18. Perusak Hubungan Orang

1173 Kata
Bel pergantian jam berbunyi tidak lama setelah Bu Rima mengakhiri materi. Beberapa murid memasukkan kembali buku matematika mereka dan mengeluarkan buku untuk mata pelajaran berikutnya. "Jawabannya min gak sih?" Adel menatap jawaban miliknya berulang kali. Key yang tengah membereskan buku miliknya langsung menatap halaman buku Adel. "Itu kan yang min nilainya lebih sedikit, Del. Jelas jawabannya positif lah." "Lah, iya." Adel menepuk keningnya dan tertawa. Dia lantas segera mengkoreksinya kembali. "Ekhem!" Kedua gadis itu menoleh pada seseorang yang entah seja kapan sudah berdiri di sebelah meja mereka, di sebelah Key lebih tepatnya. Kedua mata Key berkedip selama beberapa kali. "Oh, hai," sapanya. "Eh, iya. Ini Adel. Del, dia Tristan." "Gue udah tahu kali, Key. Kan tadi dia sendiri yang kenalan di depan kelas," ucapnya dan segera menerima uluran tangan Tristan. Key nyengir. Dia lalu menatap Tristan. "Lo kok bisa pindah ke sini? Apalagi bisa pas di kelas gue. Nyariin gue, ya?" kekehnya. Tristan ikut tertawa. "Pengin aja. Oh, iya. Temen lo yang namanya Ravano itu, dia gak apa-apa kan? Kayaknya waktu itu dia marah." Temen? Adel langsung menatap Tristan dengan kening berkerut. "Lo juga kenal sama Ravano?" "Ravano dateng jemput gue pas gue nemenin Tristan ke rumah sakit," jelas Key. "Hmm ... Dia gak marah kok, Tris. Lo sendiri gimana? Luka yang di kepala lo udah sembuh?" "Oh, ini. Haha. Iya, udah kok. Gue kan kuat." Tristan kembali tertawa. "Sori gue nanya ini. Tapi kasus minggu lalu yang tawuran itu ... Beneran dari sekolah lo? Dan lo ... " Adel menggantungkan kalimatnya. "Iya, dari sekolah gue. Dan yah, gue emang terlibat. Kalo gak terlibat, gue gak mungkin bisa nolongin temen lo yang nekat ini. Gue suruh pergi gak nurut, malah balik lagi mukulin anak-anak Panca pake kayu. Sumpah gue liatnya sampe ngeri takut nih cewek kenapa-kenapa. Untung gue gak lemah." Ucapan Tristan membuat Key melayangkan pukulan ke lengannya, membuat lelaki itu mengerang pelan. "Ya ampun, jadi lo beneran terlibat? Key sempet cerita sih soal lo yang juga nolongin dia pas di angkot," ucap Adel. "Eh, iya jaket lo masih di gue. Besok deh gue bawa." Key menunjukkan cengiran khasnya. " "Santai aja kali. Gue juga sekarang sekelas sama lo." Aktivitas ketiganya terhenti saat seorang guru masuk ke dalam kelas. "Ntar kalo mau ke kantin, gue ikut, oke?" Tristan mengedipkan sebelah matanya dan segera kembali ke tempatnya. Key terkekeh. Gadis itu mengacungkan salah satu jempolnya. *** "Pokoknya lo wajib nyoba siomay khas Pelita. Dijamin nagih," ucap Adel. "Baksonya juga gak kalah nagih kok. Gak bakal bikin lo enek," sambung Key. Tristan menatap kedua gadis itu bergantian dan terkekeh. Mereka bertiga menuruni satu per satu anak tangga. "Gue curiga kalian sering nongkrong di kantin." Tristan tertawa. "Nggak lah, enak aja. Boro-boro nongkrong, si Key aja sering nitip ke gue." Adel melirik Key dengan kedua ekor matanya, dan yang dilirik hanya menunjukkan cengiran tanpa dosa. Langkah mereka tiba-tiba begitu berpapasan dengan dua orang murid laki-laki. Keduanya menatap mereka dengan tatapan yang sulit diartikan. Adel melirik Key yang tampak membuang pandangannya, sementara Tristan tampak begitu santai. Gawat, batin Adel. "Lo Ravano, kan? Temennya Keanna yang waktu itu ke rumah sakit?" Temen? Kinn melirik Ravano yang berada di sebelahnya. Dia lalu menatap Tristan yang tampak begitu asing. "Lo kenal sama dia, Rav?" "Dia anak Taruna," ucap Ravano. Senyuman Tristan sedikit memudar ketika mendengarnya. "Kenapa lo bisa ada di sini?" tanya Ravano kemudian. Anak Taruna? Kinn menatap penampilan Tristan dari atas hingga bawah. "Dia pindah ke sini." Ravano langsung menatap Key. Gadis itu juga tengah menatapnya. " Dia di kelas gue." "Kita bertiga mau ke kantin. Lo mau gabung?" tawar Tristan, hingga Ravano kembali menatapnya. "Gak usah, makasih." Ravano langsung pergi begitu saja bersama dengan Kinn. Adel menolehkan kepalanya ke belakang dan menatap punggung Ravano yang menjauh. "Temen lo emang sikapnya begitu, ya?" tanya Tristan. "Sori, ya. Dia lagi bad mood aja kayaknya." Key membuang napas pelan. Sementara Adel kini menatapnya. "Ya udah yuk, lanjut ke kantin. Gue laper." Key langsung berjalan mendahului Tristan dan Adel. "Dia sama Ravano lagi gak akur, ya?" tanya Tristan pada Adel. Namun bukannya menjawab, Adel justru malah menaikkan kedua bahunya dan menepuk bahu tinggi Tristan. "Yuk, jalan. Kantin pasti mulai penuh. Lo gak mau ngantri lama, kan?" Adel berjalan mendahuluinya. Tristan diam selama beberapa saat dengan salah satu alis yang naik. *** Meja Key sedikit gaduh saat dirinya dengan jahil memasukkan beberapa sendok sambal ke mangkuk milik Tristan, membuat lelaki yang tengah kepedasan itu semakin terlihat frustrasi. Sementara Adel hanya tertawa tanpa adanya niat untuk menolong lelaki malang itu. "Ampun, Key, ampun. Ini baru hari pertama gue. Lo niat nge-bully gue apa gimana?" Tristan langsung meminum es teh miliknya dan menarik beberapa lembar tisu. Key tertawa puas melihat wajah Tristan yang memerah dan berkeringat. Namun Adel justru terdiam melihat Key. Untuk pertama kalinya, gue lihat lo bisa ketawa kayak gini lagi, Key. Adel lalu menatap Tristan. "Awas lo, ya. Besok lo harus beliin gue bakso seporsi. Gak ada penolakan pokoknya! Terus, baksonya bakalan gue kasih sambal lebih banyak dari ini dan lo yang makan!" ucap Tristan seraya mengelap keringatnya. Key yang mendengar itu justru kembali tertawa. Tidak jauh dari mejanya, seseorang memperhatikan mereka dari salah satu meja. Keningnya berkerut saat melihat keberadaan lelaki asing di sana. "Itu bukan Ravano, kan? Siapa dia?" gumam Silvi. Kini Key dan kedua temannya berjalan meninggalkan kantin ketika mereka selesai. Gadis itu masih menertawakan Tristan yang masih tampak kepedasan. "Jahat lo sama anak baru, Key." Adel terkekeh. "Tapi dia gak protes, kan? Gue juga beliin dia minum kok." Key menghindar saat Tristan hendak menjitak kepalanya. "Eh, Del. Anter ke toilet, yuk! Kebanyakan ngetawain dia nih, gue jadi kebelet." Adel tertawa pelan melihat Key. "Oke deh. Tris, gue sama Key ke toilet dulu. Lo ke kelas aja duluan." "Oke." Tristan meremas tisu di tangannya hingga tak berbentuk dan melemparkannya ke tempat sampai. Sesekali dia meminum s**u kotak yang dibelikan Key tadi. Gerakan kakinya terhenti ketika dia baru saja melangkah. Seseorang tampak berdiri di depannya. "Lo si anak baru itu, kan?" tanyanya. Tristan mengangguk. Dia lalu mengulurkan salah satu tangannya. "Gue Tristan. Lo yang tadi sama Ravano, kan?" "Gue Kinn. Temen sebangkunya," ucap Kinn tanpa membalas uluran tangan Tristan. Lelaki itu kini memasukkan kedua tangannya ke dalam saku celana dan menatap Tristan penuh. Tristan menatap tangannya yang masih berada di udara. Dia lalu mengangkat kedua bahunya dan menurunkan tangannya. "Kenapa lo bisa pindah ke sini?" tanya Kinn. Tristan berkedip dua kali. Dia tertawa pelan. "Kenapa sih kayaknya banyak banget yang nanyain itu. Gue kelihatan mencurigakan, kah?" Kinn tidak merespon. Keduanya pun dilanda keheningan selama beberapa saat. Tristan pun agak bingung dengan cara Kinn menatapnya. Di saat Tristan hendak angkat bicara, Kinn memajukan kakinya dan menyentuh salah satu pundak Tristan. "Apa pun alasan lo datang ke sini, gue cuma minta satu hal," ucapnya tepat di sebelah telinga Tristan. "Satu hal? Apa?" "Jangan sampai kedatangan lo bikin hubungan orang lain rusak." Kinn menepuk pelan bahu Tristan dan berjalan melewati lelaki itu. Tristan mengerutkan kening, tidak paham dengan ucapan Kinn. Dia berbalik dan menatap punggung Kinn yang sudah menjauh. — To be continued
Bacaan gratis untuk pengguna baru
Pindai untuk mengunduh app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Penulis
  • chap_listDaftar Isi
  • likeTAMBAHKAN