Identity 19 - Bisik-bisik Tetangga

1116 Kata
Identity 19 - Bisik-bisik Tetangga Setelah bermain basket bersama. Remon dan Amelia memang terlihat begitu dekat. Sehingga menimbulkan bisik-bisik tetangga. Semua orang yang melintas ke depan lapangan basket. Melihat ke arah Remon dan Amelia sambil berbisik-bisik. Mereka mungkin aneh bisa melihat si itik buruk rupa yang akhirnya mempunyai kekasih yang tampan. "Pulang yuk! Aku antar kamu ke rumah sakit lagi. Kita lihat kondisi papah hari ini," ajak Remon. Sebetulnya ia mulai tidak enak menjadi tontonan anak-anak kampus lainnya. Meskipun mereka melihatnya Remon dan Amelia berpacaran. Tetap saja kurang nyaman bagi Remon. "Ya udah aku ke toilet dulu yah buat ganti baju. Kamu tunggu di depan kampus aja," pinta Jessica. "Oke. Aku juga mau ganti baju kok," sahut Remon. Amelia cepat-cepat bergegas menuju toilet wanita di kampusnya. Ia mencuci mukanya dengan air. Kemudian ia basuh wajahnya dengan sabun cuci muka. Setelah itu ia membilasnya lagi. Sejenak Amelia terpaku. Ia melihat tanda lahir hitam besar di wajahnya. Rasanya ingin sekali Amelia melakukan operasi plastik. Ingin sekali menghilangkan tanda lahir hitamya. Agar Remon bisa memujinya cantik. Kedua orang tua Amelia juga sudah setuju kalau Amelia mau melakukan operasi plastik. Namun, entah kenapa, waktunya belum tepat. Amelia selalu gagal saat ingin melakukan operasi plastik. Entah karena mata kuliah dadakan. Atau hal-hal yang lainnya yang membuat Amelia membatalkan operasi plastiknya. Amelia menegang tanda lahir hitam itu secara perlahan. Ia tutup dengan tangannya. Amelia tersenyum. "Begini lebih cantik sepertinya," puji Amelia pada dirinya sendiri. "Orang jelek tetep aja jelek. Lagian si Remon mau maunya aja jadi pacar elo. Elo pelet ya dia? Mana ada cowok ganteng yang mau sama Lo!" Cecar Arini pada Amelia. Rasanya Arini tidak suka dengan hubungan Remon dan Amelia yang terlihat begitu dekat. "Remon memang pacar aku kok," cetus Amelia sedikit memberanikan diri. "Heh!" Arini mendorong bahu Amelia. "Elo itu jelek! Enggak pantes buat bersanding sama Remon. Elo emang enggak tahu diri ya. Tuh lihat wajah elo! Kaca Segede gini masa enggak bisa elo lihat tampang elo yang sangat jelek. Jangan mimpi bisa jadi cantik! Elo itu itik buruk rupa. Kasian Remon kalau sampai lama-lama jadi pacar elo. Remon bakalan jadi bahan omongan semua orang. Lama kelamaan dia bakalan mau punya cewek kayak elo! Paham!" Arini terus mencecar Amelia. Mata Amelia mulai berkaca-kaca. Ia harus kuat, Amelia harus selalu ingat kata-kata Remon. Remon selalu bilang. "Jangan perdulikan kata orang lain, Mel. Hubungan ini kita yang jalani. Toh mereka juga enggak rugi kalau kita pacaran," kata-kata Remon itu terus terngiang di telinga Amelia. Namun, tetap saja mendapatkan hinaan dari Arini, rasanya hatinya mulai perih. "Tuh! Lihat perhatikan baik-baik. Apa elo cocok sama Remon?" Tunjuk Arini pada cermin yang ada dihadapannya. Arini berharap Amelia sadar diri dengan melihat wajahnya. "Remon tulus mencintai aku, Rin. Dia benar-benar tidak melihat dari wajahku," ceplos Amelia. Rasanya sudah cukup selama ini Amelia diam saja jika dihina. Sedikit berbicara untuk pembelaan diri kenapa tidak. "Elo bener-bener enggak ngaca! Remon itu enggak pantas sama elo. Pantasnya sama gue, gue itu primadona kampus. Mana mungkin Remon enggak akan jatuh cinta sama gue. Dia pasti akan lebih memilih gue. Dibandingkan elo yang buruk rupa!" Bentak Arini. Deg! Rasanya begitu sangat menohok uluh hati. Arini terus menghina Amelia tanpa ampun. Padahal Amelia tidak pernah mengusir hidup Arini. Kenapa ada saja orang yang usli, mau mencari info tentang keburukan seseorang. "Elo pake pelet apa? Hah!" Tuduh Arini. "Aku enggak pakai pelet apa-apa kok. Memang Remon tulis cinta sama aku," sahut Amelia dengan mulut yang mulai bergetar. Air matanya mulai jatuh dari pelupuknya. Rasanya beegitu sakit hatinya saat Arini mencecarnya dengan hinaan yang bertubi-tubi. "Bohong! Mana mau Remon sama elo! Jangan mentang-mentang elo anak orang kaya. Enggak level tahu, mau ngedapetin cowok tampan saja harus ke dukun buat melet Remon. Kasian sekali Remon lagi terpengaruh sama pelet elo," mulut Arini itu memang pantas di plester. Mulutnya seperti petasan cabe, sekalinya bunyi sangat nyaring dan pedas seperti cabai. Yang bisa melukai hati siapapun yang menghinanya. "Elo itu bawa sial! Gue denger bokap nyokap elo ngalamin kecelakaan. Nyokap elo mati dan bokap elo masih koma, kasian banget. Jangan sampai Remon dan gue ketularan sial kayak elo," Tidak henti-hentinya Arini terus menghina Amelia. Amelia yang tadinya menunduk langsung melihat ke arah Arini. Amelia menatap Arini dengan tatapan sinis. "Rin, kamu boleh hina aku. Tapi kamu enggak boleh bawa-bawa mama papa aku. Di dunia ini enggak ada anak pemabawa sial!" Timpal Amelia. Entah dari mana Amelia mendapatkan keberanian itu. Ia benar-benar tidak terima, kalau ayah dan ibunya di hina. "Berani elo sama gue? Songong banget elo! Elo emang pembawa sial kok. Tuh buktinya tompel elo pembawa sial!" Entah salah apa Amelia pada Arini. Sampai Arini begitu benci pada dirinya. Hanya gara-gara Remon menjadi pacar Amelia. Arini begitu marah besar. Seakan Amelia mengibarkan bendera perang untuk mereka berdua. "Lihat aja nanti. Gue bakalan rebut Remon dari elo. Elo tunggu tanggal mainnya, elo bakalan di buang kayak sampah. Elo akan kembali jadi itik buruk rupa yang kesepian," ucap Arini sambil mendorong bahu Amelia. Karena dorongannya sedikit keras. Membuat Amelia terduduk di lantai. Sementara Arini pergi meninggalkan Amelia dengan wajah tanpa rasa bersalah. Amelia menangis sesegukan. Semua yang dikatakan Arini memang benar. Amelia tidak pantas bersanding dengan Remon. Remon akan malu terus-menerus menjadi bahan pembicaraan di kampus. Amelia sangat mencintai Remon, ia tidak mau Remon menjadi korban atas keegoisan Amelia yang ingin menjadi kekasih Remon. Pikiran Amelia mulai kacau. Pikiran buruk mulai berkelebat di dalam otaknya. Amelia harus mudur pelan-pelan. Itu semua demi kebaikan Remon dan dirinya sendiri. Demi nama baik Remon. Amelia tetap percaya jodoh sudah ada yang mengaturnya. Anggap saja keputusan Amelia untuk meninggalkan Remon, itu keputusan yang tepat. Amelia harus berani mengambil resiko. Anggap juga ini sebagai ujian cinta mereka. Menguji Remon, apa Remon benar-benar mencintainya. Atau hanya pura-pura saja. Keputusan yang Amelia ambil ada dua kemungkinannya. Pertama, Remon benar-benar jatuh cinta pada Arini. Dengan dalih Amelia telah meninggalkannya. Kalau benar itu terjadi. Maka benar, Remon tidak serius dalam mencintai Amelia. Remon melihat perempuan dari fisinya. Namun, yang kedua. Remon tetap memperjuangkan cintanya. Mengejar Amelia lagi. Sampai hati Amelia benar-benar luluh pada Remon lagi. Jika hal itu yang terjadi. Makan Remon benar-benar sangat mencintainya. Dan tentunya serius menjadikan Amelia sebagai calon isterinya. Amelia harus melakukan hal itu. Agar ia tahu isi hatinya Remon yang sebenarnya. Karena memang pertemuan mereka yang terlalu singkat. Amelia perlu sedikit menguji cinta mereka. Jika mereka berdua bisa melewati semua ini. Berarti cinta mereka akan semakin kokoh. Sepertinya peribahasa yang menyebutkan, semakin tinggi pohon. Maka akan ada banyak angin yang menerpa. Semakin mereka saling mencintai, akan banyak pula ujian yang harus mereka lewati bersama. Meskipun itu ujiannya sangat pahit dan akan sulit untuk dihadapi. Merek harus tetap kuat, untuk membuktikan cinta mereka sangatlah kokoh. Tidak akan runtuh oleh apapun yang terjadi.
Bacaan gratis untuk pengguna baru
Pindai untuk mengunduh app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Penulis
  • chap_listDaftar Isi
  • likeTAMBAHKAN