Identity 17 - Senyuman Hangat

1212 Kata
Identity 17 - Senyuman Hangat Satu bulan sudah Remon menemani Amelia. Mereka terlihat sangat mesra. Remon sangat perhatian pada Amelia. Baik di kampus maupun di luar kampus. Sehingga membuatnya di mabuk cinta. Kecurigaan Najla tentang Remon sudah hilang. Karena melihat keseriusan Remon pada Amelia. Padahal Najla tidak tahu saja kalau Remon sedang berkamuflase. Sejak meninggalnya Alika. Remon memang jadi dekat dengan Amelia. Remon selalu menemani Amelia yang sedih. Semua orang menyangka kalau Remon benar-benar tulus pada Amelia. Padahal semua itu hanya sandiwara. Pagi ini, Amelia sudah ada di kampus. Di depan lapangan basket. Tepatnya di bangku penonton paling depan. Amelia sedang menonton Remon yang sedang bermain basket. "Kamu mau coba main basket?" Tanya Remon. Amelia yang tadi hanya duduk saja, cukup terkejut mendengar tawaran Remon. "Aku enggak bisa main basket," sahut Amelia. Remon menghampiri Amelia. Kemudian mengajaknya ke tengah lapang. "Sini biar aku ajarkan," ajak Remon dengan penuh senyuman hangat. Siapa yang bisa menolak kalau sudah mendapatkan senyuman hangat seperti Remon ini. Semua perempuan pasti akan meleleh dibuatnya. Remon mulai menginstruksikan bagaimana cara bermain basket. Amelia perlahan sudah mulai bisa menerima takdirnya. Dia sudah tidak lagi menangis, meskipun kadang masih suka sedih kalau melihat foto Alika. Amelia ingin menjadi kuat seperti Remon. Amelia sangat berterima kasih pada Remon. Karena Remon memberikan cara ampuh untuk mengusir kesedihan. Kalau tidak, mungkin Amelia akan sedih berlarut-larut. Seperti kata Remon, Amelia harus tetap tersenyum dan bersemangat. Demi orang-orang yang masih ada, yang masih mencintai dan menyayangi Amelia. "Pertama, kamu harus mendribel bolanya. Kayak gini," instruksi dari Remon. Dia benar-benar mengajarkan Amelia bermain basket. Andai saja cintanya tulus. Mungkin mereka akan menjadi pasangan yang the best. Kenapa harus ada rencana busuk dibalik semua itu? "Coba kamu ikutin aku ya," terus Remon. Amelia mengambil bola basket yang satunya. Amelia mengikuti instruksi Remon dengan baik. Sepertinya bermain basket tidak sesulit yang terlihat. Bermain basket membuat Amelia menjadi senang. Hatinya sangat bahagia. Apalagi gurunya adalah kekasihnya sendiri. Kebahagiaan Amelia menjadi berlipat-lipat. Amelia tidak perduli dengan teman-teman kampusnya yang menonton Remon dan dirinya sedang bermain basket. Ternyata begini rasanya ditonton orang-orang dengan tatapan iri. Mereka iri karena akhirnya Amelia mempunyai kekasih setampan Remon. Mungkin ini adalah hikmah dibalik kehilangan yang terjadi dalam hidup Amelia. Remon menggantikan posisi ibunya yang selama ini selalu menghiburnya. Dari kejauhan Najla memperhatikan Amelia dan Remon. Najla ikut bahagia, karena akhirnya Amelia bisa tersenyum lagi. Remon mungkin cowok yang tepat untuk Amelia. Semoga saja tidak akan ada tangis lagi dalam hidup Amelia. Sudah banyak sekali kesedihan dalam hidup Amelia. Najla jadi teringat dulu saat Amelia mulai mau berteman dengan Najla. "Ini, terimakasih untuk yang kemarin," ucap Amelia saat itu. Amelia memberikan kotak bekal pada Najla. "Apa ini?" Tanya Najla. "Buka saja." Najla membuka kotak bekal itu. Ternyata isinya ada kue yang sangat cantik. Di atas kuenya ada tulisan, terimakasih Najla. Najla jadi terharu. Senyuman hangat mulai terlukis di bibir Najla. "Sama-sama, Mel. Itu artinya kita bisa temenan kan?" Najla benar-benar ingin berteman dengan Amelia. "Kamu serius tidak jijik sama aku? Aku itu jelek loh," Amelia merendah. "Kenapa gue harus jijik. Elo bukan kotoran. Mereka yang kemarin bodoh saja melakukan hal kotor kayak gitu," sahut Najla. "Oke kita temenan, kalau itu yang kamu mau," ucap Amelia akhirnya. "Asssiikkk! Nah gitu dong. Ngomongnya elo gue dong. Kita kan sekarang temenan. Biar lebih akrab gitu. Elo tenang aja. Arini enggak akan berani gangguin elo lagi. Kalau dia ganggu elo. Biar gue yang hajar dia," pekik Najla senang. "Oke deh. Tapi gue maish canggung kalau harus ngomong elo gue. Oh iya, elo berani banget sih sama mereka. Untung gue ngesave tugas gue di flashdisk. Jadi gue bisa print ulang, tugas gue yang mereka sobek-sobek. Kalau enggak, gue harus ngetik ulang dan harus cari lagi bahan-bahan tugas itu dari banyak buku. Makasih banget ya, Najla," oceh Amelia. Tidak dipungkiri Amelia juga senang mempunyai teman seperti Najla. Semoga saja kali ini, Najla tulus berteman dengan Amelia. "Harus berani dong. Mereka yang salah. Maaf ya, kemarin gue enggak langsung nyamperin elo, pas elo lagi dibully. Gue malah asik ngerekam. Soalnya gue ngumpulin bukti, biar si Arini enggak macem-macem lagi sama elo," sesal Najla. "Enggak apa-apa, La. Gue yang malah harus terimakasih sama elo. Gue kira udah enggak ada yang mau temenan sama gue. Maaf ya, semala ini gue jutek sama elo. Gue trauma, La. Banyak yang manfaatin gue tanpa gue sadar. Setelah gue enggak diperlukan lagi. Gue malah dibuang bagikan sampah," Amelia mulai berani curhat pada Najla. "Elo tenang aja, Mel. Gue enggak sekejam itu kok. Gue malah seneng temenan sama elo. Dari awal kita ketemu, elo memang udah nolong gue. Moga aja kita bisa lebih dari temen ya." Dahi Amelia bekerut aneh. "Maksudnya lebih dari temen? Elo..." "Lesbian?" Najla memotong kalimat Amelia. "Ya enggaklah, maksud gue. Kita bisa sahabatan gitu. Itu yang gue maksud lebih dari temen. Jangan kemana aja. Gue masih normal kok, masih suka cowok. Gue juga punya pacar, namanya Vincent. Dia turunan China. Sebentar," Najla mengeluarkan ponselnya. Najla seperti mencari sesuatu dalam ponselnya. "Nih, ini cowok gue. Gue sama dia LDRan sih. Dia di China ikut keluarganya." Najla memperlihatkan fotonya bersama Vincent. "Wah, ganteng juga ya pacar kamu. Kok bisa kuat LDRan sih. Kan kangen kalau enggak ketemu." Najla memajukan bibirnya lima senti. "Iya, kangen. Tapi mau bagaimana lagi. Mau nikah pun. Papa mama enggak mengizinkan, sebelum aku lulus kuliah. Padahal aku pengen banget nyusul Vincent ke China. Udah enggak betah tinggal di rumah yang selalu sepi," keluh Najla. "Maaf, nih. Emang orang tua elo kemana?" Tanya Amelia dengan hati-hati. "Sibuk. Mereka terlalu sibuk dengan pekerjaannya. Sampai lupa sama anaknya. Mereka lebih menomor satukan pekerjaan dibandingkan anaknya. Padahal pas anaknya bilang mau nikah. Ya, izinkan saja. Malah minta syarat gue harus lulus kuliah segala. Gengsi mereka terlalu tinggi," giliran Najla yang curhat pada Amelia. "Ya udah. Masih banyak kok yang sayang sama elo. Buktinya ada Vincent, elo boleh kok main ke rumah gue. Elo bisa anggap mama papa gue kayak orang tua elo sendiri. Biar elo enggak kesepian. Gimana?" Padahal mereka baru saja berteman. Tapi obrolan mereka sudah sampai sejauh ini. "Memangnya boleh?" "Biar gue yang nanti bilang sama mama papa. Mereka juga sibuk kerja. Tapi kalau weekend mereka selalu sempatkan buat quality time sama gue. Nanti gue kenalin sama mama papa gue ya." Amelia memang berhati lembut. Kalau saja yang lainnya memandang Amelia dari sisi lain. Mungkin mereka akan merasa malu, karena sudah merendahkan Amelia teurs. Amelia memang seperti itu orangnya. Kalau sudah percaya sama satu orang. Dia akan memberikan segalanya. Bahkan rela membagi kasih sayangnya dengan orang yang dia sayangi juga. Najla benar-benar tidak salah memilih Amelia menjadi temannya. Sejak awal memang Amelia sudah baik. Untungnya Najla tidak menyerah untuk tetap ingin berteman dengan Amelia. Najla tidak tahu, kalau Amelia pernah dimanfaatkan. Kalau Najla jadi Amelia. Mungkin akan melakukan hal yang sama. Percaya dengan orang lain lagi, setelah dikhianati memang sangat sulit. Tapi syukurlah akhirnya Amelia bisa membuka pintu hatinya lagi, untuk mau berteman dengan Najla. Najla janji akan setulus hati berteman dengan Amelia. Malah berharap menjadi sahabatnya Amelia. "Mau banget, Mel. Makasih ya," ujar Najla senang. Akhirnya Najla mempunyai keluarga baru. Meskipun belum tahu papa mamanya Amelia seperti apa. Namun, hatinya terasa hangat. Rasa yang belum pernah ia rasakan. Mungkin Najla sangat merindukan aksih sayang dari orang tuanya. Semoga saja orang tua Amelia sebaik yang Amelia ceritakan.
Bacaan gratis untuk pengguna baru
Pindai untuk mengunduh app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Penulis
  • chap_listDaftar Isi
  • likeTAMBAHKAN