Terdengar teriakan Alea, membuat Lee bagai melesat menaiki anak tangga. Indri terperangah melihatnya, lalu ia menyusul Lee naik ke lantai atas.
Tiba di dalam kamar Alea, tampak Tumini, dan Jumah kewalahan menghadapi nyonya mereka yang berteriak histeris.
Wajah Alea basah oleh air mata, saat melihat Lee, sumpah serapah terlontar dari mulutnya untuk Lee.
"Lepaskan saja, Bik." Lee meminta Tumini, dan Jumah melepaskan Alea. Alea langsung melompat mendekati Lee, ia menampar wajah Lee berulangkali, Lee hanya diam, tidak mencoba untuk menghindar, apa lagi melawan, meski pipinya memar, dan sudut bibirnya mengeluarkan darah. Alea menarik kemeja Lee, sehingga terlepas semua kancing kemeja Lee. Kuku dari kesepuluh jarinya, memberikan bekas goresan panjang di d**a Lee. Sumpah serapah berlompatan tak berhenti ke luar dari sela bibir Alea. Air mata terus mengalir membasahi pipinya.
Lee diam saja, meski Alea menampar pipinya, mencakar dadanya, meninju tubuhnya, mencaci makinya. Lee tetap diam, namun matanya berkaca-kaca. Lee yakin, rasa takut yang teramat sangat tengah mendera perasaan Alea. Membuat istrinya itu benar-benar lepas kendali.
Indri, Tumini, dan Jumah tak mampu menahan air mata mereka. Mereka adalah saksi hidup penderitaan yang harus Alea tanggung sepanjang hidupnya. Yang Indri tidak tahu, kalau Alea bisa sehisteris ini saat tahu hamil.
Alea akhirnya merasa lelah, dan berhenti menyiksa Lee, tubuhnya lemas di dalam pelukan Lee. Air mata Alea membasahi d**a Lee, Lee meringis, menahan perih dari luka cakar Alea yang terkena air mata. Lee mengusap lembut punggung Alea, wajahnya tenggelam di atas kepala Alea. Dua tetes air mata Lee, jatuh di atas kepala Alea.
Perlahan Lee mengangkat tubuh Alea yang seakan kehabisan tenaga, ia baringkan di atas ranjang. Diselimuti tubuh istrinya. Mata Alea terpejam, meski napasnya terlihat tak teratur, setelah ia menumpahkan rasa marahnya pada Lee.
Lee mengambil tissue, dibersihkan wajah Alea dari noda air mata. Diusapnya lembut kepala Alea. Meski Lee belum tahu, apa yang melatari sehingga Alea tidak ingin memiliki keturunan. Tapi Lee yakin, sesuatu itu pasti hal yang sangat menakutkan bagi Alea.
Tumini, dan Jumah permisi ke luar dari kamar. Indri mendekati Alea, dan Lee.
"Kau harus menjaganya Lee, jangan sampai dia berbuat nekad dengan menyakiti dirinya sendiri."
"Saya tahu dokter."
"Lukamu harus diobati, nanti biar mamang yang aku minta membeli obat untukmu."
"Terimakasih, dokter."
"Aku harus ke rumah sakit Lee, telpon aku kalau ada sesuatu yang gawat. Jangan tinggalkan dia, bujuk dia agar mau makan, dan minum."
"Ya dokter."
"Aku pergi Lee, assalamuallaikum."
"Walaikum salam."
Indri meninggalkan kamar Alea, padahal Lee masih ingin bertanya, apa yang melatari ketakutan Alea sehingga Alea tidak ingin memiliki anak.
Suara ponsel Alea mengagetkan Lee, cepat Lee mengambil ponsel itu sebelum suaranya membangunkan Alea.
"Reno," gigi Lee gemerutuk saat melihat nama yang terpampang di layar ponsel Alea.
"Hallo Sayang, selamat pagi."
"Pagi."
"Lee!"
"Ya, saya. Ada apa?"
"Mana Alea?"
"Dia masih tidur."
"Masih tidur, lalu kenapa kau lancang memegang ponselnya?"
"Saya tidak ingin, suara ponsel ini mengganggu tidurnya."
"Lee, biasanya kau memanggilnya nyonya, kenapa sekarang.... "
"Dia istriku, terserah aku ingin memanggilnya apa," desis Lee, mencoba menahan amarahnya.
"Apa yang kau katakan Lee?"
"Dia istriku Tuan Reno"
"Lee, kau menikahinya di atas surat perjanjian. Aku sudah membayarmu, Lee!"
"Uang anda akan saya kembalikan, kirim saja nomer rekening anda, Tuan Reno. Dan, surat perjanjian itu sudah saya bakar. Yang tersisa hanya buku nikah kami, sebagai janji kami pada Tuhan, untuk menjadi sepasang suami istri." Lee berbohong soal surat perjanjian itu, tapi itulah niatnya, ia akan segera membakar surat perjanjian mereka.
"Lee, kau ingin menipu kami, apa yang kau inginkan Lee? Harta Alea?"
"Aku tidak perduli dengan urusan harta Tuan Reno. Yang pasti, aku yakin bisa membuat dia bahagia, karena dia akan jadi satu-satunya wanita dalam hidupku. Bukan yang pertama, bukan juga yang terakhir. Tapi satu-satunya, sampai kami menutup mata. Tidak seperti anda yang akan menjadikamnya istri kedua!"
"Kau tahu itu Lee?"
"Tentu saja aku tahu tuan Reno. Mulai sekarang, jangan lagi anda menghubungi Alea!"
Terdengar tawa Reno di seberang sana, Lee sampai mengerutkan keningnya.
"Lee, kau pikir Alea tidak tahu kalau dia akan menjadi istri keduaku? Kau salah Lee, Alea tahu itu, dan istriku di sini juga tahu kalau aku akan menikahi Alea. Itu bukan masalah bagi kami bertiga. Aku sangat mencintai Alea, begitupun sebaliknya, meski Alea tidak bersedia memiliki anak. Tapi, aku memiliki istri lain yang bersedia memberikan aku keturunan. Jadi, tidak akan ada kesempatan bagimu untuk merebut Alea dariku, dia milikku Lee, milikku!"
Lee terdiam, antara percaya, dan tidak dengan ucapan Reno, kalau Alea tahu Reno masih memiliki istri.
"Kau tak punya kesempatan untuk merebut Aleaku, Lee. Itu hanya mimpi bagimu, dan tidak akan pernah menjadi kenyataan. Kau harus ingat Lee, kau itu hanya supir, bukan siapa-siapa. Gajimu saja belum tentu cukup untuk membeli lipstik Alea." Terdengar tawa mengejek Reno.
Lee menggenggam ponsel di tangannya dengan erat, ia marah mendengar tawa mengejek Reno.
"Anda boleh tertawa Tuan Reno, tapi aku pastikan, Alea akan menjadi milikku. Oh, tidak. Tidak hanya akan, tapi dia sudah menjadi milikku, dan anda harus tahu. Kalau sekarang, dia sudah mengandung darah dagingku." Lee balas tertawa mengejek.
"b******n kau Lee! Kau pasti sudah memperkosa Aleaku!"
"Memperkosa, aku suaminya, dia istriku, kami melakukannya atas dasar suka sama suka. Dan, aku lebih unggul dari anda, Tuan Reno. Dia hamil anakku, hal yang tidak dilakukannya untuk anda."
"Itu tidak mungkin Lee!"
"Kalau anda tidak percaya, tanyakan saja pada dokter Indri. Aku harap, mulai dari sekarang, jangan lagi anda menghubungi istriku. Cintai, dan jaga saja istri, dan anak anda. Mereka lebih membutuhkan anda, dari pada Alea. Selamat pagi Tuan Reno, assalamuallaikum."
Lee mematikan ponsel Alea, ia tidak ingin lagi Reno mengganggu kehidupan Alea. Ditatap wajah Alea yang terlihat lusuh, Lee tidak mengerti kenapa Alea mau saja menjadi istri muda Reno, jika yang diceritakan Reno benar.
Lee menatap dirinya di cermin, pipinya bernoda bekas tamparan Alea, dadanya terluka cakaran kuku Alea, terasa perih memang, tapi Lee yakin, perasaan Alea lebih sakit dari dirinya.
'Aku harus bicara lagi dengan dokter Indri, agar tahu apa yang membuat Alea sangat takut memiliki anak, agar aku bisa menghadapi Alea dengan cara yang tepat.'
BERSAMBUNG