Bab 8. Menerima Tawaran Bagian 2

1320 Kata
Kudu sabar dina kurang Ulah nepak dadaa beunghar Salawasna kudu syukur Eling ka Nu Maha Agung Kade hidep bisi kufur (1) Harus sabar dalam keadaan kurang Jangan menepuk dadaa merasa kaya Selamanya harus bersyukur Ingat pada Yang Maha Agung Hati-hati kalian jangan sampai kufur (2) * Aku memang tidak sakit hati dengan kata-kata Mawar, namun dia sudah menghina pada emak yang dia bilang miskin dan penyakitan, dia juga telah menghina pada anak-anak mengatakan banyak hal buruk tentang mereka. Walau apa yang dikatakan oleh Mawar memang ada benarnya, namun pantaskah dia berkata seperti itu. Ya, demi meningkatkan derajat emak. Demi tidak lagi diinjak-injakh dan dikhianati oleh orang lain, aku harus memperbaiki hidup ini. Aku terima tawaran Tuan Dwipa dengan satu syarat ini. “Benar, Hudson. Saya ingin berkuliah di Universitas Langit Buana saja.” Setelah ucapan dalam telepon yang terputus tadi, Hudson beserta pengawal yang lain telah berada di depan rumahku. Cepat sekali mereka datang, padahal tadi aku membutuhkan waktu kurang lebih enam jam dalam naik bus. “Maksud saya, Anda bisa memilih unversitas luar negeri. Mungkin Harvard atau Oxford.” Mendengar tawaran dari Hudson, bukan membuat aku senang. Aku merasa ingin menertawakan diri sendiri. “Tidak perlu, Hudson. Universitas yang dekat-dekat sini saja cukup. Biar aku bisa jenguk emak sekalian.” Dia tampak mengerti. “Baiklah kalau begitu, semua guru akan kami transfer ke Bandung untuk menemani belajar sambil menyelesaikan perkuliahan Anda.” “Baik! Terimakasih, Hudson!” jawabku senang. Sepertinya Hudson tidak marah saat tahu aku kabur lagi karena ini. Karena aku pasti akan mencarinya dan mereka pun tidak akan sulit menemukan diriku. “Nanti saya usahakan seminggu sekali untuk menjenguk Anda di kampus dan melihat perkembangan Anda. Lalu akan kami buatkan pula jadwal untuk Anda, agar tetap bisa rutin mempelajari pelajaran yang diberikan oleh guru pilihan kami.” “Iya, aku mengerti. Terimakasih, Hudson.” “Oh, ya! Satu lagi, nanti akan ada waktu mungkin satu bulan sekali untuk tuan muda menunjukkan peningkatan kemampuan Anda di hadapan Tuan Dwipa. Seperti evaluasi secara langsung, begitu.” “Haaa …? Apa …?” Aku menganga. “Kenapa harus begitu? Tidak bisakah aku hanya menunjukkan semuanya padamu, Hudson? Lalu pada Tuan Dwipa tunjukkan saja video ketika aku sedang berlatih saja, bagaimana?” Hudson nampak tersenyum. “Saya akan kirim semua penyusunan jadwal ke ponsel Anda segera.” Fuuuh. Aku mengembuskan napas kasar. Sudah jelas, Hudson pasti akan menolak permintaanku. Tapi … sudahlah. Aku hanya perlu bertahan untuk meningkatkan kemampuan diriku dan memanfaatkan fasilitas milik bandot tua itu. Lalu setelah itu, aku akan mengangkat derajat keluargaku. “Semua sudah saya kirim. Termasuk apartemen untuk tempat tinggal Anda di Bandung nanti, detail alamatnya, sudah saya kirim ke nomor Anda.” Perkataan Hudson menyadarkanku dari lamunan yang membelenggu. Memikirkan harga diri yang terus diinjak-injak membuatku menerima tawaran mereka meski aku masih ragu akan hubungan kekerabatanku dengan bandot tua itu. “Baiklah, terimakasih, Hudson! Anu … apa aku boleh membawa serta adik dan emak juga untuk tinggal di apartemen?” Ini sebenarnya, karena aku khawatir saja jika mereka tinggal di kampung, mereka akan tetap di bully oleh keluarga Mawar. Mungkin Pak Kades tidak akan seperti itu, tapi istri dan anaknya yang tidak akan memperlakukan keluargaku dengan baik. Mendengar pertanyaanku Hudson nampak menggeleng, sayang sekali. “Maafkan saya, Tuan Muda. Anda harus belajar dengan fokus tanpa gangguan dari mereka. Tapi tenang saja, kami sudah membeli salah satu rumah kecil yang layak tinggal untuk mereka nanti. Setelah Ibu Karsini pulih, beliau dan juga adik-adik Anda akan kami pindah ke sana.” Aku pun mengembuskan napas lega jika mendengar demikian. Setidaknya emak dan yang lain tak perlu lagi tinggal di tempat yang seperti sebelumnya. “Jadi … sekarang, Anda bisa ikut kami untuk pergi ke Bandung dan tinggal di apartemen. Lalu besok Anda akan dijemput untuk berangkat ke kampus Universitas Langit Buana.” “Apa …? Besok …?” tanyaku tak percaya. “Ya, bisa Anda lihat jadwalnya di file yang saya kirim ke ponsel Anda.” Membuka file tersebut, aku pun dibuat terkejut jika jadwal masuk kuliahku dimulai esok hari. Ini sungguh mendadak bagiku. “Pantas saja Neng Mawar bilang dia mau pergi ke Bandung esok pagi,” gumamku. “Oh, ya. Lalu bagaimana dengan adik-adikku yang dititipkan di rumah Pak Kades? Saya merasa tidak enak dengan keluarga mereka.” Aku benar-benar takut jika Ical, Eti dan Obi diperlakukan tak layak oleh mereka. “Anda bisa membawa mereka, untuk sementara … kami telah membayar penjaga untuk mereka. Hanya saja, kemarin … pak kades yang berkata ingin merawat mereka. Maaf jika hal itu membuat Tuan Muda tidak nyaman.” “Ah, tidak. Bukan begitu. Aku seharusnya yang berterimakasih pada kalian. Kalian terlampau baik padaku.” “Sudah kewajiban saya untuk melayani Anda, Tuan Muda.” “Kau bisa pergi dulu, nanti aku akan menyusul ke Bandung setelah mendapatkan adik-adikku.” Aku sedikit merasa tak nyaman dan sungkan jika Hudson ada dalam gubuk reyotku. Selain itu, aku tidak bisa menjamu apa-apa untuknya. “Baik, akan saya sediakan satu mobil untuk Anda ke Bandung. Anda ingin menggunakan supir atau mengendarainya sendiri, Tuan Muda?” Tawaran Hudson ini terlalu tinggi bagiku. “Tak perlu, lebih baik aku mengendarai sepeda motorku saja. Sayang, udah lama nggak dipake,” tolakku. Aku bisa membawa mereka bertiga naik motor sampai daerah Pangalengan. Di Pangalengan, ada supir elp kenalanku. Mereka akan kutitipkan naik elp dan kita akan bertemu lagi di Bandung. “Tapi, Tuan Muda.” “Sudaah … aku tak apa-apa.” Sejujurnya, aku tak ingin terlihat mencolok di antara para tetangga. Karena mobil pemberian Hudson pasti mobil mahal, sementara jika aku membawa mobil lawas keluaran tahun 2010 saja pasti akan jadi perbincangan, apalagi mobil mewah. * Sebelum magrib, aku berniat untuk menjemput mereka. Karena rencanaku, aku akan berangkat ke Bandung nanti seusai maghrib sebelum isya’. Setidaknya kami tidak terlalu malam saat sampai di Pangalengan, dan anak-anak bisa menaiki elp agar tidak terkena angin malam. “Hwaaa …. Aa …. Obi sieun. Obi minta maaf, Obi nggak sengaja.” Itu, kan …? Suara Si Obi? Kenapa dia? “Sssst …. Jangan nangis, Bi. Nanti kita makin dimarahi.” Aku bergegas masuk ke dalam gerbang rumah Pak Kades dan melihat apa yang terjadi. Astaghfirullah. Ical, Eti dan Obi sedang tersungkur di depan teras rumah. Sementara itu Bu Kades dan Mawar saling berkacak pinggang dengan memasang wajah angkuh pada anak-anak ini. Ya Tuhan, kenapa mereka terlalu keras bahkan pada anak kecil? “Obi …? Kamu kenapa?” “A Ujang …!” Ketiganya serempak berlari ke arahku. “Heh! Ujang! Bawa tah adi maneh! Nyusahkeun we!” (Bawalah adikmu! Menyusahkan saja!) “Aduuuh. Ibu, Neng! Aya naon ieu teh?” (Ada apa ini?) Pak Kades baru saja tiba. Sepertinya setelah dari rumahku tadi, beliau tidak kunjung kembali ke rumahnya dan baru sekarang tiba. “Tuh, adeknya Ujang, Pak. Numpahin mi di meja makan. Ya udah, jadinya dia diusir lah sama aku!” “Astaghfirullah. Istighfar, Neng!” Pak Kades memeluk Obi yang terlihat ketakutan. “Maaf, ya.” Pak Kades terlihat tak enak padaku. “Tidak apa-apa, Pak. Maaf sudah merepotkan. Terimakasih atas kebaikannya, saya datang ke sini untuk menjemput mereka,” ucapku pada Pak Kades. Pak Kades pun mengangguk. “Maaf, ya. Saya belum bisa berbuat baik selama kamu ada di sini.” Malah dia yang berlinang airmata. Pak Kades memang orang yang baik sejak dulu. Bahkan sejak dirinya sebelum menjabat sebagai kepala desa. “Justru bapak termasuk sebagai salah satu orang paling baik yang saya kenal selama di sini. Terimakasih, Pak. Permisi.” Pergi membawa anak-anak dari tempat ini. Pergi membawa luka hati. Aku terima segala penghinaan ini. Dengan lapang d**a, aku minta maaf setulus hati. Wilujeng tepang deui enjing, Neng Mawar. (3) * Bersambung …. (1) Dikutip dari lagu Jang yang diciptakan oleh Oon B (2) Diterjemahkan secara bebas oleh penulis, Kak.Ofa (3) Sampai jumpa besok lagi, Neng Mawar. Ramaikan kolom komentarnya dong!
Bacaan gratis untuk pengguna baru
Pindai untuk mengunduh app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Penulis
  • chap_listDaftar Isi
  • likeTAMBAHKAN