54. Waspada

644 Kata
"Lo serius, Tris?" Salah satu teman Tristan berujar. Tristan menganggukkan kepalanya pelan. Lelaki itu memainkan sedotan di gelas miliknya kemudian kembali berujar, "Dan parahnya lagi sekarang Keanna juga ikut-ikut terlibat." "Dia cewek yang waktu itu mukul Rio, kan?" "Hm. Sial, gue bahkan gak sadar sama sekali sama keberadaan si Axcel itu." Tristan mengepalkan tangannya. "Tapi— pas denger kalo dia sempet mukul kepala cewek lo dan itu gak cuma sekali, gue jadi semakin naruh curiga. Lo tahu, artinya dia gak mandang gender sama sekali. Ngerti gak? Cowok yang bernama Axcel itu, walau cuma satu orang tapi dia lebih berbahaya dari anak-anak Panca yang pernah tawuran sama kita." "Gue rasa Axcel emang bener-bener marah. Bukan cuma sama kita, Tris, tapi sama cewek lo juga. Apalagi cewek lo yang udah mukul Rio. Lo harus lebih berhati-hati," sambung teman Tristan yang lain. "Sial. Gue bener-bener gak nyangka kalo masalah ini bakalan diungkit lagi." Tristan kemudian meminum minumannya hingga tersisa setengah. "Mungkin, lo bisa pindah sekolah lagi, Tris." "Lo gila? Maksudnya, gue harus kabur? Gue gak mungkin ngelakuin itu. Dan lagi, gue gak bisa ninggalin Keanna di Pelita begitu aja setelah tahu semuanya. Semuanya bakalan tambah rumit," ujar Tristan. Ayahnya pasti akan lebih mengamuk jika sampai hal seperti itu terjadi lagi. "Gue ngasih tahu hal ini buat mengantisipasi kalo misalkan ada yang nyerang secara tiba-tiba. Pokoknya, jangan dulu ngelakuin apa-apa. Cukup gue yang keluar dari Taruna, kalian jangan sampe ngalamin hal yang sama." Tristan melanjutkan. Ia khawatir kalau Axcel juga ternyata mengincar teman-temannya secara diam-diam. Mungkin ucapan temannya tadi ada benarnya. Walaupun ia tak pernah melihat Axcel turun ke arena tawuran, namun hal itu bukan berarti kalau ia harus meremehkan lelaki itu. "Tapi sejauh ini, anak-anak Panca udah enggak ada tanda-tanda mau nyerang sih, Tris. Jadi kita semua kaget pas denger kalo ternyata salah satu bagian dari mereka justru ada di sekolah lo." "Rio pasti tahu kalo lo pindah ke Pelita, makanya dia bisa langsung ngehubungin sepupunya," sambung lelaki lain. "Sialan. Gue gak tahu kalo Rio ternyata sepengecut itu sampe harus ngadu ke sepupunya sendiri. Gue pikir semuanya udah bener-bener clear." Tristan menambahkan. * Key turun dari motor Tristan begitu mereka berdua sampai di sekolah. Parkiran sudah mulai ramai karena waktu yang sudah cukup siang. "Lo udah beresin tugas kemarin?" tanya Key. Ia dan Tristan berjalan memasuki koridor bersama dengan murid-murid lain. Kedua mata Tristan membulat sejenak lalu lelaki itu nyengir, membuat Key hampir saja menjitaknya namun Tristan lebih dulu menghindar. "Udah gue bilang kan, kemaren harusnya langsung dikerjain semua." Key membuang napas pelan. "Kan, lo bisa bantuin gue ngerjain, hehe." Tristan menepuk-nepuk bahu Key. "Bisa aja sih. Tapi awas ya, lain kali harus langsung diberesin. Gue gak mau lo telat ngumpulin tugas pokoknya." "Oke, Princess!" Ucapan Tristan membuat Key tergelak setelahnya. Gadis itu kemudian meninju lengan Tristan. Begitu sampai di lantai atas, Tristan menatap ke setiap penjuru koridor. Ia harus lebih waspada terhadap keberadaan Axcel. Jika lelaki itu menyerangnya secara tiba-tiba, ia tak masalah karena ia sendiri sudah cukup terbiasa dengan perkelahian. Namun yang jadi masalahnya adalah, Axcel juga mengincar Key dan lelaki itu bisa saja melakukan hal yang lebih parah dari kemarin. "Tapi— pas denger kalo dia sempet mukul kepala cewek lo dan itu gak cuma sekali, gue jadi semakin naruh curiga. Lo tahu, artinya dia gak mandang gender sama sekali. Ngerti gak? Cowok yang bernama Axcel itu, walau cuma satu orang tapi dia lebih berbahaya dari anak-anak Panca yang pernah tawuran sama kita." Sejujurnya, Tristan memang sudah tak ingin terlibat masalah ini lagi dan tak mau membuat masalah di sekolah barunya. Namun jika nanti keadaan benar-benar mendesak dirinya, ia tak ada pilihan lain. Ia akan melawan, bukan hanya untuk dirinya, tapi untuk Keanna juga. Tapi yang membuatnya sedikit terganggu adalah, apakah Rio memang tak merencanakan apa-apa? Apakah lelaki itu memang hanya mengandalkan sepupunya? Itu terdengar agak aneh karena Rio tak mungkin melakukan seperti itu. Langkah Tristan kemudian berhenti, bersamaan dengan pandangannya yang bertumbuk dengan seseorang di koridor bawah sana. Kedua tangan lelaki itu dilipat di depan d**a tanpa melepaskan kontak mata mereka. Salah satu Tristan mengepal. Dilihatnya kini Axcel melangkah bersama dengan teman-temannya. * "Pada penambahan asam H+, kesetimbangan akan bergeser ke arah kiri, sehingga reaksi akan mengarah pada pembentukan CH3COOH. Dengan kata lain, asam yang ditambahkan akan dinetralisasi oleh komponen basa konjugasi." Seorang guru menunjuk permukaan papan tulis. Ia kemudian menyuruh semua muridnya untuk membuka halaman buku paket dan menandai beberapa contoh. Tak lama setelahnya, bel jam istirahat berbunyi dan kelas pun diakhiri. Semua murid bergegas membereskan peralatan menulis mereka dan keluar dari lab. Key dan Adel membahas ulang beberapa poin pada materi yang dijelaskan tadi. "Oh, iya, Key. Kemarin lo— beneran ketemu sama orang itu?" tanya Adel. "Orang itu? Ah, maksud lo orang yang ngelempar botol itu, ya? Hm. Gue ketemu sama dia di rooftop." "Terus? Apa katanya? Dia beneran gak sengaja, atau apa?" Key langsung menutup halaman buku paket yang dipegangnya, lalu gadis itu membuang napas kasar. Apakah Adel harus tahu semuanya? Apa Key harus menceritakan tentang Axcel? "Dia—" Key sempat menjeda kalimatnya, kemudian melanjutkan, "dia sengaja." Gadis itu membuang napas. Kedua mata Adel seketika membulat, "Tuh, kan, gue bilang juga apa, Key! Dia cowok?" Key menganggukkan kepalanya. "Dari kelas mana dia? Lo jangan diem aja, lo harus lawan, Key!" ujar Adel. "Dia ... kelas dua belas." "Ha? Kelas ... dua belas?" Adel seketika termenung. "Ta-tapi mau apa kelas dua belas itu tiba-tiba nyari masalah sama lo? Oh, atau jangan-jangan dia beneran disuruh sama Silvi, ya? Secara kan tuh cewek bisa aja masih nyimpen dendam sama lo." "Bukan kok, Del. Bukan dia, sekarang masalahnya beda lagi." Key kembali membuang napasnya. Kening Adel mengerut, lalu gadis itu menolehkan kepalanya ke belakang, "Lo juga tahu soal ini, Tris? Kemaren Key sama lo, kan?" "Hm." Tristan bergumam pelan sebagai jawaban. Ia yang sedari tadi berjalan di belakang kedua gadis itu pun tak melakukan banyak hal dan hanya menyimak obrolan mereka berdua, walau sejujurnya ia ingin sekali mencari Axcel dan menghajarnya. "Tapi, Del. Gue pengen lo rahasiain ini dari Ravano. Gue gak mau dia tahu soal ini." Key berujar. "Kenapa? Dia kan abang lo, Key. Setidaknya dia harus tahu, setidaknya dia harus bantuin lo." "Masalahnya agak beda dari bayangan lo, Del. Pokoknya lo jangan dulu kasih tahu Ravano tentang ini," ujar Key. —tbc
Bacaan gratis untuk pengguna baru
Pindai untuk mengunduh app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Penulis
  • chap_listDaftar Isi
  • likeTAMBAHKAN