8- Si Ketua OSIS

1447 Kata
"Gue ..." Jena masih mencoba berpikir tentang alasan apa yang harus ia katakan pada Jun. Sedangkan Jun juga masih menunggunya. Jena mengalihkan tatapannya dan menatap ke arah murid-murid yang melewati mereka. Akhirnya setelah selang beberapa detik, ia menemukan alasan untuk Jun. "Gara-gara lo!" seru Jena dengan keras. Hal itu membuat Jun dan beberapa murid yang sempat melintas di sekitar mereka, terkejut. Jun menunjuk dirinya sendiri. "Gue?" tanyanya sambil mengangkat alisnya bingung. Mengapa alasan pingsannya Jena karena dirinya? Jena mengangguk kikuk, lalu meringis lebar. "Iya, lo." Kemudian ia terkekeh melihat raut Jun yang mendadak jadi aneh. "Lo 'kan kemarin bikin gue angkat tumpukkan buku banyak banget. Udah gitu kabur gitu aja lagi," sambung gadis itu tertawa ringan. Jun kini sudah tidak mendahului langkah Jena lagi, kini ia menyejajarkan tubuhnya dengan Jena. Cowok itu memasang raut sedih dan penuh bersalahnya. "Bener gara- gara gue, ya? Maaf ya, Jen." Jun mencebik bibir dan mengedip- ngedipkan matanya memelas. Jena yang melihat itu sontak terbahak. Dengan cepat ia menggeplak lengan Jun. "Gak akan gue maafin pokoknya," ujar Jena. Kemudian ia melangkah cepat mendekati gerbang sekolahnya, setelah memeletkan lidahnya untuk Jun. "Ish, Jena!" Jun menghentak kakinya lalu berlari kecil mengejar gadis itu. Gerbang sekolah mereka terbuka lebar, di sisi kanan dan kirinya ada petugas piket dari anggota OSIS bagian Keamanan. Mereka sesekali memeriksa kelengkapan pakaian murid yang melintas, seperti baju yang rapi, dasi, sabuk, maupun sepatu hitam. Jena dan Jun hanya berjarak lima langkah dari gerbang sekolah mereka itu ketika sebuah seruan bergema. "Jen! Jun!" Jena dan Jun lantas menghentikan langkah mereka, kemudian melihat mobil berwarna hitam berhenti tepat di depan gerbang. Kepala Fina menyembul dari dalam. Gadis itu melambai dan menyengir lebar. Berikutnya, Fina segera ke luar dari dalam mobil setelah berpamitan pada supirnya. Tak lupa ada seorang cowok yang ikut ke luar dari dalam mobil itu juga. Rehan berjalan santai di belakang Fina yang berlari mendekati Jena. "Hati-hati!" Jena berseru melihat Fina hampir saja tersandung sepatunya sendiri ketika berlari. Fina tersenyum lebar ketika sampai di depan Jena. "Gut mowning," sapanya dengan gaya lebay. Ia memeluk lengan Jena dengan erat. Lalu melambai pada Jun. "Hai Kakak Anggota OSIS!" Jun terkekeh melihat tingkah Fina. "Untung gue gak lagi piket jaga gerbang, ya." Lalu ia menarik lengan Rehan mendekat ke arahnya. "Kalau iya ... udah gue suruh Pina buat lari keliling sekolah karena gak pakai dasi." Fina sontak melirik seragam OSIS-nya. Ia menganga karena benar-benar melupakan dasinya. Dengan nyalang ia menatap Rehan. "Rehan, kok lo gak ingetin gue buat pakai dasi?!" Rehan menguap lebar lalu memasukkan tangan ke dalam saku celananya. "Bodo amat." "Jahat!" Fina menghentak kakinya. Jena dan Jun menggeleng kepala mereka. Keempat murid itu segera melanjutkan langkah mereka memasuki gerbang. Fina mendapatkan poin penalti karena tidak membawa dasinya, dan langsung diledek oleh Rehan. Berikutnya, mereka melangkah dengan ringan memasuki sekolah mereka. "Gara-gara si Rehan gak ingetin gue buat pakai dasi, nih." "Gue lagi?" Jena menggelengkan kepalanya mendengar kedua sahabatnya itu berdebat, sampai matanya menangkap keberadaan seorang cowok berjalan di depan mereka. Cowok berbadan atletis dengan rambut hitam legam itu, berjalan dari lorong yang berbeda dari mereka. Ketika tersenyum, matanya menampilkan garis lurus yang seperti menghilangkan matanya dalam sekejap. Apalagi ketika cowok itu tertawa lebar, siapapun akan langsung terpesona. Cowok berkulit sawo matang nan manis itu, adalah Bayu, si Ketua OSIS. Jena melebarkan senyumnya memandang Bayu dari tempatnya berdiri kini. Bahkan semua orang di sekeliling Bayu nampak blur, hanya Bayu seorang yang terlihat jelas di mata Jena. "Bayu!" panggil Jena dengan bersemangat. Fina, Rehan, dan Jun yang mendengar panggilan itu terkejut seketika. Mereka memandang arah yang dipandang Jena itu. Bayu tengah menoleh ke arah mereka, lalu cowok itu tersenyum tipis dan memberhentikan langkahnya. "Jen, plis, masih pagi jangan ngebucin dulu. Jen, Jena!" Fina merapalkan mantranya sembari mengelus lengan Jena. Namun tentu saja mantranya tidak mempan. Jena kini berlari ke arah Bayu dan tanpa rasa bersalah meninggalkan ketiga sahabatnya itu. "Bayu, Gut Morning!" sapa Jena dengan antusias. Kemudian gadis itu dengan santainya berjalan di sisi Bayu dan mengobrol lancar. "Yah, yah. Begitulah seorang Jena Mustika kalau sudah melihat Bayu Laksono." Fina mengoceh sendiri. Jun mengangguk mengiyakan. "Gue ... kenapa ya gak pernah suka sama si Ketua OSIS itu." Lalu ia merangkul pundak Rehan di sampingnya. "Menurut lo gimana?" Rehan mengangguk. "Gue juga gak suka dia. Gue 'kan sukanya sama cewek." Jun mencebik bibir lalu menggeplak bahu Rehan. "Bukan gitu maksud gue, dodol!" Rehan hanya terkekeh, sedangkan Fina menggelengkan kepalanya. Mereka kembali melangkah dan mengikuti langkah Jena yang sudah berjarak cukup jauh dari mereka. "Ada pe-er gak sih?" Fina menatap Jun dan Rehan yang berjalan di sisi kanan dan kirinya. Ia kini berada di tengah- tengah kedua cowok tinggi itu. Serasa dilindungi dan ia pun bangga akan hal itu. Jun dan Rehan menggeleng bersamaan. Namun Fina menatap keduanya dengan curiga. "Kalian gelengin kepala karena emang gak ada pe-er, atau karena gak tahu?" Rehan menatap Fina. "Gak tahu." Jun menyahut bersamaan dengan Rehan. "Gak ada." Fina mengangguk- angguk paham. "Kalau Jun udah bilang gak ada, berarti beneran gak ada Pe- er. Gue mah percaya sama si Ranking satu." Tepat setelah mengucapkan itu, Fina menatap ke arah belakangnya dan melihat Karina tengah berlari ke arah mereka. Mata Fina melebar dan sontak tersenyum bahagia. "Karina!" "Pin!" Kedua gadis itu berpelukan bagai lama tidak berjumpa. Lalu pelukan itu terlerai. Karina menatap Jun dan Rehan yang juga tengah menatapnya. "Hai, Rin." "Pagi, Rin." Jun melambai tangannya dengan senyum mengembang. "Gue telat tadi." Karina berucap itu sembari kembali berjalan di samping Fina. Fina mengangguk. "Gak masalah. Gue juga sering telat bangun." "Iya, dan imbasnya ke gue," celetuk Rehan tiba- tiba sembari terkekeh. "Gue jadi ikut telat berangkat ke sekolahnya." Cowok itu terkekeh bersama Jun di sampingnya. Kini kedua cowok itu berjalan di belakang Fina dan Karina. Fina menoleh ke belakangnya dan hanya diam sembari memberi tatapan maut pada Rehan. Berikutnya ia kembali menatap Karina. "Lo udah sarapan?" tanyanya ramah. Karina tersenyum canggung mendengar kalimat tanya itu. "Udah." Ia sebelumnya jarang mendapatkan pertanyaan seperti itu dari teman di sekolah lamanya. Setelah itu, Fina hanya mengangguk dan merangkul Karina lebih erat. Mereka berdua berjalan dalam diam melewati koridor kelas sepuluh. Sedangkan untuk kelas sebelas ada di lantai dua. Jun dan Rehan membicarakan banyak hal tentang bola dan OSIS yang kedua gadis di depannya itu tidak tahu. Jadi, Fina sesekali menanyakan hal lain. Mereka kini telah sampai di lantai dua. Karina menatap koridor di depannya, matanya menyipit menatap sosok gadis yang berjalan di depan mereka itu bersama seorang cowok. "Itu Jena?" tanyanya. Ia baru sadar jika Jena sedari tadi tidak berada di sekitar mereka. Fina menatap arah yang ditunjuk Karina. "Oh, iya. Itu Jena." Lalu ia mencebik sebal. "Jena kalau udah ngelihat Bayu, yang lain berasa tak tampak, kasat mata." Karina mengerut dahinya. "Bayu?" Fina menatap Karina. "Oh gue belum bilang ya. Itu Bayu, si Ketua OSIS di SMA ini, anak kelas IPA," jelasnya dengan cepat. Karina mengangguk- angguk kepalanya. Lalu ia menatap Jena dan Bayu yang tengah mengobrol di depannya. Tepatnyaa lebih banyak Jena yang mengajak Bayu bicara, karena cowok itu hanya sesekali menanggapi. "Mereka berdua pacaran?" tanyanya penasaran. Fina hendak menjawab pertanyaan dari Karina, namun Jun menyela kalimatnya. Membuat Karina menoleh ke belakang. "Pacaran apanya. Jena itu selalu di- PHP- in sama Bayu tapi gak pernah nyadar. Bucin banget emang." Cowok itu menggeleng geram. Rehan di samping Jun hanya mengangguk. "Cinta sepihak, tapi Jena seolah gak peduli." Fina menggeplak lengan kedua cowok di belakangnya itu. "Jahat banget kalau ngomong!" Jun mengaduh sembari mengelusi lengannya. "Bener, kan? Paling abis ini Jena bakal nangis lagi karena dicuekin sama si Bayu itu." Jun memberi tatapan tidak sukanya ke arah dua orang yang berjalan jauh di depan mereka itu. Fina ingin menjawabnya, namun ia kehabisan kata- katanya. Karena semua yang dikatakan Jun itu benar adanya. Jena sangat menyukai Bayu, dan selalu mengejar cowok itu. Bahkan seringkali meskipun Bayu menghindar, Jena tetap menunjukkan rasa sukanya dan tak gentar. Hampir satu sekolah pun tahu bahwa Jena sangat menyukai si Ketua OSIS itu. Karina yang mendengarkan hal itu hanya terdiam. Lalu ia melihat Bayu tersenyum dan pergi begitu saja dari sisi Jena untuk memasuki kelas cowok itu. "Bayu gak suka sama Jena, tapi seolah terus ingin Jena mengejar dia. Egois!" Jun berujar dengan sedih memandang Jena yang masih bisa tersenyum melambaikan tangannya untuk Bayu. "Kalau gak suka sama Jena, dia bisa 'kan nolak Jena langsung. Gak perlu tuh gantungin perasaan Jena selama hampir dua tahun ini," sambung Jun dengan geram. Karina yang sedari tadi menatap Jun, tiba- tiba mengerjapkan matanya. Ia dapat merasakan bahwa Jun sangat membenci Bayu karena telah menyakiti Jena. Tanpa sadar, Karina merasakan ada sesuatu dalam hatinya yang ikut kesal saat melihat Jun seperti itu. Ia seperti tidak suka saat Jun mengkhawatirkan Jena. Tetapi mengapa? ***
Bacaan gratis untuk pengguna baru
Pindai untuk mengunduh app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Penulis
  • chap_listDaftar Isi
  • likeTAMBAHKAN