19 - Hari yang Indah

1713 Kata
Almira merasa jenuh. Setelah siang hari menghibur diri dengan makanan dan minuman manis, sorenya ia kembali lesu. Ia merebahkan kepalanya di atas meja. Menyangganya dengan kedua tangan yang dilipat. Namun siapa sangka jika ternyata posisi itu sangat nyaman, hingga tak butuh waktu lama bagi Almira untuk memejamkan matanya. Rasanya baru sebentar Almira hanyut dalam alam bawah sadarnya. Namun, sentuhan lembut di pipinya membuat gadis itu terkejut dan kembali mengangkat kepalanya. "Eh? Kamu sudah di sini? Jam berapa sekarang?" Almira mencari ponselnya, untuk melihat jam digital yang tertera di layar benda pipih tersebut. "Astaga!" Ia terkejut mengetahui jika sekarang sudah hampir pukul enam. Seingatnya ia tidur tadi masih jam lima kurang. Itu artinya ia tertidur sekitar satu jam lamanya. "Aku hampir setengah jam menunggu. Aku kira kamu akan bangun sendiri. Tapi-" "Maaf. Aku benar-benar tidak tahu kalau aku bisa tertidur sore begitu lama. Oke, aku kemas-kemas sebentar, ya," ujar Almira. Gadis itu segera mengemasi mejanya. Tak sampai lima menit, ia bangkit menghadap sang suami yang sudah menjemputnya. "Maaf membuatmu menunggu. Ck. Kita juga jadi telat makan malam karena keteledoranku," ungkap Almira merasa serba salah. Apalagi saat ia ingat sikap dingin dan menyebalkan Naga akhir-akhir ini. Pasti pria itu bertambah kesal dengan Almira, dan akan memperlakukan Almira dengan lebih buruk lagi dibandingkan sebelumnya. Almira merutuki kecerobohannya. Bahkan ia belum menemukan cara untuk menarik perhatian Naga. Tapi justru ia malah bersikap bodoh seperti ini yang pastinya akan membuat Naga semakin illfeel padanya. "Aku-" "Ayo! Kita cari makan di luar saja!" ajak Naga. Pria itu berlalu lebih dulu meninggalkan Almira. Almira mendengus. Untuk kali ini ia tak bisa menyalahkan Naga atas sikap dingin pria itu padanya. Karena bagaimana pun ia sadar jika ini adalah karena salahnya sendiri. Apalagi tadi Naga juga sempat mengatakan jika ia sudah menunggu Almira hampir setengah jam lamanya. Sadar dari lamunannya, Almira bergegas menyusul Naga dengan langkah kecilnya. Dan sampainya di mobil, ia kembali meminta maaf. "Sekali lagi maaf. Aku nggak berniat tidur tadi. Cuma mau istirahat aja. Tapi ternyata aku malah ketiduran," ungkap Almira. "Kamu tidak capek terus-terusan meminta maaf?" "Tidak. Karena aku memang salah, kan? Jadi-" "Sudahlah. Lagi pula bukan masalah besar juga," potong Naga. Tampaknya pria itu juga sudah muai mendengar ocehan Almira. Almira hanya bisa menghela napas panjang. Kalau sudah begini, pasti akan lebih sulit baginya untuk mendekati Naga. Naga menghentikan mobilnya di parkiran sebuah restoran Jepang. "Tidak keberaran kan makan makanan Jepang?" tanya Naga. Almira menggeleng. Kemudian ia mengikuti Naga melepas sabuk pengaman miliknya. Keduanya berjalan beriringan masuk ke restoran tersebut, layaknya pasangan lain yang akan makan malam bersama. Naga sedang memilih menu. Sementara Almira, tanpa sadar mengulas senyum melihat wajah rupawan suaminya itu. Saat ini mereka duduk saling berhadapan sehingga ketampanan Naga itu tampak jelas di matanya. "Kamu tidak segera memesan?" tanya Naga, memandang Almira hingga tatapan mereka bertemu. Naga menyerit saat menyadari gadis itu menatapnya sejak tadi. Sementara Almira, dengan refleks mengejap dan mengalihkan pandangannya ke arah lain. "Cepat pesan! Aku sudah kegerahan dan ingin segera mandi!" ujar Naga. Almira menunduk. Menatap buku menu di tangannya. "Sashimi salmon dan... mat- ah maksudnya teh oolong," ujar Almira. Ia hampir saja memesan matcha. Hanya saja, ucapan Billy siang tadi cukup mempengaruhinya malam ini. Lagi pula sepertinya hari ini Almira sudah terlalu banyak mengkonsumi karbohidrat. Dan gadis itu melirik ke arah Naga. Pikirannya jadi berkelana memikirkan banyak hal. 'Dia orang yang sangat tahu soal fashion. Dia pasti punya selera yang tinggi dan sangat memperhatikan bentuk tubuh seseorang,' batin Almira. "Saya takoyaki, okonomiyaki dan minumnya espresso," tambah Naga. Pelayan segera mencatat pesanan mereka. "Kamu sedang diet?" tanya Naga, melihat pilihan menu Almira yang terbilang cukup rendah kalori. "Ah? Ti- tidak. Aku memang sedang ingin makan itu." Terkadang perempuan memang terlalu gengsi untuk mengakui jika ia sedang berusaha mengurangi karbohidrat di depan seorang laki-laki. Naga hanya mengangguk. Kemudian mengembalikan buku menunya pada pelayan. Diikuti pula oleh Almira. "Pakaian yang akan kau kenakan untuk menghadiri fashion show di Paris, sudah ada?" tanya Naga. "Sedang dijahit. Aku akan menggunakan desainku sendiri besok," jawab Almira. "Bagus. Warna apa?" Almira menyerit. Menang apa pentingnya? Kenapa tidak bertanya saja modelnya seperti apa, malah warna. "Hmm... biru laut," pada akhirnya Almira tetap menjawab pertanyaan Naga. "Ck. Kemeja biru lautku sepertinya sudah mulai kusam. Aku harus membelinya besok," ujar Naga. "Ya?" Almira masih tidak mengerti arti ucapan Naga barusan. Memang apa hubungannya baju Almira dengan kemeja Naga? "Kita datang sebagai pasangan. Akan lebih baik kalau kita pakai dress code, kan? Paling tidak warnanya yang sama. Karena aku juga tidak mau jika harus memakai pakaian yang aneh-aneh," terang Naga. Almira mengangguk mengerti. Lagi, bibirnya mengulas senyum mengetahui niat Naga jika pria itu ingin memakai kemeja dengan warna senada seperti dress yang akan ia kenakan besok. "Aku bisa membuatkannya jika kamu mau. Dengan warna yang sama persis dengan dress-ku. Oh iya. Jas dan dasi juga," seru Almira penuh semangat. "Bukannya kau desainer spesialis gaun pesta dan pernikahan wanita?" tanya Naga. "Iya. Tapi kalau hanya setelan formal biasa, aku rasa membuatkan untukmu juga bukan masalah. Aku memang tidak punya penjahit pakaian pria. Tapi aku sendiri pernah mempelajarinya saat kuliah dulu," terang Almira. Naga tak langsung menjawab. Pria itu tampak menimbang tawaran Almira. Oh ayolah, apa ia ragu dengan kemampuan desainer lulusan salah satu perguruan tinggi fashion terbaik di Paris itu? "Aku bisa. Tapi kalau kamu ragu, coba saja dulu! Nanti kalau tetap tidak cocok, aku sendiri yang akan mengantarmu mencari kemeja baru. Bagaimana?" "Baiklah." Jawaban singkat Naga itu mampu membuat senyum Almira semakin lebar. Meski hanya seperti hal kecil, namun jawaban Naga memiliki makna mendalam bagi Almira. Membuat gadis itu yakin untuk melangkah ke depan, karena di matanya kini tampak sebuah kesempatan yang tak mungkin ia sia-siakan. Bagi Almira, keputusan yang Naga buat akan menjadi awal yang baik untuk mereka. Jika saat ini Naga mau mencoba melihat hasil karya Almira, tidak mustahil suatu hari nanti akan ada waktunya pria itu menerima orangnya juga, kan? *** Setelah makan malam, Almira mengajak Naga berbelanja bahan kebutuhan pokok mereka di supermarket yang tidak jauh dari restoran. Almira mendorong troli, sambil menatap kesana-kemari mencari bahan-bahan yang ia perlukan. Sementara Naga mengikuti dari belakang. Sampai di tempat sayur, Almira meninggalkan trolinya. Ia fokus memilih beberapa jenis sayuran segar, dan setelah mendapatkannya ia akan berlari kembali ke arah trolinya. Namun, saat Almira baru saja mengambil beberapa buah paprika, saat ia berbalik, trolinya sudah ada di belakangnya. Almira mendongak. Kemudian tersenyum saat melihat sosok Naga yang ternyata menjadi dalang semua itu. "Kamu sedang mencoba berolah raga atau apa? Kenapa harus bolak-balik seperti itu?" tanya Naga. "Ah itu. Daripada mondar-mandir bawa troli terus masih harus milih sayur kan-" "Kan bisa minta tolong jika merasa kesulitan sendirian," potong Naga. Almira kembali tersenyum, sambil sebelah tangannya menyibakkan rambutnya ke belakang telinga. Langkah kecil yang dibuat Naga malam ini berhasil membuat Almira tersipu. "Aku mau jamur salju! Itu sangat enak saat ditambahkan ke dalam sup," ujar Naga. Almira mengangguk. Kemudian ia segera beralih ke bagian jamur-jamur, diikuti pula oleh Naga. Langkah Naga yang lebar dengan mudah bisa menyusul Almira hingga keduanya pun dapat berjalan berdampingan. "Apa satu bungkus cukup?" tanya Almira. "Dua deh. Toh itu awet. Bisa untuk beberapa bulan sekalian kan?" balas Naga. Almira mengangguk. Lalu ia segera memasukkan dua plastik jamur salju ke dalam troli mereka. "Sudah?" tanya Naga. "Kurang ikan lautnya. Kamu mau apa?" tawar Almira. "Apa saja. Aku tidak terlalu pemilih kalau soal makanan laut," jawab Naga. Kemudian keduanya beralih ke bagian ikan laut. Almira mengambil satu kemasan ikan tenggiri dan udang. Mengingat di troli mereka juga sudah ada ayam dan daging merah, sepertinya untuk seafood dua itu saja sudah cukup. Saat di kasir, Almira sudah membuka dompetnya. Namun tangan Naga lebih dulu menyela, memberikan salah satu debit card-nya pada tukang kasir. Almira menoleh ke arah Naga, kemudian kembali tersenyum. "Sudah tugas aku kan, buat mencukupi kebutuhan harian kita?" ujar Naga tiba-tiba. "Padahal di dalamnya cukup banyak kebutuhan pribadiku juga," balas Almira, karena tadi ia juga mengambil beberapa jenis teh, camilan dan body care. "Nggak masalah. Itu juga tanggung jawabku." Almira sempat terkesima. Ternyata seperti ini rasanya punya suami. Baru kali ini Naga benar-benar memperlakukannya layaknya seorang istri pada umumnya. "Kamu bawa saja! Pinnya akan aku kirim lewat pesan," ucap Naga. Sedari tadi Almira terlalu sibuk sendiri dengan pikirannya. Sehingga ia kurang fokus saat Naga mengajaknya bicara. "Apa?" "Kartu debit yang itu. Pakailah!" Almira melongo. Namun akhirnya ia menerimanya saat kasir menyodorkan kartu itu padanya, karena melihat tangan Naga yang penuh dengan belanjaan mereka. "Sudah? Atau masih perlu ke mana lagi?" tanya Naga. "Langsung pulang aja yuk! Biar daging dan yang lainnya bisa segera dimasukkan ke kulkas," jawab Almira. Almira membantu Naga memasukkan belanjaan mereka ke mobil. Barulah setelah itu mereka menuju kursi masing-masing. "Ini!" Almira menyodorkan kartu debit Naga pada pemiliknya, setelah gadis itu memasang sabuk pengamannya. Naga menyimpan ponselnya, lalu melirik ke arah Almira. "Bawa saja untuk mencukupi kebutuhan kita! Termasuk makan siang dan keperluan pribadimu. Pinnya sudah aku kirim." "Eh?" Almira mengira jika dirinya salah dengar. Ia pun masih dalam posisi yang sama, meski kini Naga sudah kembali acuh padanya. "Ini kartunya?" "Bawa saja. Lagian kan sudah tanggung jawabku mencukupi kebutuhanmu. Akan aku transfer tiap seminggu sekali," ujar Naga. "Mak- maksudnya aku disuruh pakai uang kamu di sini? Eh tidak usah! Aku juga kan punya penghasilan sendiri dan itu udah lebih cukup kok kalau buat memenuhi kebutuhan dan keinginanku sendiri," tolak Almira. Almira bukanlah orang yang suka menghambur-hamburkan uang, sehingga nominal di rekeningnya hisa cukup panjang. Selain butik, ia juga punya beberapa usaha lain, belum lagi properti yang ia investasikan. Meski tidak sebanyak penghasilan Naga, tapi Almira selalu merasa cukup dengan apa yang ia punya. "Kau kan istriku. Mau kamu semampu apapun, sudah seharusnya aku tetap memberimu. Uang hasil kerjamu bisa kamu tabung. Sementara untuk kebutuhan pribadimu, pakai saja yang ada di rekening itu!" tegas Naga. "Serius?" tanya Almira. Kini, mobil mereka sudah mulai melaju. Tapi Naga masih menyempatkan diri untuk menoleh ke arah Almira sambil mengangguk. "Itu jadi milik kamu sekarang," ujar Naga. Almira kembali mengulas senyum. Jika diizinkan, bolehkah Almira memohon pada Tuhan untuk menghentikan waktu sekarang? Rasanya momen-momen sederhana yang terjadi malam ini telah meninggalkan kesan yang mendalam bagi Almira. Rasanya ia tak sanggup jika malam ini akan berakhir begitu saja. Almira bahagia menyambut sisi Naga yang ia lihat malam ini. Dapatkah Almira terus merasakan kehangatan dan keramahan Naga yang seperti ini?
Bacaan gratis untuk pengguna baru
Pindai untuk mengunduh app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Penulis
  • chap_listDaftar Isi
  • likeTAMBAHKAN