Mengalah.

1027 Kata
Suara bariton yang dalam dan tegas membuat semua orang menoleh ke asal suara. Diambang pintu keluarga besar Takizaki sudah berkumpul. Aura kepemimpinan terpancar dari setiap orang di sana. Tubuh Aksa menegang, tentu saja dia harus siap menjelaskan perkara yang tengah terjadi. Perkara yang mencoreng nama baiknya, citranya selama ini seketika hancur karena kelakuan putri sambungnya. Hugo yang berdiri di belakang Alfredo Takizaki—orang yang paling dituakan dan di segani, Kakek dari Hugo, menatap bingung penuh tanda tanya, melihat Zalikha dan Ara bergantian. Perasaannya mulai merasa ada sesuatu yang akan terjadi, sesuatu yang tidak baik tentunya. Benar saja dugaan Hugo, Aksa langsung mendekatinya dengan langkah kaki besar dan nafas memburu seakan menerkam mangsanya. Ayah Zalikha itu langsung menarik kerah jas mahal yang Hugo pakai hingga pria itu hampir tersungkur. Aksa menarik Hugo sampai ke tengah ruangan yang di penuhi keluarga besar. "Katakan pada mereka apa yang sudah kamu lakukan pada kedua putriku?” bentak Aksa. Alfredo yang tidak mengerti permasalahan meminta penjelasan pada Aksa. "Apa yang sebenarnya terjadi? Apa tidak bisa di bicarakan baik-baik, Pak Aksa?" "Tidak ada yang baik-baik saja di sini, Tuan Alfredo," balas Aksa. "Cucu Anda sudah melakukan hal bodoh!" sambungnya. "Hugo?" Alfredo menatap tajam Hugo, pria yang sudah lansia itu meminta penjelasan pada cucu satu-satunya itu. "A-aku —” "Aku hamil anak kamu, Hugo," sela Ara seraya memberikan kertas dan hasil USG itu pada Hugo. Jangan tanya berapa terkejutnya pria muda itu. Mata Hugo hampir keluar dari tempatnya saking terkejutnya dia mendengar kalimat yang terlontar barusan. Dia membaca surat keterangan rumah sakit dan melihat hasil USG yang Ara berikan. Tidak dapat berkata-kata, Hugo terpaku dan membisu seketika. Selain surat di tangannya dia juga melihat ke arah Zalikha yang terduduk dengan mata sembab. Alfredo yang mendekat pun langsung menyambar kertas itu dan membacanya. Dalam hitungan detik ... PLAK! PLAK! Sebuah tamparan bolak balik dari Alfredo mendarat tak terduga di pipi Hugo. Betapa murkanya pria itu. "Jadi kamu mau menikahi Zalikha sementara kamu sudah menghamili adiknya?” ucap Alfredo, geram. "Pi, sabar, Pi," pinta Roki pada sang ayah yang tengah emosi tingkat dewa. Roki—ayah kandung Hugo juga sama marahnya hanya saja dia dapat menahan diri dan mementingkan kesehatan ayahnya yang memiliki riwayat darah tinggi. "Bagaimana saya bisa sabar menghadapi putra kamu, Roki?!” Alfredo menunjuk tepat di depan wajah Hugo. "Anak kamu ini sudah membuat malu keluarga Takizaki. Mau ditaruh mana muka saya? Bagaimana saya meminta maaf pada mereka semua?” sambung Alfredo seraya menatap satu persatu keluarga Abimana. Kemudian pria yang sudah tidak muda lagi itu membungkukkan badannya di depan Aksa. Sebagai orang berdarah Jepang dia harus melakukan ini sebagai tanda permintaan maafnya. Melihat Alfredo membungkuk sontak semua keluarga Takizaki ikut membungkuk. "Eh, sudah-sudah, Tuan Alfredo, Pak Roki, kami sudah memaafkan, sekarang tinggal bagaimana penyelesaian masalah ini,” cerocos Sarah. Tentu saja dia harus ambil alih secara suaminya yang masih diam membisu karena emosi. "Ara yang menjadi korban di sini, dia hamil, saya rasa Hugo harus membatalkan pernikahannya dengan Zalikha dan menikah dengan Ara," tambahnya. Sontak mata Zalikha melotot, ibu tirinya mengatakan kalau Ara menjadi korban? Lalu bagaimana dengan perasaan Zalikha sendiri? Saat ini yang batal menikah itu dia harusnya dia yang menjadi korban kenapa malah Ara yang seakan terzolimi di sini? Alfredo kembali menegakan tubuhnya, dengan memakai tongkat dia berjalan mendekati Zalikha. Kemudian duduk di sebelah gadis bergaun pengantin itu. Mengusap kepala Zalikha dengan sayang. Sungguh dia tidak ingin kehilangan gadis yang begitu baik dan pintar seperti Zalikha. Selama ini dia mengenal dengan baik putri kandung Aksa itu, dari pada Ara. "Saya sungguh-sungguh minta maaf atas apa yang terjadi saat ini, Likha. Maafkan orangtua ini, yang tidak becus mendidik keturunannya hingga sampai terjadi hal seperti ini." Alfredo kembali membungkuk di hadapan Zalikha. "Kakek, aku mohon jangan seperti ini," pinta Zalikha. Memegang kedua pundak Alfredo agar kembali tegak. "Apa yang sudah terjadi tidak akan bisa kembali seperti semula." Zalikha tersenyum tipis dan mengusap air matanya. "Mungkin aku dan Hugo memang tidak berjodoh—” "Tapi, Likha sayang ...." Hugo yang memotong kalimat Zalikha seketika terdiam ketika tangan Alfredo terangkat ke arahnya. "Kamu sudah kehilangan hak bicara saat ini, Hugo!” Roki yang berdiri didekatnya menarik tangan sang putra agar menjaga jarak dan diam. Zalikha berdiri mendekati Hugo, berhadapan. PLAK! Pria itu kembali mendapat tamparan tapi kali ini dia dapat dari tangan calon istrinya. Bersamaan Sarah mencekal tangan Ara karena putrinya itu hendak mendekati Hugo. Sarah tahu kalau Ara pasti akan membela Hugo, akan tetapi suasana sedang tidak mendukung mereka. Lebih baik diam dari pada memperkeruh suasana. "Apa kamu tidak dapat menahan diri sampai hari ini?” sindir Zalikha. "Kamu dan Ara memang pantas bersama, kalian sama-sama memiliki nafsu besar dan tidak tahu diri!" tambahnya. "Aku bersyukur Tuhan menunjukan siapa kamu sebenarnya sebelum aku terikat menjadi istri kamu, apa jadinya kalau kita sudah menikah lalu Ara hamil?!" Zalikha menggeleng, sungguh semuanya diluar nalar dirinya. "Selamat, selamat untuk kalian berdua." Tutup Zalikha, kemudian dia berbalik kembali duduk di sebelah Alfredo, kakinya lemas. Sementara itu senyum tipis Ara dan Sarah terukir. Keduanya saling tatap dengan mata penuh kemenangan. Meskipun mereka berdua harus menang dengan cara licik seperti ini. Siapa perduli? Yang terpenting Ara menjadi menantu keluarga Takizaki, keluarga terpandang dan memiliki banyak bisnis di Indonesia dan Jepang sana. Menjadi menantunya akan menjamin kehidupan Ara tujuh turunan. Sebagai ibu—Ara sudah pasti ikut merasakan kebahagian dan kekayaan putrinya. Kekayaan Aksa tidak ada apa-apanya dibandingkan dengan kekayaan keluarga Takizaki. *** Dalam hitungan jam semua berubah, uang berkuasa tentu saja. Dua keluarga besar bersatu akan semakin bertambah kejayaan keduanya, simbiosis mutualisme dalam berbisnis. Pernikahan yang seharusnya untuk Zalikha dan Hugo dalam sekejap berubah menjadi Hugo dan Ara. Adik tiri dari Zalikha tersebut kini sudah berubah dengan gaun pengantin yang semula Zalikha kenakan kini Ara yang pakai. "Kamu memang pantas memakai ini, Sayang. Lebih pantas daripada Likha yang pakai," puji Sarah, tak hentinya dia memuji putri kandungnya sendiri. "Maaf, Ara harus memakai gaun bekas Zalikha, tapi tidak masalah bukan? Kamu sudah terbiasa dengan barang bekas kakak tiri kamu, bukan?" sindir Alfredo membuat beberapa orang di dekatnya yang mendengar menahan tawa, sebagian melotot karena terkejut mendengar sindiran yang begitu tajam dari orang yang paling di segani dalam keluarga Takizaki.
Bacaan gratis untuk pengguna baru
Pindai untuk mengunduh app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Penulis
  • chap_listDaftar Isi
  • likeTAMBAHKAN