10 - Persiapan Pra-Wedding

1603 Kata
Hari demi hari berlalu. Terhitung sudah satu minggu berlalu sejak Almira memutuskan untuk menerima pinangan Naga. Dan persiapan pernikahan mereka pun sudah nyaris mendekati sempurna. Hari ini, Almira dan Max akan menjalani foto pra-wedding yang akan ditampilkan di undangan pernikahan mereka dan tempat acara. Dua hari lalu mereka juga sudah menyiapkan pakaian untuk acara hari ini, beserta mengecek tempatnya. Dan pagi ini, pada pukul sembilan mereka sudah tiba di Ancol, menunggu speedboat yang akan membawa mereka ke lokasi pemotretan. Entah bagaimana ceritanya sehingga kemarin mereka sepakat untuk mengabadikan salah satu momen penting itu di Kepulauan Seribu. Lebih tepatnya, Pulau Harapan. Padahal tempat itu terbilang cukup jauh dan sulit untuk dicapai. Belum lagi mereka juga harus membawa rombongan fotografer dan penata rias untuk ikut dengan mereka. Almira menyeka keringatnya sesaat setelah ia naik ke speedboat. Ia mengarahkan wajahnya mengarah ke lautan, enggan menatap calon suaminya yang kini duduk di sebelahnya itu. “Butuh minum?” tawar Naga. Almira menggeleng. Sejak tadi ia sudah terlalu banyak minum. Ia memang kurang terbiasa melakukan kegiatan di luar seperti hari ini. Apalagi, seharian nanti ia dan tim akan berada di tempat terbuka selama satu hari penuh. Almira mendengus. Bisa-bisanya ia menyetujui untuk melakukan pra-wedding di area outdoor yang panas seperti itu. Selang dua jam, mereka tiba di dermaga yang ada di Pulau Harapan. Naga membantu Almira saat gadis itu tampak sedikit kesulitan untuk turun dari speedboat. Dan hal itu sontak saja membuat tim yang bersama mereka pun menggoda mereka tanpa henti. “Kalian boleh istirahat atau menyicil menyiapkan tempat sampai waktu makan siang tiba!” ucap Naga pada tim yang akan membantunya. Saat satu per satu orang mulai pergi, Almira pun secara refleks ingin pergi juga. Namun, tanpa ia sangka, seseorang mencekal tangannya. Membuat gadis itu menoleh dengan tatapan penuh tanyanya. “Bukankah kita harus melakukan sesuatu?” tanya lelaki yang mencekal tangan Almira itu. Siapa lagi yang berani melakukannya jika bukan calon suaminya sendiri, Naga Mahawira? “Hah? Memangnya apa?” bingung Almira. Naga menghela napas panjang, kemudian membimbing langkah Almira untuk mengikutinya. Tak mau membuat keributan, Almira pun tak punya pilihan lain selain menurut dan ikut ke mana pun lelaki itu akan membawanya. Hingga kemudian, Naga menghentikan langkahnya di suatu pantai yang sepi, membuat Almira menoleh ke sana-ke mari seperti tengah mencari sesuatu. “Kamu sedang mencari apa?” tanya Naga. “Tidak. Hanya saja, kenapa kamu membawaku ke sini? Kenapa tidak bersama tim yang lain saja?” bingung Almira. “Memangnya kamu tidak merasa jika kita perlu berlatih?” “Eh?” Almira tersentak. Ia tidak sepenuhnya mengerti dengan apa yang Naga katakan. Sebenarnya ia kepikiran sesuatu, tapi tampaknya tidak mungkin jika itu yang dimaksud Naga. Apalagi Almira tidak mau Naga menuduhnya overthinking kalau ia menyebutkan apa yang kini bersemayam di pikirannya. `Mikir apa sih kamu, Ra? Mana mungkin Naga minta kalian latihan sesuatu yang seperti itu? Sebaiknya kau diam saja dan berpura-pura tidak tahu,` batin Almira. Namun tanpa sadar, ternyata tubuh gadis itu sudah lebih dulu bereaksi sebelum sempat ini kontrol. “Pipimu merah. Apa tempat ini terlalu panas untukmu? Kalau iya, aku bisa mencari tempat-” “Tunggu dulu! Kamu belum bilang, kan, kita mau latihan apa? Jadi bagaimana aku bisa tahu di mana tempat yang cocok,” potong Almira. “Hhh... kamu tidak berpikir kalau akan berpose seperti pengambilan foto KTP kan untuk pra-wedding kita nanti?” “Maksudnya?” “Ya kita harus latihan dulu biar tidak terlihat aneh di depan orang-orang,” jawab Naga dengan sedikit kesal karena cara berpikir Almira yang cukup lamban hari ini. “A- ah ya. Sepertinya begitu. Ma- maaf. Sepertinya aku sedikit kurang minum, mengingat tempat ini panas jadi aku mudah dehidrasi,” alibi Almira. “Jadi, kamu mau latihan di mana?” tanya Naga. “Tapi kalau kita melakukannya diam-diam, memangnya bisa? Kan tidak ada yang mengarahkan,” ujar Almira dengan pipi yang masih memerah. “Kau tidak lupa kan, jika aku sudah berkecimpung lama di dunia fashion dan bahkan aku punya sekolah modeling?” Almira lupa untuk yang satu itu. “Jadi...” “Kita tidak butuh pelatih,” balas Naga, dengan sebelah tangannya terangkat unutk mengusap pipi tangan Almira yang tampak memerah. “Sepertinya di sini benar-benar terlalu panas untukmu.” Sadar dengan apa yang terjadi, Almira segera menarik dirinya mundur, menciptakan jarak antara dirinya dengan Naga. “Bagaimana jika di sana saja? Sepertinya cukup teduh,” usul Almira sembari menunjuk sebuah tempat tak jauh dari mereka. Naga segera mengikuti arah yang ditunjuk Almira. “Boleh. Ayo!” Sampainya di sana, tubuh Almira masih tampak kaku. Ia tidak tahu harus melakukan apa. Berbeda dengan Naga yang sudah memiliki rencana dan langsung membawa tangan Almira untuk melingkari lehernya. Almira terkejut. Refleks, ia hendak menarik tangannya menjauh. Namun gerakannya kalah cepat dengan Naga yang malah semakin mendorongnya mendekat. “I- ini...” “Memang kamu pikir pra-wedding itu akan seperti apa?” potong Naga. Almira menelan salivanya dengan susah payah. Berada di jarak sedekat ini dengan lawan jenis membuatnya sangat gugup. Apalagi orang itu adalah Naga, pria memesona yang sebentar lagi akan menjadi suaminya, namun belum sempat ia kenal jauh. “Pegang tengkukku yang benar!” suruh Naga. “S- se- seperti ini?” tanya Almira ragu. Naga tersenyum. Lalu, ia segera melingkarkan tangannya ke pinggang Almira. Membuat gadis berusia dua puluh enam tahun itu semakin salah tingkah dan mengalihkan pandangannya ke arah lain. “Tatap aku!” “Tapi-” “Orang-orang akan langsung tahu jika kita tidak dekat kalau kamu enggan menatapku saat hendak di foto nanti,” ucap Naga, menyadarkan Almira. “Aku akan melakukannya nanti saja,” balas Almira, sambil kembali menarik tangannya. Namun, Naga semakin mengeratkan pelukannya pada pinggang ramping Almira, membuat gadis itu nyaris memekik kaget. “Bisa pelan-pelan tidak, sih?” protes Almira. “Lakukan saja sesuai intruksiku! Demi kebaikan kita,” desak Naga. Almira memejamkan matanya sejenak. Ia menghela napas panjang sebelum akhirnya kembali membuka matanya. Ragu, ia mulai mengarahkan pandangannya ke arah Naga yang ternyata kini juga sedang menatapnya. Mendadak, Almira merasa seperti akan tersedak, sehingga mau tidak mau ia harus kembali menelan salivanya dengan kasar. “Kamu belum pernah berada di jarak sedekat ini dengan pria lain?” tanya Naga. Almira menggeleng kaku tanpa kuasa pikirannya, membuat Naga tersenyum tipis. “Nanti aku yakin mereka akan meminta pose seperti ini salah satunya. Jadi, biasakan dirimu dan jangan menunjukkan wajah pucatmu seperti itu!” ujar Naga. Almira tersentak. “A- aku pucat?” “Hm. Kelihatan sekali kalau kamu sedang gugup.” “Lalu aku harus bagaimana?” tanya Almira. “Santai saja! Toh ini hanya aku.” `Hanya? Tapi ini pengalaman pertamaku berada di jarak sedekat ini dengan laki-laki. Apalagi laki-laki itu adalah orang asing yang sebentar lagi akan mengikatku dalam hubungan pernikahan... tanpa cinta,` batin Almira. “Bisa?” tanya Naga, menyadarkan Almira dari lamunannya. “Ya?” “Bisakan, melakukan apa yang aku katakan tadi?” ulang Naga. “A- akan aku coba,” balas Almira. Setelah itu, Naga melepas pelukannya pada pinggang Almira. Almira pun mengikuti dengan melepaskan tangannya dari leher Naga. Lalu, Naga memutar tubuh Almira menjadi membelakanginya. Dan sesaat kemudian, Almira menunduk saat merasakan sebuah tangan memeluknya dari belakang. “Memangnya nanti kita akan difoto berapa kali?” tanya Almira heran. Ia pikir cukup sekali saja, dengan pose seperti tadi. “Aku rasa perlu puluhan foto, dengan pose yang berbeda-beda. Jadi kita harus berlatih banyak gaya sekarang.” “APA?” pekik Almira. “Memangnya kamu pikir untuk apa aku menyewa tempat ini sejak pagi, kalau bukan untuk berlatih denganmu dulu?” Almira menghela napas panjang. Harusnya ia tidak usah terima saja usulan untuk melakukan pra-wedding itu. Tidak sama sekali. Lagi pula kan banyak juga orang yang undangannya polos dan sama sekali tidak melakukan pemotretan pra-wedding. `Kenapa sih kemarin pakai setuju-setuju aja?` kesal Almira dalam hatinya. Pada akhirnya, siang itu mereka hanya berlatih sedikit. Karena ada seorang staf yang datang dan mengabarkan jika makan siangnya sudah siap. Membuat Almira sontak menarik diri dari Naga, kemudian berjalan mendahului lelaki itu untuk sampai pada rombongannya. Almira mengambil posisi duduk yang dua kursi di sampingnya sudah terisi. Namun siapa sangka jika orang di sebelah kanannya tiba-tiba memutuskan untuk pindah, dan lalu tempat itu ditempati oleh Naga? Padahal niat awal Almira memilih tempat itu agar ia tidak harus duduk bersebelahan dengan Naga. “Pak Naga, tempatnya sudah hampir siap. Maukah Anda memeriksanya setelah makan siang ini nanti?” tanya salah seorang staf. “Baiklah. Sembari menunggu sore, kalian bisa beristirahat di penginapan yang ada di sana!” ujar Naga. “Apa aku juga boleh istirahat di sana?” tanya Almira cepat, karena ia sudah tidak mau lagi berlatih pose-pose menyebalkan itu bersama Naga. “Bukankah kita masih ada urusan yang belum selesai?” “Tapi aku juga lelah. Aku kan malah belum istirahat sama sekali,” keluh Almira. Tak biasanya gadis itu mengeluh seperti ini. Bahkan Almira cukup terkejut mendengar jika dirinya bisa mengeluh di depan Naga. `Rara, kamu sehat, kan? Kamu jadi sangat aneh akhir-akhir ini.` “Baiklah. Terserah kamu saja. Yang penting, pukul empat tepat semua sudah harus siap di tempat masing-masing!” “Baik, Pak,” semua orang serentak menjawab, kecuali Almira yang hanya memasang senyum tipisnya. Setelah itu, kegiatan makan siang pun dilakukan dengan khidmat di tempat yang cukup teduh di area pinggir pantai yang cukup menyejukkan mata bagi siapa saja yang melihatnya itu. Terlebih, di depan mereka kini tampak pasangan muda yang sangat serasi. Tidak ada yang menyangka jika dua sejoli itu tidak saling cinta satu sama lain. Karena bagi mereka, Almira dan Naga tampak begitu cocok dan mustahil jika tidak saling meiliki ketertarikan satu sama lain.
Bacaan gratis untuk pengguna baru
Pindai untuk mengunduh app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Penulis
  • chap_listDaftar Isi
  • likeTAMBAHKAN