"RAMON!" Lidya berteriak keras dan sontak menangkis tangan Ramon yang hendak menggoreskan pecahan lampu itu ke pergelangan tangan kirinya. Dengan segera ia memeluk sang putra sulung, membiarkan tangis Ramon meledak-ledak dalam dekapan tubuhnya. Ramon meraung-raung, membuat hati Lidya teriris pedih. Ia tahu sang suami sudah sangat keterlaluan, tapi tidak pernah terlintas dalam benaknya bahwa Ramon akan melakukan hal nekat seperti tadi. Hendak menggores pecahan keramik itu di pergelangan tangannya? Dia cari mati? "Ramon capek, Ma. Capek jadi anak papa, Ramon capek! Suruh papa bunuh Ramon sekarang, Ma ... tolong!" desah Ramon di sela-sela isak tangisnya. Hati Lidya seperti teriris pedih, ia benar-benar hancur dengan apa yang ia dengar dari mulut Ramon itu. Dielusnya dengan lembut kepala a