25. Jalan

1058 Kata
Key menutup bukunya usai ia selesai belajar. Gadis itu lalu memutar-mutarkan kursinya pelan begitu perasaannya mendadak tidak tenang. Gadis itu pun segera mengambil ponselnya dan terlihat menghubungi seseorang. "Halo?" "Halo, kenapa, Key? Tumben banget nelepon? Kangen, ya?" goda Tristan di seberang sana hingga Keanna terkikih geli usai mendengar kalimat itu. "Gak usah PD dulu deh, Tris. Gue cuma mau ngomong, nih, gak enak dari tadi kepikiran mulu." "Ngomong apa emang?" tanya Tristan. Key menggigit bibir bawahnya dan menatap langit-langit kamarnya selama beberapa saat sebelum akhirnya ia memberanikan dirinya untuk angkat bicara, "I-Itu ... ini soal baju lo—" "Oh, itu." Tiba-tiba gelak tawa Tristan terdengar. "Maksudnya lo mau ngomongin tentang noda liptint yang ada di baju gue?" ujarnya. "I-iya, hehe. Baju lo jadi kotor gara-gara gue, sori, ya Tris. Gue beneran gak sengaja dan gak bermaksud apa-apa kok." "Haha iya, santai aja kali, Key. Gue juga awalnya dikasih tahu sama nyokap dan kaget, bisa-bisanya pas pulang sekolah ada noda bibir cewek di baju gue. Ntar nyokap gue malah ngira kalo gue udah ngapa-ngapain anak orang." Tristan kembali tertawa. "Tapi gue udah jelasin kok, gue juga ngerti kalo lo gak sengaja sama sekali karena tadi itu gue emang rem mendadak dan lo pasti kaget. Jadi harusnya gue yang minta maaf sama lo. Dan lo santai aja." Pada akhirnya Key pun bisa bernapas lega mendengar kalimat yang keluar dari mulut Tristan. Ia pikir kalau lelaki itu akan marah, tapi ternyata tidak. "Oh iya, Key. Ntar malem lo sibuk, nggak?" tanya Tristan di seberang sana. "Hm? Enggak sih, kayaknya. Kenapa emang?" "Gue mau ngajak lo pergi ke luar aja sih," ujar Tristan. Lelaki itu menggaruk lehernya yang tak gatal sama sekali. Apa sekarang Keanna yang akan berbalik marah padanya? "Oh, lo mau ngajak gue jalan?" Keanna terkikih pelan. Kedua mata milik Tristan berkedip di seberang saja. Lelaki itu mendadak jadi salah tingkah. "E-eh? Enggak kok, bukan jalan. Eh? Ya, gitulah pokoknya. Maksud gue cuma pergi ke luar aja gitu, nyari udara seger biar praktek ntar gak terlalu stres." Mendengar itu, Key refleks tertawa lepas. "Sama aja sih, haha. Sumpah ya, Tris. Lo gugup gini kedengarannya jadi lucu, tauk!" ujarnya, "Oke deh, nanti ya. Gue tunggu lo di rumah." Di seberang sana, Tristan mulai menaikkan kedua sudut bibirnya dan tersenyum lebar. "Oke, siap!" ujarnya dengan bersemangat. Tidak lama kemudian sambungan telepon pun ditutup. Key meletakkan kembali ponselnya di atas meja. Bersamaan dengan itu, ia mendengar pintu kamarnya diketuk oleh seseorang. Gadis itu pun beranjak dari tempatnya dan berjalan ke arah pintu kemudian membukanya untuk melihat siapa yang datang. Ia semula berpikir kalau yang mengetuk pintunya adalah Irina, namun dugaannya ternyata kurang tepat karena orang yang mengetuk pintu kamarnya ternyata adalah Ravano. "Ada apa?" tanya Key. "Mama baru beres bikin puding dan dia minta gue nganterin ini buat lo," ujar Ravano. Key menatap sebuah piring berisi puding yang ada di tangan Ravano dan ia pun segera menerimanya. "Oke, makasih. Kalo gitu gue mau lanjut ngerjain tugas, lo bisa pergi sekarang," ujarnya. Tepat ketika ia hendak menutup kembali pintu kamarnya, Ravano kembali berujar. "Lo ... Nanti malem mau pergi sama Tristan?" Tiba-tiba Ravano bertanya, membuat Key kini menatap pemuda di hadapannya itu. "Lo dengerin obrolan gue sama Tristan barusan?" tanya Key. "Gue gak gak bermaksud menguping, gue cuma gak sengaja denger," ujar Ravano. Key terdiam selama beberapa saat sebelum akhirnya ia membuang napasnya pelan dan perlahan menjawab, "iya, nanti malem gue mau pergi sama Tristan." Suasana di antara mereka pun pada akhirnya kembali hening hingga tiba-tiba suara Ravano kembali terdengar tidak lama setelahnya. "Sori, Key, tapi gue gak ngizinin lo buat pergi nanti malem," ujar Ravano. Kedua mata milik Key membulat. "A-apa?" "Gue gak ngizinin lo buat pergi sama Tristan, nanti malem, atau bahkan besok malem, gue tetep gak ngizinin." Ravano kembali mengulang kalimatnya dan bahkan lelaki itu semakin memperjelas sekaligus mempertegasnya. "Loh, kenapa? Ini kan hak gue. Lo juga gak bisa ngatur-ngatur gue terus seenaknya," ujar Key. "Tapi Tristan itu—" "Kenapa? Lo mau bilang kalo Tristan bukan cowok baik-baik? Hanya karena dia pernah ikut tawuran di sekolahnya? Gitu maksud lo?" Key tersenyum miring, gadis itu lalu berdecak pelan. "Denger ya, Ravano. Tapi gue sadar sama apa yang gue lakuin. Lo mau apa? Lo mau gue terus ngejar-ngejar lo, gitu? Setelah hubungan kita kayak gini lo masih mau lanjutin semuanya? Inget, Ravano. Sekarang kita berdua punya batasan yang lebih jelas dan jangan pernah lo harap gue robohin tembok pembatas itu cuma buat lo." Rahang Key perlahan mengeras dan gadis itu mulai mengatur napasnya yang terputus. "Gue cuma mau yang terbaik buat lo, Keanna. Apapun yang lo katakan, keputusan gue tetap sama. Gue gak akan ngizinin lo pergi, atau masalah Tristan itu, akan gue omongin ke bokap lo." Usai mengatakan itu, Ravano lantas pergi dari sana dan meninggalkan Key yang masih berdiri di ambang pintu kamarnya. Ravano mengancamnya. *** Tristan yang baru saja selesai mandi itu menatap benda tipis yang bergetar di atas kasurnya. Dengan salah satu tangan yang masih mengeringkan rambutnya menggunakan sebuah handuk. Oh, panggilan dari Keanna ternyata. "Halo?" "Halo, Tris?" Terdengar suara khas milik Key di seberang sana. "Ya, kenapa, Key?" "Hm, sori sebelumnya. Kayaknya gue gak jadi pergi." Mendengar itu, kedua alis Tristan saling bertaut. Kenapa mendadak? "Loh, kenapa Key?" tanya lelaki itu. Hening selama beberapa saat, sebelum kemudian Key kembali menjawab, "gue ... gak dikasih izin sama Ravano." Volume suaranya mendadak memelan di akhir kalimat. "Maaf ya, Tris," Keanna kembali berujar. "Ah, iya, gapapa kok. Santai aja, Key. Kita bisa pergi lain waktu kalo mood Ravano udah baikan. Tristan tertawa pelan. "Bener nih? Lo gak marah, kan?" tanya Key memastikan. "Enggak kok, beneran dah. Santai aja kali. Biasalah, namanya juga abang. Lo juga sama gue belom kenal lama jadi wajar kalo dia gak mudah kasih izin lo buat pergi ke luar sama gue. Gak masalah kok," ujar Tristan. "Kalo gue maksa ya sama aja kayak gue bikin kalian berantem lagi, haha. Yang penting kalian berdua tetep akur. Gue cuma gak mau bikin masalah di antara kalian kok." Di seberang sana, Key terdiam mendengar ucapan Tristan. Baik sekali lelaki itu karena ingin menjaga hubungannya dengan Ravano. Walau Ravano beberapa kali menunjukkan sikap ketidaksukaannya terhadap Tristan, tapi reaksi Tristan justru seolah tenang dan tak pernah mempermasalahkan hal itu bahkan saat tahu kalau Key dan Ravano adalah saudara tiri yang dulunya pasangan remaja yang saling menyukai. —To be continued
Bacaan gratis untuk pengguna baru
Pindai untuk mengunduh app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Penulis
  • chap_listDaftar Isi
  • likeTAMBAHKAN