Keesokannya Kai pergi ke resort, dan seperti biasanya, dia akan langsung menuju ruang ganti. Tapi seseorang memanggilnya. Kai mengikuti orang itu ke ruangannya.
"Kau akan dipindahkan. Seharusnya hanya bisa naik jadi housekeeping, tapi dari perintah langsung pak Tama, kau akan bekerja di bagian resepsionis. Berdasarkan riwayat pendidikanmu, kau seharusnya bisa bahasa Inggris, bukan?"
Kai mengangguk takjub, ternyata nona Anima benar-benar melakukan apa yang dia katakan semalam. Dia sangat senang, tahu betapa sulitnya mencari pekerjaan pada masa ini, Kai tidak bisa kalau tidak merasa sangat senang.
"Terimakasih pak!" Kai tersenyum lebar, dan itu membuat lawan bicaranya jadi ikut tersenyum juga.
"Manfaatkan kesempatan seperti ini. Kau pasti sudah berusaha keras. Ayo, mulai bekerja!" perintahnya langsung dipatuhi oleh Kai.
Kai hanya mengenakan kemeja putih yang dipadukan dengan celana jeans hitam. Karena dia tidak tahu kalau akan ditempatkan pada bagian itu, tapi tidak masalah. Dia bernampilan cukup rapi hari ini.
Di perjalanan menuju ke lobby, Kai bertemu dengan nona Anima yang diikuti oleh pak Tama. Dia akan menyapa dengan ramah, dan ingin mengucapkan terimakasih, tapi senyum lebarnya menggantung begitu saja, karena Anima hanya melewati tanpa sedikitpun menoleh padanya.
"Lo terlalu kepedean, Kai!" gumamnya menegur diri sendiri, sambil menggaruk belakang kepalanya merasa malu.
Hari itu agak melelahkan untuk Kai. Meskipun dia terpelajar, tapi tanpa pengalaman di bidang public speaking agaknya membuat Kai kerepotan. Dia perlu penyesuaian. Dan merasa tidak enak dengan rekannya.
Ada tiga orang yang ditempatkan dalam satu lingkar meja resepsionis pada pagi hingga sore hari. Andi, Nisa dan Kai dengan tugas masing-masing.
Nisa sudah pernah melihat Kai, tapi ini pertama kalinya dia berbicara dengannya. Dia akhirnya tahu, kalau Kai sebenarnya cukup tampan dan lugas dalam berbicara. Dia sudah memiliki kekaguman pada anak baru itu.
"Bro, dilirik Bos, tadi!" Andi menyenggol lengan Kai yang tadinya sedang asik mengobrol dengan Nisa.
Mereka sudah akan berganti shift, jadi tidak masalah kalau Nisa dan Kai mengobrol. Karena sudah ada orang yang akan menggantikan mereka.
Kai melihat pada sosok Anima yang baru saja meninggalkan resort. Sebenarnya Kai bingung, kenapa Anima tinggal di apartemen, sedangkan dia memiliki penginapannya sendiri.
Dia tidak tahu apakah benar kata Andi, kalau nona Anima sempat melihat kepadanya. Karena sejak tadi saja, nona Anima sama sekali tidak akan melihat ke arahnya.
"Dia menunjukkan ekspresi apa?" tanya Kai pada Andi.
"Entahlah, hanya lirikan dingin seperti biasanya. Kau tahu human? Bos kita itu sangat kaku!" bisik Andi dengan sambil memperhatikan sekeliling, takut kalau ada yang mendengar.
Nisa yang mendengar Andi mengatakan itu, dia menyetujui diam-diam. "Sudahlah, ayo kita pulang. Jangan terlalu dipikirkan. Meskipun bos kota terlihat galak, dia sebenarnya tidak pernah mengeluhkan pekerjaan kita. Dia bijaksana dan mungkin agak terlalu serius. Tapi kurasa dia baik!"
Sama seperti Andi, Nisa juga berbisik-bisik. Lalu menggandeng keduanya keluar dari sana. Nisa dan Andi masing-masing punya kendaraan bermotor. Sedangkan Kai, dia saja tadi jalan kaki.
"Kau mau kuantarkan pulang?" tanya Nisa menepuk boncengannya.
Tapi Kai menggeleng, dia bukan tipe yang suka merepotkan orang lain. Terlebih mereka baru kenal hari ini. Kai menjawab tawarannya dengan penolakan, karena dia akan ke rumah sakit.
"Tak apa, ayolah. Aku anter, anggep aja keramahanku sebagai teman kerjamu!" Nisa sedikit memaksa.
"Okay!" Kai tidak enak jika terus menolak, dia yang duduk di depan membonceng Nisa.
"Ayo, gue duluan, bro!" Andi sudah melewati mereka.
Kai tertawa, dia bersyukur ternyata rekan kerjanya sangat baik. Apalagi Andi, dia berbicara padanya seperti teman lama. Berbeda dengan Nisa, dia adalah wanita baik yang sopan. Setiap ucapannya lembut dan ramah.
Saat akan menjalankan motornya, Nisa melingkarkan tangannya di perutnya. Dia kaget, tapi tak berdaya dan membiarkan saja. Motornya melaju dengan kecepatan pelan keluar dari halaman resort.
Di dalam mobilnya, Anima melihat semuanya. Dia juga langsung menyuruh sopir menjalankan mobil menuju apartemen.
Sebenarnya mamanya memintanya agar pulang ke rumah, tapi Anima sudah menebak apa yang akan mereka katakan. Selain rencana perjodohan, keluarganya hanya akan membahas soal ingin segera memiliki cucu. Dia tidak mau stres memikirkannya, oleh karena itu dia memilih untuk tidak pulang.
"Pak, mampir ke minimarket sebentar, ya!" Anima ingat untuk mengisi kulkasnya.
Dia sangat jarang pergi ke mall atau pusat perbelanjaan lainnya. Jika kulkasnya kosong, dia hanya akan minta diberhentikan di minimarket yang dekat apartemennya, dan membeli bahan-bahan makanan di sana.
Anima adalah wanita mandiri, bahkan dia tidak sedikitpun membutuhkan seseorang untuk membersihkan apartemennya. Dia akan menyempatkan waktu seminggu sekali untuk beres-beres apartemen. Dia tidak begitu suka ada orang lain yang menyentuh barang-barangnya.
Masuk ke minimarket, tempat pertama yang dituju adalah rak mie. Dia butuh makanan tidak sehat itu untuk situasi mendesak. Kalau dia malas untuk memesan makanan, maka mie akan jadi pilihan tepat.
Dia juga membeli peralatan mandi. Shampo dan sabun juga yang lainnya. Dia tidak mengenakan produk luar negeri seperti kebanyakan orang kaya, karena baginya apapun sama saja. Kecuali make up dan parfum. Dia mengenakan hanya satu produk mahal yang menghabiskan uang banyak.
Anima membeli beberapa camilan juga. Dia mengambil banyak camilan coklat, lalu membawa semua barang belanjaannya ke kasir.
"Anda rupanya sangat suka mie!" ucap seseorang membuat Anima menoleh, dan dia melihat sosok laki-laki yang dilihatnya boncengan dengan pegawai wanita tadi.
"Kenapa kau ada disini?" Anima cukup yakin, kalau mereka pergi ke arah yang berlawanan, jadi agak aneh melihatnya ada di sini.
"Tentu saja untuk pulang. Karena sekarang saya tinggal dengan Anda, maka saya akan pulang ke arah yang sama!" jawab Kai tersenyum, meskipun Anima sedikitpun tidak membalas senyumnya.
Anima mengerutkan dahinya, dia cukup yakin, kalau tadi Kai pergi dengan pegawai wanita itu. Matanya menyipit, dia akan lebih mempercayai apa yang dilihatnya tadi.
"Kau tidak membawa barang-barangmu?" Anima melihat Kai masih dengan pakaian tadi, tanpa membawa pakaiannya, karena dia akan tinggal bersamanya, maka dia juga harus membawa pakaiannya.
Kai tersenyum canggung, dia sebenarnya sudah membawa pakaiannya, dan menaruhnya di depan pintu apartemen Anima. Karena wanita itu belum pulang, dia memutuskan untuk membeli minum ke minimarket dekat apartemen. Tidak menyangka akan bertemu dengannya di sini.
"Tadi saya sudah ke apartemen Anda. Tapi karena Anda belum sampai, saya memutuskan untuk membeli minum!" Kai tidak mengatakan, kalau dia habis bersepeda dari rumahnya ke apartemen.
Anima memang sempat terjebak macet, tapi dia masih sulit percaya kalau bahkan Kai sudah ke apartemennya. Jadi, dia naik apa?
Jika saja Anima tahu, kalau Kai sudah bersepeda cukup jauh, melewati jalan tikus agar sampai lebih cepat. Itulah alasan kenapa Kai memiliki badan yang proporsional. Dia kemana-mana jalan kaki atau naik sepeda.
"Mbak, bayar miliknya juga!" Anima menunjuk pada botol air mineral yang Kai letakkan di atas meja.
Kai membiarkannya. Mereka lalu pulang bersama, bukan Kai yang ikut Anima naik mobil, tapi Anima yang ikut Kai jalan kaki. Karena antara minimarket dan apartemennya hanya berjarak sekitar lima puluh meter saja.
"Anda harus sering jalan kaki. Bagus untuk Anda, yang jarang menghabiskan waktu untuk berolahraga!" Kai berani berkomentar, karena melihat keringat di meluncur di kening Anima.
"Aku terlalu sibuk!" jawab Anima yang menyadari kalau dia sudah kelelahan, tapi dia berpikir kalau dia memang sudah kelelahan seharian bekerja.
____
Bersambung…