Bab 6. Tawaran

1099 Kata
“Silakan dimakan, Tuan. Selamat menikmati.” Pelayan itu membungkukkan badan dan segera mundur untuk pergi. “Tunggu, Pak!” cegahku padanya. “Bisa tolong panggilkan Tuan Hudson?” pintaku pada sang pelayan. “Baik, Tuan.” * Menikmati makanan seperti ini, benar-benar hal yang baru bagiku. Ini adalah nasi dengan lauk rendang, lalap daun singkong disertai gudeg dan sambal hijaunya. Makanan yang disediakan di dalam mansion ini mirip sajian nasi padang. Wow, apa jika setiap hari ada di sini akan makan nasi padang? Aku jadi teringat kepada Ical, Eti dan Obi yang selalu ingin makan nasi padang. “Tuan muda mencari saya?” Pada akhirnya Tuan Hudson datang ke mari. Aku masih belum terbiasa memanggilnya tanpa embel-embel sebutan Tuan. Aku makan tidak di ruang makan mansion, melainkan di belakang mansion ini. Di mana ada taman dan juga kolam renang. Pemandangannya bagus, walaupun aslinya aku orang pegunungan juga, tapi memandangi gunung seperti ini juga tidak ada bosannya. Alam selalu menyediakan ruang yang enak untuk dipandang dan tak pernah membosankan. “Emm … Tuan, anu maksudku … Hudson. Ada yang ingin aku tanyakan padamu. Apa kau ada waktu untuk menjawabnya?” Mendengar permintaanku demikian, dia seperti sedang sedikit berpikir. Lalu setelah itu, dia pun mengangguk. “Boleh, Tuan Muda.” “Kalau begitu … duduklah!” pintaku pada Tuan Hudson. Dia menarik sebuah kursi yang terbuat dari potongan kayu batang pohon. Lalu dia duduk tepat di sampingku. “Kau mau makan?” tawarku padanya. Dia tersenyum tipis seraya menggeleng. Aku terka usianya sekitar tiga puluhan, tapi … semakin mengobrol dengannya semakin terlihat jika dia sudah lebih tua dari yang aku duga. Namun dari penampilannya, Tuan Hudson benar-benar tampak lebih muda. “Terimakasih karena sudah memberiku makan nasi padang, tapi … aku jadi kepikiran dengan adik-adikku. Apa kalian juga memberinya makan? Yah, emm … setidaknya dengan makanan yang sama denganku, atau … kalian beri mereka nasinya saja dengan gudeg atau sedikit daging pun tak apa. Aku … khawatir mereka ….” Tuan Hudson nampak mengulum senyum mendengar ucapanku. Aku jadi merasa tidak enak. “Tenang saja, Tuan Muda Prana. Tidak hanya nasi yang seperti Anda makan, tapi … mereka makan sesuai dengan keinginan mereka, namun dengan tinjauan dari ahli gizi pula agar mereka tidak makan sembarangan. Jadi … Anda tidak perlu khawatir terhadap mereka bertiga. Lalu untuk nasi padang ini … ini adalah permintaan dari Ibu Karsini yang mengatakan jika Tuan Muda sangat mengidam-idamkan makanan ini sejak lama.” Jawaban Tuan Hudson melegakan hatiku namun malah membuatku semakin sungkan padanya. Lagi-lagi, hal ini karena aku masih ragu jika aku benar-benar anak dari Tuan Dwipa Mulya. “Terimakasih. Terimakasih sebanyak-banyaknya. Aku tidak tahu bagaimana membalas kebaikan kalian.” Tuan Hudson lagi-lagi hanya tersenyum tipis sambil mengangguk sedikit, hal ini membuat aku semakin sungkan padanya saja. “Jadi … sebenarnya, ada yang ingin aku tanyakan.” Aku mulai mengawali pembicaraanku yang seerius padanya. “Silakan bertanya, Tuan Muda. Saya akan menjawab sesuai dengan kapasitas saya.” Tuan Hudson selalu menimpalinya dengan elegan. “Tadi pagi, aku melihat seorang pengendara motor yang berkelahi dengan para penjaga di depan pintu gerbang. Apa kau tau itu siapa?” tanyaku padanya. Pada obrolan kali ini, aku ingin terlihat akrab dengan Tuan Hudson, dengan mengganti panggilan saya – Anda menjadi aku – kamu. Namun sepertinya, Tuan Hudson akan tetap menggunakan saya – Anda padaku. “Dia adalah Tuan Muda Prima.” Jawabannya langsung pada intinya tanpa ada embel-embel yang lain. Jadi aku harus bertanya lagi jika ingin tahu lebih jauh. “Siapa dia? Anak dari Tuan Dwipa juga?” “Tuan Muda Prima adalah anak tiri dari istri ketiga Tuan Dwipa, dulu ia diakui sebagai anak Tuan Dwipa. Namun sekarang Tuan Dwipa tidak mengakui kehadirannya lagi.” “Maksud dari tidak mengakui kehadirannya itu …. Maksudnya Tuan Dwipa tidak mengakui jika Prima adalah anaknya, begitu?” Di sini aku mulai penasaran. Dan jawaban dari Tuan Hudson hanya anggukkan kepala. “Apa itu artinya … dia adikku? Lalu … aku ini, anak dari istrinya yang ke berapa?” “Anda adalah satu-satunya anak Tuan Dwipa dari istri pertamanya. Beliau telah melakukan prosedur vasektomi sehingga tak mungkin lagi untuk memiliki anak.” “Va … va … apa itu tadi?” “Vasektomi.” “Iya itu. Itu apa memang? Kenapa tidak mungkin punya anak lagi?” “Vasektomi merupakan sebuah prosedur kontrasepsi permanen untuk laki-laki, Tuan Muda. Atau istilah yang lebih marak di kalangan masyarakat adalah sterilisasi untuk laki-laki.” Aku mengangguk paham. Jadi Tuan Dwipa sudah tidak mungkin memiliki anak, maka dari itu ia mencari anaknya yang hilang. “Tuan Hudson, bagaimana kalau aku bukanlah anaknya. Anggap saja kalian salah orang apa aku akan dibunuh? Atau aku diminta mengganti semua uang yang telah kalian keluarkan untuuk aku dan keluargaku.” Tuan Hudson hanya memandangku tanpa memberi jawaban. Hal ini membuat aku jadi tak enak hati. Karena dia hanya mamandangku saja tanpa mengeluarkan sepatah kata pun, membuat aku ingat kembali jika ada makanan di hadapanku. Lebih baik aku santap saja rendang dan lalapan ini. “Kami sudah melakukan tes DNA dengan hasil tercepat yang bisa kita baca. Anda adalah seratus persen anak dari Tuan Dwipa Mulya. Anda adalah Tuan Muda kami. Tuan Muda Prana. Anda adalah pewaris dari seluruh kekayaan Tuan Dwipa Mulya.” Uhuuk uhuuk …. Aku tersedak! Sungguh, dadaku sakit! Aku butuh Air. “Silakan diminum, Tuan Muda.” Aku menerima es teh yang disodorkan oleh Tuan Hudson padaku dan meminumnya. “Terimakasih.” Aku pun kembali meletakkan gelas itu. “Maksudmu, aku pewaris? Pewaris apa?” “Anda adalah kandidat terkuat untuk mendapatkan seluruh kekayaan Tuan Dwipa. Maka dari itu, saya membawa Anda ke mari adalah dengan tujuan agar Anda mau mempersiapkan diri untuk menjadi pewaris sah dari Tuan Dwipa. Karena Tuan Dwipa sendiri sangat mengharapkan Anda yang mewarisi seluruh kekayaannya daripada Tuan Muda Prima.” Aku tak mengerti. Aku selama ini hidup tanpa mengharapkan harta warisan. Tapi kenapa … tiba-tiba aku menjadi pewaris, pewaris apalah itu namanya? “Setelah ini selesai. Anda akan kami ajak untuk membicarakan masalah perkuliahan yang akan Anda jalani untuk menyambung pendidikan Anda yang sempat tertunda. Anda akan mendapatkan mentor terbaik untuk belajar.” “Tapi … Tuan Hudson. Maksudku, Hudson.” Aku masih saja salah menyebut namanya. “Aku bahkan tidak bisa menebus ijazah SMA-ku, mana mungkin aku bisa untuk berkuliah.” “Kami sudah mendapatkan ijazah Anda, Tuan. Akan kami tunjukkan setelah ini.” Sepertinya aku tidak bisa menolak penawaran mereka untuk kuliah. Tapi … kenapa perasaanku tidak enak ya? * Bersambung …. Kalau kalian jadi Prana, seneng nggak? Komen di bawah ya ….
Bacaan gratis untuk pengguna baru
Pindai untuk mengunduh app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Penulis
  • chap_listDaftar Isi
  • likeTAMBAHKAN