bulan yang bersinar terang, wajahnya tersenyum saat melihat itu, dia berpikir bahwa malam yang cerah akan menemani dan membuat Stev bahagia. Stelah itu, makan ubi bakar yang sudah matang sore tadi bersama kelinci bakar. Kembali di tempat Stev, karena waktu malam terus berjalan, dia ingin tidur agar besok bisa maksimal dan badan fit. Perlahan Stev berbaring di alas tidur dari daun kering itu, lalu berusaha memejamkan kedua mata, kedua tangannya disilangkan agar terasa hangat. Detik, menit hingga jam terus berlalu, saat ini Stev tidur dengan lelap tanpa ada yang mengganggu, mungkin hanya angin yang sedikit bertiup, namun tidak begitu terasa karena dekat tebing. Bisa saja ada semut atau serangga kecil yang merayap, tapi tidak masalah asalkan tidak berbahaya. Malam hari sendirian di tengah hutan belantara dirasakan Stev, namun tampaknya Stev biasa saja tanpa ada rasa takut yang menghantui. Sungguh pemuda yang pemberani, hebat, dan tangguh. Mungkin orang lain akan stress, ketakutan, dan tidak bisa tidur. Hanya segelintir orang yang berani melakuan itu. *** Pagi hari sudah tiba, Stev sudah cukup lama terbangun dari tidur, kini melakukan persiapan untuk melanjutkan perjalanan mencari kesatria hebat. Menurut peta, hutan tempat kesatria hebat itu berada di sini dan sudah memasuki hutan cukup dalam, akan tetapi tidak akan mudah dalam mencarinya. Stev tidak mempunyai petunjuk yang tepat mengenai lokasi kesatria hebat bersembunyi. Kebetulan di sekitar tempat ini ada beberapa pohon pisang hutan, dan kebetulan sekali ada pisang yang sebagian sudah matang. Stev mengambil secukupnya untuk sarapan pagi, setelah itu memasukkan beberapa buah pisang ke dalam kantong, tentu saja untuk bekal perjalanan dan dimakan sewaktu-waktu. "Oke, sudah cukup kenyang. Saatnya berangkat lagi!" ucapnya penuh semangat. Stev nelanjutkan perjalan dengan santai tapi selalu waspada setiap saat, karena bisa jadi ada suatu bahaya yang tiba-tiba muncul. Stev sudah berjalan sekitar 10 menit, masih aman tanpa ada rintagan atau gangguan. Namun tidak lama kemudian, Stev mendapati sesuatu. "Sungai? Oh, mungkinkah itu sungai yang dikatakan Kakek Chimon waktu itu? Sungai yang penuh bahaya," gumamnya penasaran, dia bergegas mendekati sungai. Saat sudah dekat, Stev terkejut bukan main dan sungguh tidak menyangka. Ternyata sungai itu dihuni puluhan buaya mengerikan. "Ya ampun, jadi ini mengapa rumor mengatakan sungai yang sangat berbahaya. Pantas saja, buaya-buaya itu siap memanga siapa pun yang lewat sungai," ucap Stev sambil mengintip para buaya di balik pohon. "Hmm, ini sungguh sulit," lanjutnya merasa cemas. Stev harus mencari cara agar bisa melewati sungai itu, apalagi jalan satu-satunya yang ada banyak buaya itu, karena di bagian lain banyak pohon dan tumbuhan yang menghalangi, bahkan ada tanaman berduri. Mungkin ada jalan lain, tapi harus memutar lebih lama, tentunya akan membuang banyak waktu. "Aku harus cari cara," ucapnya tidak mau menyerah begitu saja, Stev juga tidak mau cari jalan lain karena mungkin sama saja berbahaya. Apalagi buaya selalu tinggal di dekat perairan, karena buaya mempunyai 2 tempat hidup, yaitu bisa di air bisa juga di darat. Itu berarti di sepanjang sungai dalam hutan ini pasti dijaga para buaya, meskipun yang di sini mungkin paling banyak jumlahnya. Semoga Stev mampu melewati buaya-buaya itu, jika tidak, Stev akan menjadi makan lezat bagi para buaya, tentu saja Stev akan menjadi rebutan, sungguh mengerikan. Beberapa detik berpikir, Stev mencoba sesuatu. Dia melempar ranting kayu kuat-kuat ke arah para buaya, hanya ingin mengetes seberapa agresif binatang-binatang reptil itu. Ketika ranting kayu terlempar dan jauh di air dekat para buaya, ternyata langsung pada berebut. Sungguh agresif, padahal hanya sepotong ranting pohon. "Hiyaaa, gilax. Aduh, benar-benar mengerikan. Aku harus gimana ini?" gumamnya merasa terkejut. "Khen, please tolong aku! Kamu duluan yang maju, atau menjadi umpan," lanjutnya sembarangan. "Astaga, jahat dan tega banget aku pada Khen. Sorry Khen, aku hanya bercanda. Gak mungkinlah aku mengorbankan sahabat terbaik," ucapnya lagi. Sesaat kemudian, Stev mencoba mendekat ke arah sungai yang ada banyak buaya itu, perlahan sambil mengendap-endap. Ketika sudah 5 meter dari buaya terdekat, tiba-tiba buaya tersebut mengetahui keberadaan Stev dan mencoba berlari ingin menyerang, ada 3 ekor buaya yang bergerak untuk menyerang Stev. "Noooo!!" teriaknya sambil lari menjauh. Stev bersembunyi di balik pohon, sementara 3 buaya tersebut berhenti mengejar Stev. "Huh, hah, huh. Sungguh buaya mengerikan. Hey, pergilah semuanya! Aku cuma ingin lewat tau!" ucapnya dengan teriak dan menyuruh buaya pergi. Tentu saja para buaya tidak merespon dan tidak mengerti ucapannya, sehingga tidak menuruti perintah Stev. Situasi cukup rumit karena buaya ada banyak, Stev harus berpikir agar bisa lewat. Dia memperhatikan bahwa luas sungai tidak lebar, sekitar 5 meter, dia harus melewati sungai dengan cepat sambil menghindari para buaya. Sesaat kemudian, Stev mengambil batang pohon cukup besar dan satunya lagi kecil tapi panjang, dia berencana untuk menggunakan 2 batang pohon tersebut. Memberanikan diri semaksimal mungkin, Stev berlari cepat agar buaya bingung, saat ada buaya ingin menggigitnya, dia menggunakan batang pohon besar untuk tameng, sehingga buaya menggigit kayu. Stev segera maju menghindar dan lompat di atas punggung buaya lainnya, dia harus tepat dan hati-hati. Saat buaya yang diinjak dan buaya lainnya bergerak ingin menggigit Stev, bergegas Stev menggunakan batang panjang untuk menghindar, ternyata Stev menggunakannya untuk lompat galah melewati sungai sekalian para buaya. "Tap!" Stev berhasil mendarat di tepi seberang sungai, namun ada buaya yang siap menyerang. "Nooo!!" teriak Stev segera lompat menjauh hingga terjatuh, dia langsung bangun dan lari menjauh dari buaya yang sedang mengejar. Buaya hampir saja membunuhnya, namun akhirnya Stev berhasil lolos dari para buaya, sungguh hebat perjuangan Stev barusan. Kini Stev melanjutkan perjalanan dan tampaknya masih aman tanpa ada rintangan, namun Stev selalu waspada setiap saat. Perjalanan aman hingga 30 menit berlalu, sekian langkah kemudian Stev semakin waspada, ada suara binatang aneh, sepertinya monyet namun saat Stev melihat ke atas pepohonan, tidak ada monyet yang terlihat. "Mungkin hanya perasaanku saja," ucapnya santai. Ketika Stev melangkah 5 kali, tiba-tiba ada sesuatu yang melayang dan mengarah padanya. "Whoaaa!" teriaknya sambil menghindari sesuatu. Ternyata ada sepotong bambu tidak runcing mengayun pada Stev, untung berhasil dihindari dengan maju ke depan. Bambu potong itu terus mengayun dengan tali diikat di pohon. Stev terheran menenai siapa yang membuat jebakan itu. "Oh, mungkin kesatria hebat. Itu berarti tempat tinggalnya gak jauh lagi." Stev bersemangat dan bergerak cepat maju, namun ada lagi bambu potong di depan, dia berusaha menghindar maju namun ada lagi dari samping, menghindar lagi tapi ada 1 lagi dan akhirnya mengenai sedikit lengannya, untung tidak masalah. "Huft, hampir saja!" Stev bergerak maju lagi, dan kali ini sudah tidak ada jebakan bambu potong lagi. Saat berjalan 1 menit, ada lagi sebuah bola coklat yang sepertinya terbuat dari tanah liat, bola itu sebesar bola sepak. Bola tanah melesat ke arah Stev, dia menghindar sambil lari, akan tetapi banyak bola terus menembakinya, Stev berusaha menghindar sebaik mungkin. "Ughh!" keluh Stev akhirnya terkena 1 bola tanah tepat di perutnya, dia terjatuh mundur dan menahan sakit di perut, untung tidak ada lagi bola yang melayang, mungkin karena Stev sedang terjatuh. Stev segera bangkit lalu berlari cepat, bola-bola tanah menyerang lagi, namun Stev tidak ingin terkena kedua kalinya, bisa pingsan nanti. Sekitar 4 bola berhasil dihindari, ada 1 lagi melayang. "Jraashh!" suara pedang menebas bola tanah hingga terbelah menjadi 2 bagian, Stev menggunakan pedang dari Kakek Chimon. Stev tersenyum, lalu maju lagi melanjutkan perjalanan. Baru saja 3 langkah, terlihat banyak monyet berlarian di atas pohon jauh di depan Stev. Kemungkinan besar para monyet itu yang melempari bola tanah pada Stev, hebat sekali para monyet itu, sepertinya sudah terlatih dengan baik. Setelah Stev maju terus, ternyata di atas pohon ada suatu pelontar, pasti untuk melontar bola-bola tanah tadi, namun Stev tidak melihat itu. Stev yakin bahwa ini semua adalah jebakan yang dibuat oleh kesatria hebat. "Sepertinya sudah aman. Whooa!!" Tiba-tiba Stev jatuh ke dalam lubang tanah kotak, dia sangat terkejut. "Apa-apaan ini? Sungguh keterlaluan," kesalnya, untung tidak terluka, hanya kaget. Lubang kotak tersebut sedalam 4 meter dan isinya hanya dedaunan dan ranting kecil, jadi tidak berbahaya. Akan tetapi Stev kesulitan naik, karena cukup tinggi. Stev mencari cara agar bisa naik ke atas. "Aha, aku harus melakukan ini. Tapi butuh waktu, siaal. Gak apa-apa yang penting bisa naik. Ternyata Stev menggunakan pedang untuk membuat lubang kecil di dinding tanah, memang butuh waktu tapi pasti berhasil. Stev membuat beberapa lubang untuk memanjat sambil pegangan, saat memanjat pun harus membuat lubang. Akhirnya dengan susah payah, Stev berhasil naik ke atas. "Huft, menyebalkan. Ini sungguh merepotkan," keluhnya saat sampai di atas. Kemudian dia bergegas melanjutkan perjalanan. Kemungkinan besar ada lagi lubang yang lain, Stev harus berhati-hati. Dia memakai pedang untuk menusuk tanah, apakah ada lubang di depannya atau tidak. Jika tanah keras berati tidak ada lubang, namun jika pedang menembus dengan mudah pasti ada lubang. Stev menemui beberapa lubang lagi, tapi berhasil diatasi menggunakan pedang tersebut.
Bacaan gratis untuk pengguna baru
Pindai untuk mengunduh app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Penulis
  • chap_listDaftar Isi
  • likeTAMBAHKAN