Bagian 9

1651 Kata
"Ah ini dia Savanna!?" seru salah seorang pria berpakaian kameja dan jas mahal. "Ya benar ini salah satu anak buahku dia sudah lama berkerja di sini sudah sekitar lima tahun." Ucap pak Imran membenarkan. "Lalu bisa kita mulai pembicaraannya?" tanya pria itu lagi. Savanna yang sedang dibicarakan mengerutkan kening bingung, dia tidak tahu mereka sedang membicarakan apa. "Tentu saja bisa pak." Sahut pak Imran. "Ok Savanna perkenalkan saya Rangga Mahesa ketua organisasi kebudayaan dan barang-barang kuno sekaligus pemilik salah satu museum kuno yang terkenal Ancient History Museum, kamu kenal kan?" Rangga memperkenalkan dirinya pada Savanna. "Kaya pernah nongol di tv!" batin Savanna. Savanna mengangguk lalu menggeleng. Rangga bingung. "Kenal atau tidak?" tanya Rangga. "Kalau sama museumnya saya kenal pak tapi kalau sama bapak maaf saya tidak kenal." Ucap Savanna. Rangga tersenyum masam. "Ah begitu rupanya padahal jika kau menjawab 'kenal' tadinya aku ingin memberikan sesuatu untukmu, tapi yah sudahlah." Ucap Rangga. "Wah apaan tuh? Jangan-jangan duit lagi, kesempatan!" batin Savanna. "Iya deh kalau gitu saya kenal." Ucap Savanna. Rangga cengo, Imran melongo. "Ah yang benar kamu?" tanya Rangga memastikan. Savanna mengagguk. "Ah masa?" gumam Rangga. "Iya pak, bapak pernah ada di tv nama bapak Rangga Mahesa pemilik museum sejarah kuno dari Ancient History Museum, tuh kan bener pak?" ucap Savanna dengan mantap. Rangga menggangguk. "Yah benar sekali..." sahut Rangga. "Kalau begitu bisa saya ambil pemberian dari bapak?" tanya Savanna antusias. "Ah sayang sekali saya lupa membawanya," jawab Rangga. Savanna dongkol. "Ok kita bahas yang lain dulu, saya ingin meminta bantuanmu." Ucap Rangga. "Bapak kenal saya?" tanya Savanna. Rangga menggeleng bingung. "Yah sayang sekali padahal saya tadi mau bantu," celutuk Savanna. Pak Imran dibuat geleng-geleng kepala. Rangga pria paruh baya yang berusia 54 tahun itu memandangi Savanna dengan kikuk. "Hehehehe...maklumi dia beginilah sifatnya." Ucap Imran. Rangga manggut-manggut. Savanna cengir tanpa dosa. "Ok Savanna tim arkeolog kami baru saja menemukan selembar kertas kuno yang diduga terbuat dari kulit hewan, kami menduga bahwa lembaran misterius itu memiliki pesan rahasia, para arkeolog kami juga menduga bahwa lembaran itu sangat berharga dilihat dari ukiran yang diduga sedemikian indah itu, bisakah kamu membantu?" ucap Rangga. "Perasaan diduga-menduga mulu, yang bener mana sih kalau main duga-dugaan!" batin Savanna. "Kalau boleh tahu bantuan apa yang harus saya berikan?" tanya Savanna. "Menurut pak Imran ke saya kamu bisa melihat dalam keadaan gelap," jawab Rangga. "Bukan menurut pak Imran, tapi kenyataan, pak Imran kenapa sih pakai menurut-menurut segala." Batin Savanna mengoreksi. "Iya pak benar." Jawab Savanna. Hati bicara lain mulut bicara lain. "Kalau gitu saya ingin kamu menemukan pesan rahasia yang ada pada lembaran misterius itu di tempat gelap," permintaan Rangga. "Kalau mau menemukan pesan rahasia kenapa tidak pakai sinar-X saja pak?" usul Savanna. "Ah kamu benar, kenapa tidak pakai sinar-x?" tanya Rangga. "Ih balik nanya! Mana saya tahu pak," dongkol Savanna dalam hati. "Karena kami tidak ingin lembaran yang ditemukan cacat jadi saya tidak mau ambil resiko," jawab Rangga sendiri atas pertanyaannya. "Tanya sendiri jawab sendiri," batin Savanna. "Tapi pak semua pekerjaan pasti ada resikonya." Ucap Savanna. "Justru ada resikonya maka saya tidak mau ambil resikonya," balas Rangga. Mulut Savana komat-kamit tidak jelas. "Ok...malam ini kamu ikut saya, saya akan menunjukannya padamu." Ucap Rangga. Savanna mengangguk. Savanna dan Pak Rangga menaiki mobil hitam milik pria lima puluh empat tahun itu menuju tempat tujuan mereka. ................ Rangga dan Savanna beserta beberapa arkeolog Rangga sedang berada di sebuah ruang rahasia milik Rangga Mahesa. Lalu ada Akshan yang duduk di pojok ruangan tanpa terlihat oleh penglihatan Savanna. Akshan yang melihat wajah Savanna kaget. "Serafina." Gumam Akshan.  Ia hendak pergi menemui gadis yang dikira adalah tunangannya itu tapi terhenti. "Benar gadis ini bisa melihat dalam keadaan gelap?" tanya seorang arkeolog. "Melihat dalam keadaan gelap?!" batin Akshan penasaran. Rangga mengangguk. Para arkeolog yang lain manggut-manggut. "Kalau begitu Savanna kami akan membawamu ke tempat gelap dan memberikan lembaran itu padamu supaya kamu bisa melihatnya." Ucap arkeolog itu. "Savanna?! Ku kira dia Serafina." Batin Akshan menjawab rasa penasarannya. "Kenapa tidak disini saja pak? Supaya semuanya bisa lihat, saya kurang nyaman kalau sendiri." Usul Savanna. "Ah baiklah jika itu maumu." Sahut Rangga. "Tolong ambilkan lembaran itu!" pinta Rangga pada salah satu arkeolog. Arkeolog itu berjalan dan mengambil lembaran yang di maksud dan memberikannya pada Rangga. "Ini dia lembarannya." Ucap Rangga sambil memberikan lembaran itu pada Savanna. "Baiklah kalau begitu kita akan memulai, tolong matikan lampunya!" pinta Rangga. Ceklek Bunyi saklar lampu dimatikan. Savanna mulai melihat dan meneliti lembaran di hadapannya. Mata kelabunya mulai meneliti lembaran itu dari atas ke bawah. Mata kelabu Savanna menemukan sesuatu yang unik dari lembaran itu, sebuah ukiran unik dan banyak sekali ukiran itu, kening Savanna mulai berkerut ia tak mengerti jenis ukiran apa ini, dia juga tak tahu ukiran apa itu. Jari-jari tangan Savanna mulai menyentuh ukiran itu, ukiran yang disentuh Savanna tak tampak dan tak terasa oleh indera peraba. Bahkan indera penglihatan saja orang lain tidak bisa melihat kecuali dirinya dan beberapa alat teknologi canggih. "Hm menarik!" batin Savanna. Lalu mata kelabunya tak sengaja menangkap sebuah ukiran yang sangat unik di sudut kanan bawah lembaran yang sedang di telitinya. "Indah!" batin Savanna. "Ehm...lampunya boleh dinyalakan lagi pak." Ucap Savanna. Ceklek Bunyi saklar lampu menyala. Para arkeolog penasaran akan apa yang di temukan Savanna. Pak Rangga sendiri siap-siap mendengarkan. "Jadi bagaimana Savanna?" tanya Rangga antusias. Savanna mulai pasang muka cool dan ekspresi serius. "Ehm...begini pak, di lembaran ini ada ukiran-ukiran dan saya tidak tahu ukiran apa itu." Jawab Savanna dengan ekspresi serius. Rangga manggut-manggut. "Begitu ya...lalu bagaimana bentuk ukiranya?" tanya seorang arkeolog. "Hm...ukirannya unik tapi saya tidak tahu bagaimana mengukirnya karena saya baru pertama kali melihat ukiran itu." Jawab Savanna. Para arkeolog manggut-manggut. Tak terkecuali Akshan yang berdiri di pojok, perlahan dia berjalan mendekati Savanna dan yang lainnya. "Begitu rupanya." Gumam Akshan yang menarik perhatian yang lain. Savanna menoleh ke arah Akshan, mata kelabu Savanna dan mata Akshan saling bertubrukan. Akshan sempat tertegun melihat manik kelabu itu. "Kelabu...indah." Batin Akshan memuji. Savanna mengerutkan keningnya melihat Akshan yang sedang memandanginya. "Kaya pernah kenal," batin Savanna. "Tapi dimana yah?!" pikir Savanna dalam hati. Savanna mengingat-ngingat dimana dia melihat orang yang di pandanginya ini. "Namamu Savanna yah?" tanya Akshan ke Savanna. Savanna yang ditanya tidak menanggapi malah asik dengan pemikirannya sendiri. Akshan tak mendapatkan jawaban yang di inginkan. "Aha! Pernah nongol di tv...ish tunangan Serafina!" batin Savanna mengingat sambil dongkol karena mengingat orang yang dilihatnya ini tunangan dari kakaknya, Serafina. "Udah tahu nanya lagi." Respon Savanna cuek. Akshan dibuat cengo atas jawaban yang dia dengar. "Ketus sekali," Batin Akshan. "Baru kali ini aku menemukan orang yang ketus selain Niel," lanjut Akshan dalam hati. Lalu dia cepat-cepat memperbaiki ekpresi cengonya menjadi cool. "Ehm...hanya memastikan, jadi itu benar yah kalau kau bisa melihat dalam keadaan gelap?" tanya Akshan. "Udah lihat tadi masih aja tanya, dasar buta!" batin Savanna dongkol. "Nambah satu orang buta lagi selain pak direktur," celutuk Savanna dalam hati. "Yah begitulah, anda tadi sudah melihat langsung." Jawab Savanna. Akshan manggut-manggut. "Bisa kau beritahu apa yang kau lihat?" tanya Akshan. "Yah seperti yang anda dengar penjelasan saya tadi sudah jelas, saya tidak mengulang lagi." Ucap Savanna yang membuat Akshan mulai dongkol. "Wajah mirip sekali dengan Serafina, tapi sifatnya mirip Niel si menyebalkan itu," batin Akshan dongkol. "Ehm...oh yah tadi saya hanya sempat mendengar sedikit kalau tidak keberatan bisakah kau mengulanginya lagi nona Savanna?" taanya Akshan. "Saya keberatan, silahkan minta penjelasan dari orang disini saja selain saya, mereka juga mendengar semua yang saya bilang, iya kan?" ucap dan pinta Savanna pada orang-orang di sekitarnya. Para arkeolog mengangguk tak terkecuali Rangga, ayah dari Akshan. Akshan dibuat dongkol oleh ucapan Savanna. "Benar-benar! Ck!" decak Akshan dongkol dalam hati. "Oh ya pak Rangga saya kan sudah melaksanakan perintah bapak sekarang bolehkah saya pulang mengingat ini sudah jam sepuluh malam dan saya harus melanjutkan jam jaga malam saya di gudang." Ucap Savanna ingin minta di pulangkan. Akshan yang mendengar ucapan Savanna, mengerutkan keningnya. "Jaga malam?! Gudang? Untuk apa?" batin Akshan penasaran. "Ah ya tentu saja boleh, tapi Savanna saya masih ingin kamu datang dan meminta bantuan kamu lagi, boleh kan?" tanya Rangga. Savanna mengangguk. "Boleh saja asalkan sediakan cemilan pak, mulut saya gatal pengen gigit-gigit cemilan." Jawab Savanna asal. Rangga melongo sedangkan para arkeolog cengo, Akshan sendiri cengo. "Tak tahu malu ck!" rutuk Akshan dalam hati. "Oh kalau tidak bisa juga tidak apa-apa kok nanti saya tidak datang lagi dan anda bisa memakai jasa lain saja, kalau begitu saya permisi yah," ucap Savanna dengan nada sedih yang dibuat-buat. "Oh itu masalah gampang nona, nanti saya akan sediakan banyak cemilan untuk anda," ucap Rangga mengambil tindakan cepat sebelum Savanna pergi. "Tentu saja kau tidak bisa dilepaskan nona, kemampuanmu bagus!" seru Rangga dalam hati. "Benarkah?" tanya Savanna antusias. Rangga mengangguk. "Kalau begitu mana cemilannya?" tanya Savanna girang. Rangga menggaruk kepalanya yang tak gatal. "Harus sekarang yah?" tanya Rangga. Savanna pura-pura pasang muka sedih. "Oh baiklah mari!" seru Rangga yang menyadari wajah sedih Savanna. Savanna cengir. Lalu Savanna berjalan mengikuti Rangga dan para arkeolong keluar dari ruangan rahasia. Sedangkan Akshan melongo melihat aksi Savanna. "Ck! Tebal muka." Rutuk Akshan dalam hati. ......................... Camilan yang di tunggu-tunggu Savanna tiba di depannya. "Wih banyak banget, asik.” Batin Savanna girang. "Ini beneran buat saya kan?" tanya Savanna tanpa malu-malu. Rangga mengangguk. Sedangkan Akshan mendengus. "Wah terima kasih banyak pak." Ucap Savanna. "Tidak masalah selain saling menguntungkan." Sahut Rangga. "Heum menguntungkan apanya? Kau itu merugikan, baru minta bantuanmu sekali saja sudah minta macam-macam." Dengus Akshan dalam hati. Tak sengaja mata Akshan melihat lebam di wajah Savanna. "Kenapa dengan wajahmu?" tanya  spontan. "Kena pukul." Jawab Savanna cepat sambil asik mengunyah camilan. "Siapa yang memukulmu?" tanya Akshan lagi. "Pencuri." Jawab Savanna singkat. "Memangnya mengapa sampai mereka memukulmu?" tanya Akshan lagi. "Mereka masuk daerah gudang penyimpanan rempah dan berniat mencuri, lalu aku menghadang mereka, hebatkan aku?" jawab dan puji Savanna pada diri sendiri. Akshan mendengus mendengar Savanna memuji dirinya sendiri. "Percaya diri sekali dia." Batin Akshan. "Memangnya sedang apa kau di gudang penyimpanan, jangan-jangan kau sendiri yang mau mencuri." Cerocos Akshan asal. "Enak saja bilang aku pencuri." Kesal Savanna. "Aku kerja," sambung Savanna. Akshan tertegun untuk sesaat. "Kerja?" batin Akshan tertegun. "Memangnya kau kerja apa?" tanya Akshan. "Aku kerja jadi penjaga gudang malam." Jawab Savanna. Akshan mematung. "Kau kan perempuan kenapa kerja begitu?" serobot Akshan tidak terima. "Memangnya perempuan tidak boleh kerja jadi penjaga gudang?" cerocos Savanna. "Yah memang tidak boleh." Celutuk Akshan. "Mana bisa begitu? Memangnya mau kerja apa lagi dengan ijasah SMA?" tanya Savanna yang membuat Akshan dan Rangga tertegun. Akshan tak bisa menjawab apa-apa. Pertanyaan Savanna membuat ia berpikir bahwa di jaman sekarang ini susah sekali mencari pekerjaan, apalagi hanya tamatan SMA. "Sudah bisa bekerja dan dapat uang saja sudah bersyukur." Cibir Savanna. Akshan hanya memadangi Savanna dengan intens. "Tidak manja," batin Akshan. "Gadis kuat," batin Akshan mengagumi Savanna. Rangga yang melihat tingkah Savanna apa adanya dan tidak malu-malu dalam mengambil camilan dan sedang asik mengunyah camilan menjadi tersenyum. Lalu keningnya berkerut. "Serafina!" pekik Rangga dalam hati. Dia baru menyadari kalau wajah Savanna mirip sekali dengan wajah calon menantunya. "Wajahmu mirip seseorang, mirip calon menantuku, Serafina!" .................
Bacaan gratis untuk pengguna baru
Pindai untuk mengunduh app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Penulis
  • chap_listDaftar Isi
  • likeTAMBAHKAN