Bertelanjang d**a

1097 Kata
Saat Ayra akan berdiri, pintu kamar Vano terbuka. Dan Ayra terdiam saat melihat siapa yang masuk ke kamar itu. Rangga masuk ke kamar Vano dengan hanya menggunakan handuk yang melilit di pinggangnya. Ayra berusaha menelan ludahnya saat melihat rambut Rangga masih basah dan meneteskan air dari rambutnya. Tuan Rangga pasti baru saja mandi dan keramas, pikir Ayra. Ayra mengikuti kemana Rangga melangkah. Sementara Rangga tidak memperdulikan tatapan Ayra yang melihat ke arahnya. Dan ternyata Rangga ke kamar Vano untuk mengambil ponsel yang diletakan di dekat televisi. Setelah mengambil ponselnya Rangga pun kembali keluar tanpa berkata apapun. Ayra yang melihat pintu kamar tertutup itu pun langsung membuat membuang nafasnya kasar. Sangat dingin sekali tuan Rangga itu, batin Ayra. "Tapi jujur, tuan Rangga memang sangat keren sekali," ucap Ayra pelan sambil membayangkan tubuh Rangga yang baru saja ia lihat. Saat Ayra membayangkan Rangga, tiba-tiba Vano terbangun. "Aku mau minum," ucap Vano sambil mendudukan tubuhnya, Ayra langsung melihat ke arah Vano. "Baik Tuan Muda, tunggu sebentar ya saya ambilkan dulu dari dapur," ujar Ayra. Vano pun mengangguk dan tetap duduk. Ayra berjalan keluar dari kamar, saat baru keluar dari kamar Vano Ayra menabrak tubuh Rangga. "Aw!" pekik Ayra saat kepalanya membentur d**a bidang Rangga yang masih tanpa memakai baju. Ayra sangat kaget dan menundukan kepalanya. "Maaf tuan," ucap Ayra pelan sambil mengusap kepalanya. "Kamu mau kemana?" tanya Rangga tanpa menjawab pertanyaan itu. "Saya akan ke dapur untuk mengambilkan air untuk tuan muda," jawab Ayra. "Ambilkan juga untukku segelas s**u coklat hangat dan antarkan ke kamarku segera," pinta Rangga. "Baik atuan," jawab Ayra. Rangga kembali ke kamarnya setelah mendengar jawaban Ayra. "Sepertinya tuan Rangga sengaja akan ke kamar Vano untuk memintaku mengambil s**u coklat hangat," ucap Ayra pelan sambil berjalan menuruni tangga. Di kamar, Vano kembali merebahkan tubuhnya karena menunggu terlalu lama. Beberapa saat kemudian Ayra masuk ke kamar Vano dan langsung memberikan segelas air putih pada Vano. "Mbak tidur di kamar ini ya?" Pinta Vano. Ayra pun mengangguk. "Iya Tuan Muda," jawab Ayra. Vano kembali tidur setelah mengatakan itu pada Ayra. Ayra keluar dari kamar Vano untuk mengantar s**u coklat hangat untuk Rangga. Ayra membawa nampan yang di atasnya sudah ada segelas s**u coklat hangat. Dan setelah berdiri di depan pintu kamar Rangga, Ayra mengetuk pintu kamar Rangga. "Masuk," seru Rangga dari dalam kamar. Ayra membuka pintu kamar Rangga dan setelah itu Ayra memilih berdiri di dekat pintu. Ayra lagi-lagi berusaha menelan ludahnya saat melihat Rangga yang kini memakai kaos putih yang sangat pas di badannya. Atletis sekali tubuhnya, pasti dokter ini rajin olahraga hingga tubuhnya sangat mempesona, batin Ayra. Tubuh Elang kalah jauh dengan tuan Rangga, batin Ayra mulai membandingkan Rangga dengan mantan kekasihnya.. Sementara Rangga sedang menyisir rambutnya, ia yang tahu ada Ayra tidak peduli terhadap tatapan Ayra. Karena Rangga tak kunjung berbicara, akhirnya Ayra pun memberanikan diri untuk bertanya walaupun sebenarnya ia sangat betah berada di kamar duda itu. "Maaf Tuan ini susunya mau saya simpan di mana?" tanya Ayra. "Di meja," jawab Rangga singkat tanpa melihat ke arah Ayra. "Baik Tuan," jawab Ayra. Ayra pun meletakkan gelas itu di atas meja sesuai perintah Rangga. Setelah menyimpan gelas itu ia pun kembali berdiri di dekat pintu. "Apa ada lagi yang bisa saya bantu, Tuan?" tanya Ayra. "Tidak ada," jawab Rangga sambil meletakan sisir lalu berjalan ke arah meja dimana s**u yang baru Ayra letakan tadi. "Silahkan keluar lagi dari kamar saya," ucap Rangga. Ayra pun langsung keluar dari kamar. Ayra memanyunkan bibirnya. "Tidak mengucapkan terima kasih. Untung saja tampan," ucap Ayra kesal Ayra kembali ke kamar Vano dan ia mengambil buku dongeng yang tadi ia baca untuk Vano ke tempat semula, setelah itu Ayra memilih duduk di sofa panjang yang ada di kamar itu dan merebahkan tubuhnya di sana. "Baru kali ini aku tidur di sofa," ucap Ayra sambil mengingat tempat tidurnya berukuran lebar. Karena sudah mengantuk Ayra pun dengan mudahnya tidur di sana. Keesokan harinya Ayra bangun dan ia melihat jam dinding sudah menunjukkan pukul lima pagi. "Ah untunglah aku biasa bangun jam segini, jadi aku tidak bangun kesiangan," ucap Ayra sambil mendudukan tubuhnya. Setelah kesadarannya penuh, Ayra melihat ke arah tempat tidur Vano dan saat itu Vano masih tidur. "Sepertinya lebih baik aku mandi terlebih dahulu sebelum Vano bangun. Kalau tidak salah jam setengah tujuh pagi Vano harus sudah berangkat sekolah," ucap Ayra. Ayra melipat selimut yang ia pakai lalu keluar dari kamar Vano untuk pergi ke kamarnya yang ada di belakang. Sementara itu di kediaman Willy. Willy terbangun dari tidurnya dan ia ingat Ayra. "Apa kabar dengan Ayra ya? Semalaman aku tidak bisa tidur dengan nyenyak," ucap Willy pelan. "Sepanjang malam aku memikirkan Ayra." Rasanya aku telah salah telah mengusir Ayra, batin Willy. Sementara itu Dona masih terlelap tidur di samping Willy. Willy melihat ke arah Dona. Kenapa setelah aku menikah dengan Dona, aku merasa menjadi keras kepada Ayra? Apa aku terpengaruh oleh setiap ucapan Dona? batin Willy sambil melihat ke arah Dona. Tak lama kemudian Dona membuka matanya dan dia langsung tersenyum kepada Willy saat tahu Willy tengah menatapnya. "Selamat pagi sayang," ucap Dona sambil tersenyum manis dan ia langsung mendudukan tubuhnya dan memeluk Willy. "Kenapa kamu memandangku seperti itu mas?" tanya Dona sambil menatap mata Willy. "Tidak tidak apa-apa, aku hanya kepikiran Ayra saja," jawab Willy. "Iya mas, aku juga sama." "Aku juga menyesal tak mencegah mas untuk tidak mengusir Ayra. Tapi jujur mas, kemarin kamu sangat marah dan emosi kamu yang meluap-luap membuat aku menjadi takut untuk ikut campur," ucap Dona bohong. "Tidak apa-apa. Salah aku juga karena mengambil keputusan saat marah," ucap Willy. Dona pun mengangguk. Sepertinya Dona tak ada kaitannya dengan foto-foto Ayra kemarin. Tak seharusnya juga aku curiga pada Dona, batin Willy. "Oh iya aku ingin makan masakanmu. Apa kamu bisa masak?" tanya Willy. Dona menggelengkan kepalanya. "Tidak Mas, aku tidak bisa memasak." "Lagian kan mas di sini banyak asisten rumah tangga, kenapa harus aku yang memasak?" tanya Dona. Willy sangat kecewa dengan jawaban Dona. Dona sangat berbeda sekali dengan mendiang istrinya dan juga dengan Ayra. Mendiang istrinya dan Ayra selalu memasak jika diminta oleh Willy, Walaupun Ayra tidak pandai memasak seperti mendiang ibunya. "Maaf ya, Mas?" ucap Dona sambil memangi lengan Willy manja. "Ya tidak apa-apa aku mau ke kamar mandi dulu," ucap Willy akhirnya. Saat Willy masuk ke kamar mandi, di saat yang sama Dona kembali merebahkan tubuhnya dan menarik selimut lagi. "Lebih baik aku tidur lagi." "Malas sekali jika harus memasak." "Itu sangat merepotkan," ucap Dona kesal. Di sisi lain di rumah Elang, Elang yang baru keluar dari kamar mandi mendengar ponselnya berdering. Elang pun berjalan mendekati ponselnya. "Siap yang menelpon sepagi ini?" pikir Elang.
Bacaan gratis untuk pengguna baru
Pindai untuk mengunduh app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Penulis
  • chap_listDaftar Isi
  • likeTAMBAHKAN