BAB 4. POV Astri: Dari Musibah Jadi Anugerah

1172 Kata
“Pak, mohon pengertiannya, bukankah pernikahan itu tidak bisa diputuskan mendadak dan secara sepihak? Tolong kita bicarakan dulu baik-baik Pak,” ucap Arion dengan wajah super serius. Dokter tampan itu tampak sangat terkejut dengan ucapan Pak RT, seketika wajahnya menjadi tegang. Bagaimana tidak? Dia sama sekali belum mengenal gadis itu, dan juga tak ingat tentang kejadian semalam di dalam kamarnya. Semua mata memandang Arion dengan ekspresi seperti sedang menyalahkannya. Pak RT menoleh pada Mentari yang masih menunduk sambil menangis sesenggukan. Lalu dia kembali menatap Arion, lalu mendengkus kesal sambil menggeleng-gelengkan kepala. “Mas Ion, begini ya, pernikahan memang lazimnya direncanakan dari jauh hari dan diputuskan bersama oleh kedua belah pihak, dalam keadaan bahagia. Tapi ini kan situasinya jelas berbeda!” Nada suara Pak RT meninggi di akhir kalimat. Beberapa orang tampak mengangguk-angguk pertanda mereka setuju dengan yang Pak RT katakan. Arion menghembuskan napas dengan berat, sambil mengusap wajahnya dengan kasar. Barulah kemudian dia duduk kembali. “Bu Astri, ibunya Mentari, pasti juga merasa berat putrinya yang baru saja kuliah semester awal harus menikah di usia yang masih sangat muda. Jadi tolong Mas Ion jangan macam-macam ya, Anda yang berbuat maka harus berani bertanggung jawab!” lanjut Pak RT lagi. Terdengar suara beberapa orang yang ikut menyalahkan Arion, sekaligus mengasihani Mentari dan ibunya. Arion beralih menatap pada Bu Astri, yang sedang merangkul putri semata wayangnya, tampak kedua matanya juga sembab dan memerah. “Umm, Bu Astri, sebelumnya … saya ingin meminta maaf sekaligus juga ingin menjelaskan tentang apa yang terjadi, antara saya dengan putri ibu, semalam.” Arion melirik pada Mentari sekilas, tapi gadis itu sepertinya tak sudi sama sekali untuk melihat wajah Arion. “Mau jelaskan apalagi kamu?! Sudah jelas kamu memp3rkosa Mentari anak saya! Malu saya lihat Mentari pulang cuma pakai selimut begitu! Dia lari-lari sambil nangis sepanjang jalan! Kamu sadar nggak sih? Mentari itu baru 19 tahun! Masa depannya masih panjang!” Dengan cepat Bu Astri berdiri lalu menghampiri Arion yang duduk di samping Pak RT. Karena begitu cepatnya, Arion tak sempat menghindar saat Bu Astri menampar pria tampan itu. Lalu tak sampai di situ, seperti belum puas, Bu Astri menarik kerah jas Arion lalu menggoyang-goyangkannya dengan kencang. “Br3ngsek kamu! Sudah merusak anak semata wayang saya! Dia itu anak yatim! Anak kebanggaan saya! Dan saya bersusah payah bekerja banting tulang sebagai penjual gorengan, sampai jadi buruh cuci, untuk bisa membesarkan Mentari, menyekolahkan dia!” teriak Bu Astri seperti orang gila. Arion hanya diam saja dan pasrah ketika Pak RT beserta beberapa bapak-bapak lainnya mencoba melerai. Memegangi Bu Astri dan menariknya supaya menjauh dari Arion. Sedangkan Mentari semakin kencang menangisnya. Namun tenaga Bu Astri seperti menjadi lebih kuat dua kali lipat, sulit sekali untuk menariknya. Bahkan Arion masih sempat kena tampar sekali lagi meskipun agak meleset ke dagunya. Sang dokter obgyn bagaikan hanya memasang badan saja, sambil mencoba mencerna tiap teriakan Bu Astri. Jadi dia anak semata wayang. Dia anak yatim. Anak kabanggaan ibunya. Kalimat itu terus terngiang dalam kepala Arion. Begitu Arion kembali sadar dari alam pikirannya, dia melihat betapa sibuknya orang-orang di sekitarnya. Beberapa orang sedang berusaha menenangkan Bu Astri. Sedangkan dua orang ibu-ibu membawa masuk kembali Mentari ke kamarnya. “Mas Ion, jadi kapan akan menikahi Mentari?” tanya Pak RT yang membuat Arion tersadar dari lamunannya. Arion mengusap wajahnya dengan kencang, dia merasa tiba-tiba kepalanya pusing sekali. Lalu dia mengambil dompet dan mengeluarkan KTP. Tangannya terulur, memberikan KTP itu pada Pak RT. Segera Pak RT mengambil KTP itu, dan tercengang seketika saat membaca pekerjaan serta alamat lengkap Arion. “Jadi, Mas Ion ini seorang dokter?” tanya Pak RT dengan sangat penasaran. “Ya betul Pak, sebentar,” Arion kembali membuka dompetnya. Lalu memberikan kartu namanya, di sana tertera di rumah sakit mana saja dia bertugas. Tanpa bisa ditutupi, raut wajah Pak RT kembali terlihat sangat kaget, lalu dia menunjukkan kartu nama itu pada orang-orang di sekitarnya. Bu Astri yang langsung sembuh dari tantrumnya, segera merebut kartu nama itu dari tangan Pak RT. Setelah membaca semuanya, dia langsung menutup mulutnya dengan telapak tangan. “Calon menantu saya seorang dokter,” desisnya. Lalu, kali ini Pak RT menunjukkan KTP milik Arion pada orang-orang yang mulai terlihat mengagumi sosok pria yang sejak tadi mau mereka keroyok. Jari telunjuk Pak RT menunjuk pada alamat yang tertera di KTP. “Ini alamatnya di perumahan elite, tempat tinggal orang-orang kaya, konglomerat,” katanya dengan begitu yakin. Kembali Bu Astri merebut KTP itu dari tangan Pak RT, lalu membaca alamatnya dengan suara kencang. Setelah itu semua orang tampak semakin kagum pada Arion. Sedangkan Arion hanya bisa garuk-garuk kepala, dia tampak keheranan dengan reaksi semua orang di sana. “Calon menantu saya tinggal di perumahan elite, dia orang kaya raya,” desis Bu Astri lagi. Bola matanya tampak berbinar memandangi wajah Arion di hadapannya. “Dengan saya meninggalkan KTP dan kartu nama saya, apa boleh sekarang saya pulang dulu? Untuk membicarakan rencana pernikahan ini pada kedua orangtua saya?” tanya Arion dengan hati-hati. “Bolehhh,” jawab semua yang ada di sana dengan serempak. Arion sampai mengusap dadanya karena kaget. Lalu dia mengangguk sekali, tanda akan pamit pulang. “Nomor handphone saya ada di kartu nama itu. Jangan khawatir, saya tidak akan kabur,” ucapnya sebelum berjalan keluar dari rumah sempit itu. Orang-orang yang berkerumun di pintu sontak menyingkir untuk memberikan jalan pada Arion. Namun satu hal yang tanpa diduga sama sekali, semua orang yang ada di sana, ikut berjalan di belakang Arion, hingga sampai di tanah lapang tempat Arion memarkir mobilnya. “MasyaAllah mobilnya! Kapan ya saya punya mobil kayak gitu?” ucap Pak RT dengan mata yang tak berkedip. Beberapa orang lainnya bahkan berani mendekati mobil Arion dan numpang foto-foto di depan mobil sport mewah tersebut. “Calon menantu saya punya mobil mewah!” desis Bu Astri dengan hati yang sangat bahagia. Tiba-tiba dia merasa tidak menyesal anaknya telah diperkosa oleh sang dokter tampan. Arion yang sudah masuk ke mobil, terpaksa menurunkan kaca mobilnya. “Maaf bapak-bapak dan ibu-ibu, saya sudah mau jalan, karena ada keperluan penting.” “Ohh ya, silakan Mas Ion, silakan.” Arion tersenyum canggung. “Maaf Pak RT, apa bisa minta tolong untuk warganya agak ke pinggir sedikit? Supaya mobil saya bisa lewat.” “Ohh iya ya! Maaf ya Mas Ion, saya sampai nggak ngeh.” Lalu segera Pak RT memerintahkan orang-orang di sana untuk memberi jalan pada mobilnya Arion. Di perjalanan, pikiran Arion tidak tenang, dia terus kepikiran dengan pernikahan dadakan yang harus segera dilaksanakan. Arion berpikir, dia harus bertemu dengan kedua orangtuanya sekarang. Tangan kanan Arion tetap menyetir, sedangkan tangan kirinya mengambil handphone, lalu mencari nomor mamanya di layar. Baru saja Arion akan menekan dial, tiba-tiba handphonenya justru berdering, sehingga membuatnya kaget bukan main. Arion melihat ke layar handphone. “Aruna?” Seketika moodnya menjadi semakin buruk. Namun Arion sadar, jika panggilan itu tidak segera dijawab, maka hidupnya besok akan jadi lebih buruk daripada hari ini. Akhirnya Arion menepikan mobilnya, lalu mengangkat panggilan telepon itu. “Hallo?” Suara Arion terdengar pelan dan tak bersemangat. “Heh Monyet! Lo p3rkosa anak orang?!”
Bacaan gratis untuk pengguna baru
Pindai untuk mengunduh app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Penulis
  • chap_listDaftar Isi
  • likeTAMBAHKAN