Kenzio kini sudah berada di dalam kamarnya yang ada di Kenz Hotel. Botol-botol tampak berserakan. Entah sudah berapa botol minuman keras yang ia habiskan. Sambil terus menenggak minumannya, Kenzio menggerutu dan mengeluarkan caci maki. Kesal, marah, kecewa, dan frustasi membuatnya memilih menenggak minuman itu hingga habis tak bersisa.
Sementara Kenzio sedang asik dengan minum-minumannya, Devon terlihat begitu frustasi karena orang yang biasa menyediakan para wanita untuk melayani Kenzio sangat sulit dihubungi, padahal sudah satu jam berlalu sejak Kenzio masuk kamar dan ia pun segera menghubungi pria berperawakan wanita atau yang kerap disapa Madam Lin itu untuk menyediakan wanita bagi Kenzio. Namun, sampai saat ini, Madam Lin tetap tak bisa dihubungi.
"Sial! Sebenarnya ke mana dia?" geram Devon. Devon tampak mondar-mandir di ruangannya. Ia tahu jika wanita yang diminta Kenzio tak kunjung datang, maka laki-laki itu pasti akan segera mengamuk. Devon tak berhenti sampai situ, ia pun segera mengutus orang untuk menemui Madam Lin dan membawa seorang wanita untuk menemani Kenzio. Sembari menunggu, ia terus menatap layar ponselnya. Menatap dengan cemas kalau tiba-tiba Kenzio menghubungi seraya melayangkan segala umpatannya.
Kembali pada Kenzio, pria itu tampak terus menenggak minuman. Saat menyadari kalau minumannya sudah habis, ia pun kembali meluapkan amarah dengan meracau kesal.
"s**t! Kenapa wanita itu belum datang juga?” umpatnya kesal. Kenzio pun segera beranjak mencari ponselnya untuk menghubungi seseorang agar segera membawakannya minuman. Namun karena mabuk, ia tidak bisa mencari dengan benar.
Kenzio akhirnya berjalan menuju pintu untuk meminta seseorang membawakannya minuman. Saat pintu terbuka, di saat bersamaan seorang wanita cantik sedang melintas di hadapannya. Sadar siapa yang membuka pintu, wanita cantik itu pun berhenti berjalan lalu memberikan hormat dengan cara membungkukkan sedikit badannya.
Kenzio yang melihat wanita itu pun seketika berpikir jika itu adalah wanita panggilan yang disediakan Devon. Tanpa basa-basi, Kenzio pun menarik kasar lengan wanita bernama Sheina hingga masuk kamarnya.
Sheina sebenarnya ingin berteriak untuk meminta pertolongan. Namun bersamaan dengan pintu yang tertutup, Kenzio justru menghempas tubuhnya ke dinding. Pria itu langsung mengungkung Sheina lalu tanpa basa-basi menyerang bibirnya yang ranum.
Sheina hendak menolak dengan mendorong d**a Kenzio, tapi perbedaan kekuatan mereka terlalu besar. Meskipun wanita itu memiliki tubuh yang cukup tinggi, tapi tetap saja masih kalah dari Kenzio.
Kenzio masih terus menciumi bibir Sheina dan melumatnya kasar. Sheina sampai terengah sebab serangan dadakan itu ternyata mampu membuatnya kesulitan bernafas.
“Tuan, lepaskan saya! Apa yang akan Tuan lakukan?” Sheina tampak memukul-mukul d**a Kenzio agar melepaskan tautan bibirnya.
Pria itu memang melepaskannya, membuat Sheina dapat bernafas lega. Namun, itu hanya berlangsung sementara karena selanjutnya Kenzio justru menggendong tubuhnya dan membawa ke ranjang.
Sheina memekik kaget saat Kenzio menghempaskan tubuhnya. Ia semakin ketakutan saat melihat Kenzio menatap lapar layaknya singa yang berhari-hari belum menemukan santapan.
"Tuan, tolong jangan lakukan apa pun! Tolong, Tuan, lepaskan saya!" ucap Sheina dengan jantung yang berdebar kencang.
“Malam ini kau milikku!”
"Tidak, Tuan! Saya hanya seorang cleaning service! Tolong, biarkan saya pergi, saya mohon, Tuan!" Sheina terus memohon seraya menggeser tubuhnya demi menghindari Kenzio. Namun, pria itu sudah benar-benar dikuasai minuman beralkohol hingga tak mempedulikan permintaan Sheina. Kenzio justru menarik lengannya agar tidak pergi dan mengungkungnya sambil menyeringai.
"Kau meninggalkanku karena aku tidak bisa menghamilimu, 'kan? Bagaimana kalau aku menidurimu hari ini? Ah, pasti b******n itu akan langsung meninggalkanmu setelah mengetahuinya. Tapi tidak apa-apa, Sayang, biar dia meninggalkanmu karena ada aku yang selama ini selalu menantimu kembali. Kau juga tidak perlu khawatir, aku akan menerima anakmu seperti anakku sendiri. Ayo, Sayang, mari kita bercinta!" racaunya dengan sorot mata berkabut gairah saat melihat Sheina yang di matanya adalah Lucy.
Sheina semakin ketakutan, apalagi saat Kenzio dengan kasar merobek bajunya. Seragam berwarna biru tua itu kini sudah teronggok di lantai, berikut dengan kain berenda yang tadinya menutup rapat area sensitif Shiena.
“Tuan, aku mohon jangan! Tolong, Tuan!” Tak menyerah, Sheina kembali memohon. Wajahnya sudah tampak basah dengan air mata. Wanita cantik itu terus menangis. Meminta belas kasihan Kenzio agar pria itu tak merenggut kesuciannya. Namun, semua yang dilakukannya percuma. Kenzio sudah terlanjur terbakar gairah. Akal sehatnya telah dikuasai hasrat yang harus segera dituntaskan.
Kenzio pun kembali mencium paksa bibir Sheina, sementara tangannya bergerak liar, menyentuh titik sensitif tubuh wanita itu hingga menggeliat, apalagi saat Kenzio menjilati lehernya dengan seduktif. Ditambah jemarinya yang mulai meremas bagian d**a Sheina, lalu merambah ke paha semakin membuat wanita itu menjerit. Tubuhnya menggelinjang merasakan sentuhan demi sentuhan yang diberikan Kenzio.
"Malam ini, aku akan melepas rinduku. Aku akan membuatmu puas."
Kenzio menggeram saat melakukan penyatuan. Namun, ia tidak putus asa. Kenzio terus berusaha. Dengan gerakan sedikit kasar akhirnya ia benar-benar merenggut kesucian Sheina yang sudah tak berdaya. Tenaganya seolah hilang. Tubuhnya lemah tak lagi bertenaga setelah sejak tadi mengerahkan semua kekuatannya untuk melepaskan diri dari Kenzio.
“Tuan, tolong lepaskan saya! Cukup, Tuan!” Suara itu terdengar begitu lirih. Sheina masih coba memohon meski ia tahu itu percuma.
Perlahan, rintihan kesakitannya berubah menjadi desahan yang lolos begitu saja dari mulut Sheina, apalagi saat Kenzio semakin mempercepat gerakannya. Namun meskipun begitu, tidak ada kenikmatan yang Sheina rasakan selain rasa sakit di bagian inti tubuhnya.
Sebaliknya, Kenzio justru merasakan kenikmatan tertinggi dalam bercinta. Ia terus mendesah sambil meracaukan nama Lucy yang membuat Sheina tahu bahwa pria itu menganggapnya wanita tersebut dan tak sepenuhnya sadar bahwa wanita yang digagahi saat ini bukanlah Lucy. Sheina pun tak sadarkan diri tepat saat Kenzio melepas lahar panas tanpa mencabut pusakanya.
Setelah terlelap hampir satu jam lamanya, perempuan itu tersentak. la terkejut saat mendapati dirinya berada di salah satu kamar termewah di hotel tempatnya bekerja. la sempat bingung. Namun setelah sepersekian detik, ia akhirnya tersadar, kalau apa yang ia alami tadi bukanlah mimpi. Terlebih saat ia melihat sebuah tangan yang melingkari perutnya. Jantungnya berdegup kencang. Perasaannya seketika kacau balau.
Mata Sheina terpejam erat. la ingat, siapa laki-laki yang sudah merenggut kesuciannya. Dia adalah pemilik hotel tempatnya bekerja, Kenzio Hastama Holcher–CEO sekaligus pemegang saham tertinggi di hotel tersebut. la sangat tahu bagaimana watak atasannya itu, keras, dingin, dan arogan. Semua karyawan hotel takut padanya.
“Aku harus segera pergi dari sini,” lirih Sheina sambil menyingkirkan tangan Kenzio dengan perlahan agar pria itu tetap terlelap.
Bersambung