"Key, lo sama Ravano masih belom baikan?" tanya Adel usai ia membereskan peralatan menulisnya. Bel sudah berbunyi dan satu per satu murid meninggalkan kelas.
Key lalu membuang napasnya kasar. Gadis itu menyimpan tasnya di atas meja. "Masih sama aja kayak kemaren. Udahlah, gue males bahas itu. Ke kantin aja yuk, gue laper nih!" ajaknya. Ia kemudian menatap Tristan yang masih sedang bermain game bersama dengan teman sebangku nya.
"Tris, gue sama Adel mau ke kantin sekarang. Lo mau sekalian ikut gak?" ajak gadis itu.
"Bentar lagi deh, kalian berdua duluan aja. Ntar gue nyusul," ujar Tristan tanpa mengalihkan pandangannya dari layar ponsel.
"Oke deh, kalo gitu gue sama Adel duluan." Key dan Adel pun berjalan meninggalkan kelas. Kedua gadis itu mengobrol dan menuruni satu per satu anak tangga. Hingga kemudian mereka tanpa sengaja berpapasan dengan Ravano begitu sampai di lantai dasar.
"Eh, Ravano. Tumben amat sendirian," ujar Adel seraya tertawa pelan.
Ravano yang mendengar itu pun menanggapi, "hm, Kinn udah ke kantin duluan," ujarnya. Ia baru saja melewati kedua gadis itu namun Key dengan cepat menarik lengannya secara tiba-tiba, membuat tubuhnya berbalik pada gadis itu.
"Lo- habis ngerokok?" ujar Key.
Kedua mata Adel membulat usai mendengar ucapan sahabatnya itu. "Key, yang bener aja. Gak mungkin lah Ravano ngerokok di sekolah. Gila aja."
Key sama sekali tak membalas ucapan Adel dan kedua mata milik gadis itu masih menatap tajam ke arah Ravano. "Jawab, gue, Rav," tegasnya.
"Bukan urusan lo." Ravano langsung mengempaskan tangan Key dengan kasar dan kembali melanjutkan langkahnya namun Key tak membiarkan lelaki itu pergi begitu saja dan ia kembali mencekal pergelangan tangannya dengan kuat.
"Kenapa lo sampe sejauh ini, Rav! Ini bukan lo yang biasanya!" ujar Key.
"Key, udah Key. Orang-orang mulai pada ngeliatin lo." Adel berusaha melerai mereka berdua dan ia pun berusaha menjauhkan Key namun gadis itu sama sekali tak berniat beranjak dari sana.
"Ini udah keterlaluan, Del. Gue gak tahu apa masalah lo ke gue tapi yang jelas ini udah keterlaluan, Rav! Lo sebelumnya bahkan gak pernah kayak gini dan lo tahu apa? Sikap lo yang kayak gini itu udah bikin Irina sedih semalam!!" Key melepaskan tangan Adel dan langsung menarik kerah seragam milik Ravano yang lebih tinggi darinya itu.
Kedua mata milik Ravano berkedip dua kali secara perlahan. "Irina ... sedih?" batinnya.
"Gue yakin semalem dia habis dari kamar lo dan gue gak tau apa aja yang udah lo omongin ke dia yang jelas, semalem Irina sedih!" ujar Key dengan cukup lantang. Gadis itu semakin menguatkan cengkeraman tangannya pada baju milik Ravano. "Dan sekarang, lo ngelakuin hal ini di sekolah, Rav. Sebenarnya apa yang ada di otak lo?!"
Kedua tangan Ravano sudah mengepal di samping tubuhnya. "Dengar, ya, Keanna. Gue udah pernah bilang sama lo agar lo gak perlu lagi mencampuri urusan gue dan semua hal yang gue lakuin ini gak ada urusannya sama sekali sama lo! Gue udah ngelakuin apa yang orang-ornag suruh, gue udah ngelakuin banyak hal buat lo dan sekarang biarin gue ngelakuin apa yang gue mau!!" ujarnya lantang seraya melepaskan kedua tangan Key yang ada di lehernya dengan kasar hingga tubuh gadis itu terdorong ke belakang namun Adel berhasil menahan tubuh Key, dan juga seseorang yang baru datang ke sana juga terlihat menahan tubuh Key agar tak jatuh.
Tristan langsung membantu Key berdiri dan lelaki itu menatap Ravano setelahnya, kemudian berjalan mendekat.
"Gue gak tahu apa masalah kalian berdua dan mungkin bagi lo, gue gak berhak ikut campur. Tapi apa yang lo lakuin barusan itu keterlaluan, Ravano. Sori kalo gue bilang ini. Lo mungkin sekarang kakaknya Keanna tapi itu hal itu bukan berarti menjadi alasan di mana lo bebas ngelakuin apa aja ke dia. Dia cewek dan lo gak seharusnya sekasar itu. Kalian bisa bicara baik-baik," ujar Tristan.
"Gue gak butuh nasihat dari lo. Lakuin aja apa yang lo mau, gue udah gak bakal ngelarang lo lagi," ujar Ravano. Ia membuang napasnya kasar dan berjalan pergi dari sana.
"Minta maaf sama Keanna!" ujar Tristan.
Langkah Ravano berhenti di detik berikutnya.
"Lo harus minta maaf sama Key," tegas Tristan.
Ravano tak menghiraukannya sama sekali dan kembali melanjutkan langkahnya. Lalu di detik berikutnya ia merasa bahunya ditarik ke belakang dengan kuat dan sebuah pukulan mendarat tepat di salah satu sisi permukaan wajahnya hingga ia limbung.
"Tristan!"
Kedua mata Key membulat dan gadis itu langsung mendekati Tristan dan menghentikan mereka berdua. Bahkan kini beberapa pasang mata di sana sudah sepenuhnya menatap ke arah mereka.
"Gue udah nyuruh lo minta maaf sama Keanna secara baik-baik," ujar Tristan. "Inget, Ravano. Kalau sampai gue ngeliat lo memperlakukan Keanna dengan buruk lagi, gue gak akan maafin lo. Gue harap lo renungin kejadian ini, sadar sama kenyataan yang lo hadapi. Sekarang Keanna itu adik lo dan jangan malah bikin jarak di antara kalian semakin jauh!" Tristan berusaha meredam amarahnya.
"Apa lo bisa nutup mulut lo?" ujar Ravano dengan kedua tangan yang sudah mengepal kembali. Ia langsung balas memukul Tristan.
"Cukup, Ravano!" Key langsung beralih ke depan Tristan tepat ketika Ravano sudah melayangkan tinjunya di udara, namun ia langsung berhenti begitu Key menghalanginya.
Adel pun beralih ke sisi Ravano dan berusaha menarik lelaki itu agar menjauh dari sana.
"Udah, Rav. Bisa gawat kalo sampe ada guru yang lewat," ujar Adel. Gadis itu kini mengutuk keberadaan Kinn yang mungkin sedang makan enak di kantin, sementara dirinya justru tengah mengalami kesulitan di sana
"Denger ini, Ravano. Kalo masalah lo yang sekarang ini emang ada hubungannya sama gue, dan ketakutan lo sama Keanna yang akan gue ambil alih sepenuhnya dari lo, maka dugaan lo itu semuanya salah besar, Rav! Karena bahkan di hari pertama gue tahu hubungan lo sama Keanna, gue sama sekali gak ada niatan buat jauhin kalian! Gue justru pengen bebasin Keanna dari genggaman lo tanpa harus ngerusak hubungan kalian berdua!" tegas Tristan. Ia kemudian menggenggam salah satu tangan Key dengan erat dan membawa gadis itu pergi dari sana.
Ravano menatap tautan tangan kedua mereka berdua dan tatapannya pun perlahan berubah menjadi sendu.
Adel segera menarik Ravano dari sana sebelum ada guru yang datang dan menyadari kalau di sana terjadi perkelahian dan jika hal itu sampai terjadi, maka bisa gawat karena mereka pasti akan langsung dimasukkan ke dalam ruangan BK dan itu bagaikan sebuah mimpi buruk bagi seorang Adelia Ivanka yang tak pernah membayangkan kalau dirinya akan masuk ke dalam ruangan mengerikan itu.
Gadis itu kemudian membawa Ravano ke UKS dan ia pun segera mengobati salah satu sudut bibirnya yang terluka.
-tbc