"Ini kamar untukmu. Nanti saya kan mengantar pakaian untukmu,” ujar Minah.
"Baik bu, Terima kasih," jawab Ayra.
Ayra masuk ke kamar itu, ia mendudukan tubuhnya di ranjang single bed yang ada di sana.
“Kamar ini sungguh sangat sempit, tapi aku harus mulai terbiasa. Aku harus bertahan di rumah ini, di luar sana belum tentu aku bisa bekerja dan tidur di tempat seperti ini,” ucap Ayra pelan.
Ayra menempati kamar ukuran dua meter kali dua meter, sementara di rumahnya kamar Ayra luasnya bisa empat kali lipat dari kamar itu. Perasaan Ayra kini mulai sedikit lebih tenang.
Setelah hatinya hancur karena telah diusir oleh ayahnya dari rumah besar itu, kini Ayra sudah bisa tinggal di rumah yang baginya cukup dan layak untuk ditinggali.
Tak lama kemudian Minah kembali masuk ke kamar Ayra dan menghampiri Ayra.
"Ayra, ini pakian untukmu,” ujar minah sambil memberikan pakaian pada Ayra. Ayra pun langsung menerimanya.
"Dan ini peraturan yang harus kamu patuhi di rumah ini, didalamnya ada penjelasan tugas yang harus kamu kerjakan setiap hari dalam menjaga tuan muda Vano,” ucap Minah sambil memberikan beberapa lembar kertas pada Ayra. Ayra pun menerimanya dan melihat sekilas ke kertas itu.
"Terima kasih Bi,” ujar Ayra, Minah pun mengangguk.
"Oh iya Ayra semua pembantu makan di dapur ya," Minal memberitahu.
"Di dapur ada meja makan khusus. Kamu mulai mengasuh Vano setelah makan siang ya, karena pengasuh Vano sebelumnya sudah pergi,” jelas Minah.
"Baik Bi,” jawab Ayra sambil mengangguk mengerti.
Setelah itu Minah kembali keluar dari kamar Ayra.
Pada saat makan siang, Ayra makan bersama pembantu yang lain. Pembantu di rumah itu berjumlah lima orang, semuanya punya tugas masing-masing.
Semua pembantu itu didominasi oleh perempuan berusia tiga puluh lima tahunan sementara Minah sendiri berusia lima puluh tahunan.
Setelah makan siang selesai Ayra yang sudah mengganti pakaian dengan pakaian pengasuh. Lalu ia pun berjalan ke arah kamar Vano yang ada di lantai dua.
Setibanya di depan pintu kamar Vano, Ayra membuka pintu itu dan Ayra menghembuskan nafasnya kasar saat melihat kamar anak laki-laki berusia 5 tahun itu.
Ayra melihat kamar berukuran lima meter kali lima meter itu sangat berantakan sekali, dan Vano tidur diatas karpet bulu dengan memegang gadget di tangannya.
Di kamar itu banyak sekali mainan berserakan di lantai. Ayra menggelengkan kepalanya melihat itu semua.
Ayra, anak seorang pengusaha besar yang tak terbiasa bekerja kasar kini harus menjadi pengasuh anak kecil dan harus bisa merapikan kamar itu.
“Ini sangat berat, tapi tak ada pilihan lain. Aku harus menjalaninya,” ucap Ayra sambil menundukan kepalanya lemas. Ayra merasa ia harus bertahan di rumah itu sampai waktunya tiba ia membalas perbuatan ibu tirinya.
Setelah menguatkan diri dan mentalnya Ayra mulai mendekati Vano yang terbaring di atas karpet. Ayra mengambil ponsel dari tangan Vano lalu memperhatikan wajah Vano.
"Hey anak kecil, tolong mohon kerjasamanya ya!" ucap Ayra pelan sambil mengelus kepala Vano lembut.
"Tampan juga anak ini," puji Ayra sambil menatap wajah Vano lekat.
Vano memiliki hidung mancung, kulit putih, alis lebat dan bulu mata lentik.
Setelah puas memperhatikan wajah Vano, Ayra mulai mengangkat tubuh Vano dan memindahkan anak kecil itu ke ranjang.
Ayra mengedarkan pandangannya setelah menidurkan Vano di atas ranjangnya.
“Aku harus mulai dari mana dulu?"
"Bagaimana cara merapikannya?’ pikir Ayra bingung.
Ayra benar-benar dibuat berpikir karena ia sama sekali belum pernah merapikan apapun. Semuanya dikerjakan oleh pembantu sejak ia kecil.
Mata Ayra kembali melihat barang-barang di kamar Vano hingga matanya berhenti di sebuah benda persegi dan itu membuat Ayra tersenyum. Ayra mendekati benda itu dan mengambilnya.
"Ah, ada ponsel ini. Aku bisa melihat tutorial merapikan kamar dari internet,” ucap Ayra berbinar.
Jari Ayra mulai menari diatas gawai milik Vano dan dan ia mencari tutorial merapikan kamar. Setelah menonton beberapa menit, Ayra yang cerdas bisa langsung menangkap apa yang harus ia lakukan.
Ayra mengepalkan kedua tangannya.
"Aku harus merapikan kamar ini dan mungkin pekerjaan merapikan kamar ini akan sering aku lakukan,” ucap Ayra semangat.
Setelah itu Ayra mulai merapikan kamar Vano. Mainan yang berserakan. Dan semua barang yang tidak berada di tempatnya semuanya dirapikan oleh Ayra dengan cekatan.
Satu jam kemudian Ayra melihat kamar Vano rapi. Dan ia sangat puas dengan hasil kerjanya itu.
"Untuk pemula, ini cukup baik,” ucap Ayra sambil mengusap keringat yang mengucur di dahinya sambil tersenyum.
Baru kali ini Ayra mengerjakan pekerjaan ini. Sejak kecil Ayra terbiasa hidup enak, dengan banyak pelayan dan asisten rumah tangga.
Tapi sekarang, Ayra tak boleh banyak mengeluh. Ia sekarang bukan siapa-siapa dan memiliki apapun.
Ayra bertekad harus bisa bertahan hidup tanpa belas kasihan orang lain.
"Aku akan kembali ke samping ayah. Tak akan aku biarkan tiga makhluk itu memperdaya ayah," ucap Ayra pelan sambil memejamkan matanya. Ia mengingat wajah Dona, Gina dan Evander.
Perlahan Ayra membuka mata dan ia melihat ke arah ranjang Vano yang cukup besar untuk ukuran ranjang anak kecil.
Ayra memilih berjalan ke arah ranjang dan mendudukan tubuhnya di sana.
“Lelahnya,” ucap Ayra pelan tak ingin sampai Vano terbangun.
Tapi baru saja mendudukan tubuhnya, Vano menggeliat dan mulai membuka matanya.
Ayra melihat ke arah Vano. Menyadari Vano terbangun, Ayra pun langsung berdiri.
Vano langsung mendudukan tubuhnya diatas ranjang dan mengerutkan keningnya. Bocah lelaki itu menatap Ayra dengan tatapan tajam.
Vano mempunyai wajah tampan. Mata coklat terang dan kulitnya putih, dengan tubuh yang sedikit berisi membuat ia terlihat sangat menggemaskan.
"Kamu siapa?" Tanya Vano sambil duduk di atas ranjang menatap Ayra penuh selidik. Matanya membulat sempurna dan menunjukan raut wajah yang tak senang atas kehadiran Ayra yang kini menjadi pengasuhnya.
Ayra pun hendak menjawab pertanyaan Vano. Ia mulai melangkah mendekati ranjang bocah lelaki lima tahun itu, tapi baru satu langkah Vano menyetop pergerakan Ayra.
"Stop!" Seru Vano sambil menyipitkan matanya menatap Ayra dari ujung kaki hingga ujung rambut.
Ayra pun menghentikan pergerakannya dan tak berani mengucap satu patah kata apapun.
"Kamu kan yang menolongku tadi pas mau tertabrak mobil kan?" Tanya Vano ingat kejadian saat di depan sekolahnya.
Tanpa ragu, Ayra pun menganggukan kepalanya dan tersenyum.
"Ya, benar!" Jawab Ayra sambil tersenyum menanggapi pertanyaan Vano.
"Terus, kenapa kamu ada di sini?" Tanya Vano menatap Ayra dengan tatapan tak suka.
"Mulai hari ini saya akan menjadi pengasuh kamu," jawab Ayra jujur.
Dan respon yang diberikan oleh Vano membuat Ayra kaget.