4. Warning

1396 Kata
"Gimana kemaren jalannya Han? Oke nggak?" Prisa bertanya pada Hana yang kini duduk berdua dengannya di lantai sambil merapikan tumpukan berkas yang menggunung di hadapan mereka. Sejak pagi Prisa belum sempat mengobrol dengan Hana karena kerjaan masing-masing, baru sekarang Prisa dan Hana bisa mengobrol, bahkan di jam makan siang saja mereka tidak bertemu. Bagaimanapun Prisa penasaran sekali dengan pengalaman weekend penuh modus Hana sebelumnya. Hana melirik Prisa sambil angkat alis sekilas, "apa nya nih yang oke?" "Ya jalan-jalannya, sekalian juga orang-orangnya. Oke nggak temen-temen nya si Tika? Ada yang nyantol nggak?" Prisa memperjelas sambil tangannya dan Hana terus bergerak memilah-milah berkas dengan sangat cekatan. "Not bad lah, tapi ya nggak yang gimana-gimana juga." "Nggak ada yang narik perhatian kamu gitu? Eh atau nggak ada yang tertarik sama kamu?" Prisa menutup pertanyaannya dengan candaan. "Yeuh, enak aja, gini-gini aku kan lumayan cakep juga, pasti ada yang deketin dong. Tapi nggak ada aja yang rasanya menarik, malah pada bikin ilfeel aja karena pada agresif." "Bukannya kamu suka cowok agresif?" "Agresif cakep nggak papa, ini mah cakep kagak, freak iya." Prisa terkekeh mendengar jawaban Hana terlebih dengan ekspresi yang tampaknya memang mengatakan ia agak kecewa dengan perjalanan kemarin, "gapapa, nanti coba lagi." "Coba lagi? Dah macem hadiah ale-ale ya buuun." "Jadi pengen ale-ale." "Nanti kita beli ya, cuma serebuan kan ya?" "Eh, masih seribuan?" "Au deh. Ngapa jadi bahas ale-ale? Mending okky jelly drink, bisa menunda lapar." "Sedep tuh yang blackcurrent beku." "Aku sih tim jambu biji, warnanya juga cakep." "Yang orange kemanisan nggak sih?" Prisa malah meladeni, memang mereka berdua kalau mengobrol bisa seabsurd dan setidak penting itu, bahkan dalam waktu lama. Tapi percayalah, orang-orang yang melihat mereka mengobrol akan mengira kalau mereka sedang membahas hal yang sangat penting. "Prisa kamu tolong letakkan itu di gudang ya." obrolan mereka terputus oleh suara seseorang yang sudah berdiri di belakang mereka. Prisa dan Hana sama-sama menoleh karena menyadari itu adalah suara Bu Lia, mereka agak kaget melihat apa yang disuruh Bu Lia untuk Prisa kerjakan. Setumpuk besar berkas lain yang sudah berada di dalam kotak-kotak di sudut ruangan. "Gudang? Semua nya bu?" tanya Prisa lagi memastikan. "Iya semuanya." "Maaf bu, tapi itu kan banyak dan cukup berat, apa nggak sebaiknya minta tolong Mas Riko aja bu? Lagian saya sama Prisa lagi nyelesain ini bu." Hana coba menawar karena ia tidak yakin kalau Prisa harus menyelesaikan perintah baru Bu Lia, bahkan tadinya pekerjaan mereka sekarang adalah tugas Prisa sendiri, syukurlah dirinya bisa membantu. Bu Lia langsung menggeleng seolah tak bisa ditawar sama sekali. "Riko tidak paham sususan gudang, yang ada nanti malah kacau. Kamu saja yang selesaikan menyusun itu, dan Prisa kamu paham kan perintah saya?" Mau tidak mau Prisa hanya bisa mengangguk, "baik bu." "Ish, tu orang kenapa sih!?" Hana langsung mengomel saat Bu Lia sudah berbalik pergi meninggalkan mereka. Sedangkan Prisa hanya menghela napas, "biasalah Han." "Kamu mulu deh Pris perasaan, mana itu kan banyak banget, harus berapa kali bolak-balik gudang coba kalau kamu sendiri!? Aku bantu ya?" Prisa langsung menggeleng sambil tertawa kecil, "udah nggak usah, bentaran doang itu mah. Kamu disini aja, nanti yang ada Bu Lia malah ngamuk kalau kamu ikut-ikutan. Kita harus tetap jaga, dari pagi Bu Lia belum ngamuk, kita semua butuh ketentraman." Hana hanya bisa menghela napas pasrah, "yaudah deh, semangat ya Pris. Semoga aja kamu nggak terpaksa pulang telat deh." "Tenang aja, aku mulai ya Han." "Iya Pris." Prisa langsung berdiri dan berjalan menuju sudut ruangan dan memperhatikan tumpukan berkas yang harus ia pindahkan ke gudang, ia menarik napas dalam karena membayangkan perjalanan bolak-balik ke gudang membawa semua ini saja sudah terasa melelahkan. Namun apa daya, ia hanya bisa menyemangati dirinya. Dengan cepat Prisa mulai menyentuh berkas-berkas itu, "enteng kok ini, bentaran doang bakal selesai. Semangat Prisa!" * "Aaargh! Capek banget ya tuhaaan," Prisa meletakkan kotak yang entah sudah ke berapa ke dalam gudang dan terduduk di sebuah kursi sembari mengusap keringat di dahinya. Napasnya yang tersengal-sengal karena lelah terdengar jelas karena keadaan gudang yang sangat sepi. "Kakiku pegal sekali," Prisa beralih memijat betisnya, bolak-balik membawa beban yang tidak bisa dibilang ringan tentu sangat memperbolehkan Prisa untuk mengeluh seperti sekarang. Namun Prisa tidak berlarut dengan itu, walau masih duduk, ia sudah kembali menyentuh kertas-kertas itu untuk dikelompokkan dan diletakkan di tempatnya masing-masing. Walaupun ini adalah gudang, tapi letak berkas-berkas harus tersusun secara teratur dan rapi sehingga jika sewaktu-waktu diperlukan kembali dapat ditemukan dengan mudah dan semua orang tahu kalau Prisa yang paling mengerti hal ini, tapi menyuruh Prisa melakukan semua hal seperti sekarang juga adalah hal yang tidak seharusnya. "Ayo Prisa, sedikit lagi selesai, cepat yuuk," Prisa membujuk dirinya sendiri agar tidak terlarut pada rasa lelahnya dan segera menyelesaikan semuanya. Ia sudah berdiri lagi dan bersiap keluar sambil menjinjing kotak besar di tangannya. "Ouh, Pak Deni??" Prisa kaget karena saat akan keluar dikejutkan oleh seorang pria yang hendak masuk. Deni yang tadinya mengira tidak ada siapapun di gudang ikut kaget, "astaga, kamu disini Prisa?" Prisa tertawa kecil, "kaget ya pak?" "Hahaha, saya pikir hantu." "Ada-ada aja pak, oh iya bapak kenapa kesini? Ada yang harus dicari?" Deni mengangguk, "kebetulan sekali Prisa, apa kamu bisa carikan saya sesuatu? Ini berkas yang harus saya lihat, tapi ini sepertinya sudah lama, saya tadi sudah coba cari file nya, tapi tidak bertemu, barangkali ada disini." "Bapak butuh banget sekarang?" "Sebenarnya iya, tapi kalau kamu ada kerjaan lain saya bisa coba cari sendiri." Prisa diam sejenak lalu memutuskan untuk membantu Deni terlebih dahulu, "boleh tahu berkas apa yang sedang Pak Deni cari?" Deni langsung tersenyum lebar dan tanpa ragu memberikan secarik kertas yang sejak awal dia pegang, "ini Pris, kamu bisa carikan?" Prisa melihat kertas itu sekilas dan langsung bergerak menuju salah satu rak di gudang itu, "bentar ya pak, harusnya sih disini." Mata Prisa mulai bergerak menyusuri satu persatu berkas yang ada di hadapannya dan dengan cepat ia kini menarik kursi untuk dijadikan tangga karena ia hendak memeriksa berkas yang ada pada rak yang cukup tinggi. "Mau saya bantu Pris?" Pak Deni yang melihat itu langsung memegangi kursi yang Prisa injak agar lebih aman. "Nggak kok pak, ini juga udah ketemu." Prisa tersenyum menarik sebuah berkas dan melompat turun ke bawah. "Nih pak, coba periksa dulu itu memang berkas yang bapak cari apa enggak." Pak Deni menerima berkas itu dan coba memeriksanya untuk memastikan, "wah, syukurlah bertemu. Memang yang ini Prisa." Prisa ikut tersenyum lega, ini lah yang membuat Prisa senang saat membantu para karyawan mencari berkas, wajah senang mereka juga seperti kepuasan bagi dirinya, "syukurlah." "Thanks ya Pris, sebagai gantinya nanti waktu pulang saya traktir deh." "Eh? Nggak usah pak, kan ini emang kerjaan saya." "Udahlah, lagian kamu sudah janji mau diantar saya. Nanti aja sekalian saya antar, mau ya?" Prisa menggaruk belakang kepalanya bingung, "eum..., lain kali deh pak." "Kamu kenapa sih Prisa nggak mau terus saya ajakin, kamu emang nggak suka ya sama saya?" "Eh bukan gitu pak, bukan gitu maksudnya." "Kalau gitu artinya suka dong?" "Eh??" Prisa semakin kaget dan kebingungan. Wajah bingung Prisa malah membuat Deni menjadi terkekeh, "nggak kok Prisa, saya hanya bercanda, nggak usah kaget gitu." Prisa hanya bisa ikut tertawa walau rasanya sedikit awkward. "Oh, bukannya ngerjain kerjaan ternyata malah ketawa-tawa ya disini, pantas saja nggak balik-balik, malah ngambil kesempatan kiranya, mana sepi lagi, bagus ya??" Pak Deni dan Prisa dikejutkan oleh suara lain dari arah pintu, seorang wanita sambil melipat tangan di d**a mendekat. "Bu Lia..." Prisa sudah merasa pasrah dengan apapun yang mungkin akan terjadi sekarang. "Ngomong apa sih?" Pak Deni langsung menunjukkan nada tak suka atas apa yang Bu Lia katakan sebelumnya yang jelas-jelas tengah berusaha menyudutkan Prisa. "Saya sedang mengingatkan anggota saya untuk bekerja dengan benar." "Ya, dia sangat bekerja dengan benar, dia menemukan apa yang saya butuhkan dengan sangat cepat, kamu harusnya senang bukan? Terima kasih," Pak Deni menunjukkan berkas yang ia pegang Nu Lia, lalu memutuskan untuk pergi. Agaknya ia sama sekali tidak senang dengan keberadaan Bu Lia. Sedangkan Prisa yang masih berdiri di tempat bingung, memutuskan untuk ikut pergi, "maaf bu, saya harus pindahkan beberapa berkas lagi yang tertinggal. Akan saya selesaikan dengan cepat." "Prisa, saya ingatkan kamu untuk bekerja dengan 'baik-baik' disini." Prisa menenggak ludahnya susah payah karena dengan cepat ia sadar kalau barusan adalah peringatan bahaya untuknya, "baik bu, permisi." ***************************************** bakal up every day (semoga) masih sepi banget ya, semoga perlahan ada para manusia luar biasa yang rejekinya lancar datang kesini wkwkwkwkwk Aamiin kan dulu yuuk see you!
Bacaan gratis untuk pengguna baru
Pindai untuk mengunduh app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Penulis
  • chap_listDaftar Isi
  • likeTAMBAHKAN