BAB 1. Blue Sky Bar

1515 Kata
Cahaya Mentari mulai menyesal karena termakan rayuan kekasihnya untuk ikut pergi ke Blue Sky Bar. “Kita senang-senang dulu di sini sampai lewat tengah malam, untuk merayakan hari jadian kita yang ke tujuh bulan. Habis itu ….” Kenzo mendekatkan mulutnya ke telinga Mentari. “Kita istirahat di La Parisienne Hotel and Spa,” bisik Kenzo. “APA?!” Mentari sontak agak menggeser duduknya supaya memberi jarak dengan Kenzo. “Ssttt kamu kenapa sih Mentari? Cuma gitu doang kagetnya kayak mau dilamar besok aja sih.” Mentari melotot dan langsung berdiri dengan kedua tangan di pinggang. “Lah! Mending langsung dilamar deh daripada diajak tidur bareng di hotel tapi belum dinikahin! Haram itu Ken, haramm!” Kenzo ikut berdiri, wajah cowok tampan 21 tahun itu sudah mulai mencerminkan rasa tak sabar menghadapi sang pacar yang selalu menentang keinginannya itu. “Ah! Kampungan banget sih kamu Tar! Masih banyak yang lebih haram dari itu, tau! Daripada kamu open BO kan? Mending sama aku, kamu bisa dapat segala yang kamu butuhin, tapi kita suka sama suka. Ntar juga kalo udah waktunya kan kita bisa nikah, Tar. Jadi, apa yang perlu ditakutin sih?” “Astaghfirullah Kenzo! Ayo deh mending kita pulang aja sekarang! Kamu udah kehasut setan tuh!” Mentari menarik tangan Kenzo untuk menuju pintu keluar. Namun lelaki itu menahannya, justru ia yang sekarang menarik dengan kencang, sehingga tubuh mungil Mentari seketika masuk ke dalam d3kapannya. Tanpa pikir panjang, Kenzo langsung meng3cup bibir merah muda milik Mentari. Gadis itu sangat terkejut, sampai-sampai dia justru terdiam mematung. Sedangkan Kenzo yang pikirannya sudah melambung ke awang-awang, justru mengira kalau gadisnya itu sedang menikmati buaian m3sra yang dibuatnya. Namun yang terjadi pada detik kemudian, sungguh di luar dugaan Kenzo, saat itu juga Mentari menampar pipi kiri Kenzo dengan sekuat tenaga. Kenzo sedikit terhuyung, lalu segera berdiri tegak dan menatap tajam pada Mentari. “Kamu sudah keterlaluan Ken! Aku terima segala bantuan dari kamu, tapi bukan berarti kamu bisa tidur sama aku kayak gitu!” “Halah! Sok suci banget sih kamu Tar! Capek aku nungguin udah tujuh bulan cuma dapet pegangan tangan aja! Sudahlah, aku udah gak mood sama kamu!” Kenzo mendorong Mentari hingga terhuyung dan jatuh di atas sofa. Lalu lelaki itu berlalu begitu saja, keluar dari ruangan VVIP yang sudah dia sewa untuk semalaman penuh. Meninggalkan Mentari yang kini hanya melongo sendirian, bingung harus berbuat apa. Tiba-tiba, dia teringat sesuatu. “Ah, ya ampun! Kalau Kenzo beneran marah dan mutusin aku, lalu bagaimana caranya aku bisa bayar uang semester?! Dan – dan, siapa yang akan antar jemput aku nanti? Sedangkan motorku udah ditarik leasing! Aduhh naik umum kan ongkosnya lumayan!” Mentari merasa frustasi. Dia menangis sesenggukan. Namun detik kemudian matanya melirik ke arah meja. “Hemm sayang banget itu makanan dan minuman mahal kalau dibiarin, kan mubazir.” Gadis itu lupa seketika kalau minuman yang ada di atas meja ber4lkohol. Diambilnya gelas tinggi berisi cairan berwarna merah segar. Mentari tersenyum sumringah, lalu detik kemudian ia terkekeh sendiri. “Hemm enak juga ini sirupnya, beli di mana ya? Di warung madura ada atau nggak ya?” Gadis itu mulai menceracau sendiri. Kemudian ia melangkah dengan gontai keluar dari ruangan VVIP dengan masih memegang gelas itu. “Oh Tuhanku, aku sudah capek hidup miskin! Aku memang cantik, tapi para lelaki hidung belang itu tak ada yang tulus mencintaiku!” Mentari terus berteriak-teriak, membuat beberapa pengunjung bar meliriknya dan mentertawakan, tapi banyak juga yang tak peduli. “Oh Tuhan, aku mau request boleh gak? Kalau boleh aku maunya laki-laki dewasa yang mapan. Yang siap menikah, bukan cowok kurang ajar yang cuma mau manfaatin aku aja!” teriak Mentari lagi. Ia terus berjalan sempoyongan, dan tiba-tiba kaki kanannya tersandung oleh kaki kirinya sendiri. “Aduh! Aww!” Mentari jatuh tersungkur tepat di atas punggung seorang pria yang sedang duduk di kursi tinggi, menghadap ke arah meja bartender. Beberapa jam sebelumnya, bertepatan dengan saat Mentari dijemput oleh Kenzo di tempat kerjanya, untuk merayakan hari jadi pacaran mereka. Pasangan lain di sebuah ballroom hotel bintang lima, juga sedang merayakan hari jadi mereka, dengan cara yang berbeda. “Oliv, Sayang, I love you more than any word can say. Happy anniversary, baby,” ucap Arion dengan suara bergetar. Ia memang tak terbiasa dengan kata-kata romantis. Seketika suasana menjadi riuh setelahnya, lalu lampu-lampu gemerlap dinyalakan dengan serentak. Bersamaan dengan alunan musik nan romantis. Olivia terkesiap, ia memandang takjub ke sekeliling, melempar senyum pada semua teman mereka di sana. “Ah, terima kasih Arion, ini adalah kejutan yang sangat romantis,” bisik Oliv di telinga sang kekasih. “Masih ada satu kejutan lagi Sayang,” balas Arion ikut berbisik. Kening Olivia mengernyit. Ia berpikir kejutan apalagi yang akan diberikan oleh kekasihnya itu. Tiba-tiba musik berhenti. Lalu seperti telah dipersiapkan dengan matang. Seluruh teman Arion membentuk lingkaran mengelilingi mereka berdua. Lalu Chris membawakan sebuah kotak beludru dengan ukiran yang sangat cantik. Dan memberikannya pada sang sahabat, Arion. Saat itu juga, jantung Olivia Citra berdegup dengan kencang. Tanpa Arion tahu, gadis itu menjadi panik tiba-tiba. Lalu Arion membuka kotak beludru merah muda itu. Dan mengeluarkan cincin berlian yang sangat cantik berkilauan. Tampak mewah di bawah sorot cahaya lampu gemerlap. “Oliv, Sayang, kamu tahu kan betapa aku mencintaimu. Aku tak pandai merayu, jadi aku mau langsung mengatakan ini … mau kah kamu menjadi istriku, Oliv?” ucap Arion sambil menatap Olivia dengan penuh cinta. Suasana hening, Olivia tertegun sesaat. Kemudian ia menghembuskan napas dengan berat. Wajahnya menjadi sedikit pucat sekarang. “Umm … Arion, maaf, bisa kita bicara berdua?” “Apa?” Arion tampak bingung. Semua orang di sekitar mereka pun memandang dengan keheranan. “Ada apa Oliv?” Kini mereka berdua sedang berdiri tak jauh dari pintu utama ballroom. “Arion maafkan aku. Sebetulnya, satu hal yang mau kukatakan adalah … a—aku baru saja mendapat tawaran untuk menjadi model salah satu desainer kondang Indonesia, untuk project di Paris. Maaf … Arion.” Wajah cantik sang model tanah air tampak begitu memelas. “Apa maksudmu Oliv?” Olivia menunduk. “Aku akan pergi ke Paris. Dan … belum tahu untuk berapa lama.” “Oliv, bukannya aku mau menghalangi karirmu. Tapi di Indonesiapun namamu sudah meroket. Mau sampai kapan kita terus sibuk masing-masing mengejar karir, tanpa memikirkan pernikahan?!” Arion tak dapat lagi menyimpan rasa kesalnya. Olivia menggeleng beberapa kali. “Maaf … Arion. Menjadi model international adalah mimpiku, aku … aku tak bisa menerima lamaranmu. Maaf ….” Lalu Olivia pergi begitu saja meninggalkan Arion yang termangu sendirian. Diiringi oleh tatapan para teman-teman Arion yang sendu. Mereka cukup paham tanpa harus dijelaskan. Di perjalanan pulang, Arion membelokkan mobilnya pada sebuah b4r besar. Dia pernah diajak oleh teman-temannya ke Blue Sky B4r ini, meskipun hanya berakhir dengan minum air soda perasan lemon. Namun kali ini, entah mengapa ia ingin m4buk sendirian, sekadar untuk mengusir Olivia yang berseliweran dalam kepalanya. “Ini segelas cosmopolitan segar untukmu Tuan Tampan, dan sepertinya … aku baru melihatmu,” sapa seorang b4rtender wanita sambil mengedipkan sebelah matanya. Arion tak terlalu mempedulikannya. Ia hanya butuh pelarian malam ini. “Tuhan, jika memang Olivia bukan jodohku, tolong jauhkan dia. Dan tolong turunkan wanita yang sederhana saja untukku. Tak apa dia bodoh, asalkan jangan sering bepergian seenak hatinya.” Arion mulai menceracau dengan kondisi kesadarannya yang mulai menurun karena m4buk. Tiba-tiba dari arah belakang punggung Arion terdengar teriakan melengking seorang wanita yang mampu mengalahkan suara musik. Kening Arion mengernyit. Baru saja dia mau membalik badan untuk memastikan teriakan siapa itu, punggungnya tiba-tiba ditabrak seseorang. Segera Arion membalik badan dan dirinya sangat terkejut, melihat seorang gadis jatuh tertelungkup di atas lantai. Matanya membelalak berusaha untuk menajamkan penglihatan yang mulai goyang. Gadis itu tampak berusaha bangkit, dan ia hanya mampu berjongkok, lalu mendongak. Dan tersenyum menyeringai sambil menunjuk ke arah Arion. “Hai, Om Tampan, aku … Men – tari.” Arion mengerjap-ngerjapkan matanya. “Eh? Umm, jadi … ini orangnya ya, Tuhan?” Dengan langkah gontai, Arion turun dari kursinya, lalu membantu Mentari untuk berdiri. “Kamu … mau ikut denganku?” “Kemana, Om?” tanya Mentari. “Ke … pelaminan,” jawab Arion sekenanya. Sontak membuat Mentari tergelak. Dalam keadaan m4buk, keduanya berjalan saling bergandengan, lalu masuk ke dalam mobil sedan sport milik Arion. Entah apa yang ada dalam pikiran Arion, ia justru membawa Mentari ke La Parisienne Hotel and Spa, itu adalah hotel berbintang lima milik keluarga Arion. Security yang berjaga tak mampu berkata apa-apa ketika melihat bos mereka membawa seorang gadis lewat tengah malam begini. Dan Arion membawa Mentari masuk ke dalam kamar pribadinya. Presidential room di lantai 9. Keesokan paginya, Arion merasakan seluruh badannya terasa kaku dan pegal, dia menggeliat ke segala arah dengan cukup kencang. Hingga kaki kanannya terasa menendang sesuatu hingga jatuh berdebum ke lantai. “Eh, apa itu?” gumam Arion. Dia terkejut, maka langsung terduduk dengan mata yang mengerjap-ngerjap, berusaha membuka kedua bola matanya yang terasa berat. Dengan perlahan Arion merangkak menuju tepi ranjang untuk melihat apa yang terjatuh ke lantai, dan saat itulah ia menemukan seseorang dengan wajah tertutup rambut panjang yang berantakan dan tak mengenakan baju. “Argh! Kamu siapa?!”
Bacaan gratis untuk pengguna baru
Pindai untuk mengunduh app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Penulis
  • chap_listDaftar Isi
  • likeTAMBAHKAN