Bagian 3

1915 Kata
"Dia perempuan bro," "Tangkap mereka!" teriak Faris. Segerombolan orang berpakaian hitam yang menutupi kepala mereka itu segera di ringkus. Faris serta teman-temannya datang tepat waktu. "Vanna, kau kena pukul owh...!" ucap Faris dengan ringisan. Aneh juga si Faris, Savanna yang kena pukul dia yang meringis. "Ayo kita obati." Ajak Faris. Savanna berjalan dengan memegang rahang bagian bawahnya yang membiru. "Astaga ini pukulan laki-laki, sakit sekali aku yang perempuan bisa apa." Rutuk Savanna. Iman dan Ihsan datang dan melihat keadaan Savanna. Iman meringgis. "Pasti sakit," Ucap Iman. "Menurutmu?" tanya Ihsan. "Yah begitu menurutku." Jawab Iman. "Menurutmu bagaimana?" tanya Ihsan. "Memangnya bagaimana menurutmu?" tanya Iman balik. Ihsan dibuat dongkol. "Kau benar-benar perusak ck!" kesal Ihsan. "Memang kalian pikir kalau seorang wanita kena pukul laki-laki rasanya enak?" tanya Faris kesal. Iman menggeleng sedangkan Ihsan memerhatikan wajah lebam Savanna. "Kompres dengan air panas saja." Usul Iman. "Dengan es batu lebih baik." Sambung Ihsan. "Kalau begitu ambilkan es batu!" pinta Faris "Memangnya siapa yang mengusulkan pakai es batu?" tanya Iman. Ihsan menjawab. "Aku!" "Nah berarti abang saja yang mengambil es batunya." Ucap Iman, lebih tepatnya menyuruh. "Kau meledekku yah?" hardik Ihsan. "Ah ti-tidak kok." Elak Iman. Faris, Ihsan dan yang lainnya memandangi Iman dengan tajam. "Baiklah aku saja yang mengambil es batunya." Pasrah Iman. Lalu dia berjalan keluar ruangan mencari es batu. "Selalu aku saja..." rutuk Iman "Coba sekali-kali Faris atau abang Ihsan." Sambungnya lagi. ............. "Bagaimana keadaan suami saya dokter?" tanya Roselina. "Bapak mengalami syok ringan, dan sedikit tekanan, harus dijaga pola makan dan istirahat yang banyak, jangan terlalu makan makanan yang berminyak." Jawab dokter Azela. "Terima kasih dokter." Ucap Roselina. Serafina menunduk sambil terisak di pelukan Akshan sedangkan Alfario mungusap wajahnya dengan gusar. Selama mereka hidup ayahnya memang jarang berkomunikasi dengannya dan adiknya Serafina, tapi meskipun begitu beliau tetap memperhatikan kebutuhan mereka berdua, selama ini yang mereka tahu, ayah mereka biarpun berkesan dingin terhadap mereka tapi beliau sangat menyayangi mereka, itu terbukti dari setiap malam ayahnya datang ke kamar Serafina dan kamarnya sambil mencium kening mereka berdua sambil meminta maaf. Alfario benar-benar gusar saat ini, dia ketakutan melihat kondisi ayahnya yang tiba-tiba ambruk di depannya dengan tubuh yang bergetar hebat. "Arrrghhh...." Alfario gusar di luar pintu kamar ayahnya. "Papi...hiks...jangan tinggalin Sera pi...hiks..." isakan Serafina. "Sayang sudah, papi kamu udah mendingan jangan nangis lagi yah." Bujuk Akshan. "Sera, Akshan sebaiknya bawa Serafina istirahat dulu papi butuh istirahat, ayo nak ini sudah malam." Ucap Roselina. Akshan mengangguk dan membawa keluar Serafina dari dalam kamar ayahnya menuju kamar tunangannya. "Nyonya saya harus balik lagi ke rumah anak saya sedang kurang sehat." Ucap dokter Azela. "Ah ya dokter sekali lagi terima kasih, mari saya antar." Ucap Roselina. "Sama-sama nyonya, mari." Sahut dokter Azela. Lalu mereka keluar kamar. Sepeninggal Roselina dan dokter Azela, Gusaf membuka matanya dan tampak air mata meleleh dari sudut matanya. "aku bersalah..." lirih Gusaf. "Sacha aku bersalah..." lanjutnya sebelum dia tertidur. ................. Malam hari indah, Niel sedang berdiri di balkon kamarnya dan entah mengapa ingatannya melayang pada siang tadi. "Mata yang indah," gumam Niel sambil tersenyum. "Ah kenapa aku jadi memikirkan pengantar bunga itu? Sudah lamban lagi huuumm." Cibir Niel. "Apa aku pesan bunga lagi yah supaya bisa melihat wajahnya, tapi dia mirip sekali dengan Serafina, atau jangan-jangan...ah pikir apa aku." Rutuk Niel. Lalu Niel masuk ke dalam kamarnya dan tidur. ............. "Aw....bisa pelan-pelan sih Man? Lebam ini sakit, kamu tidak lihat biru begini." Protes Savanna ketika Iman mengompres rahang yang lebamnya membiru itu. "Ya maaf Vann, nggak sengaja atuh, lagian kamu sih nggak nungguin kita dulu, eh kamu malah masuk sendiri di lorong." Sahut Iman. "Kalau aku nungguin kalian, bisa jamuran, lagian mereka bakalan pergi, itu kan gelap, masa aku mau narik-narik tangan kamu sama bang Ihsan masuk lorong, sama aja bohong itu." Cerocos Savanna. "Iya iya...maaf deh." Ucap Iman. ................. Pagi yang cerah aktivitas baru bagi Niel untuk pergi bekerja ke kantor, posisinya sebagai Direktur Utama Sandawa membuat ia harus siap siaga apapun yang terjadi apalagi dia akan menjadi penerus ayahnya Risky Arsad Sandawa, dia dituntut harus melakukan yang terbaik bagi perusahan yang telah dibangun oleh kakeknya itu. Berjalan sambil menuruni tangga menyapa ibu dan ayah serta adiknya yang sudah duduk manis di meja makan. "Pagi mama, pa..." sapa Niel. "Pagi juga Neil wah anak mama udah ganteng...humm harum lagi." Sapa Raisa Sandawa, ibu Nathaniel. "Pagi kak." Sapa Thalia. "Hm pagi." Sahut Niel. "Ok....mama ambilin s**u kamu dulu yah." Ucap Raisa Niel mengangguk. "Kamu ada jadwal apa aja hari ini Niel?" tanya Risky. "Hari ini Niel harus ke perusahannya Alfario buat ngadain kerja sama, rencananya sih Alfa mau pakai beberapa jasanya perusahaan pa, mereka lagi buat lahan baru untuk lahan pertanian khusus teh lagi pa" Jawab Niel. Risky manggut-manggut tanda mengerti. Raisa datang membawakan s**u hangat untuk Niel. "Kamu tuh Niel, coba sekali-kali jangan ngurusin kerjaan mulu, kalau kaya gitu kapan kamu nikahnya coba? Bisa tua lama-lama kamu." Ucap Raisa. "Ma, kalau Allah belum kasih jodoh ke Niel ya Niel harus gimana dong? Terus Niel harus seret anak orang lalu maksa-maksa dia buat naik ke pelaminan gitu? Kan nggak mungkin." Ucap Niel yang mendapat respon dari mamanya yang memandangi anaknya dengan cengo, Risky menyemburkan kopinya dan Thalia berkedip-kedip. "Astaga pa, jorok amat sih, hari ini Niel ada acara selain ke Alfa pa, ish...mana acaranya penting banget lagi." Cerocos Niel. "Abisnya kamu ngomong gitu, jangan-jangan kamu udah ada calon yah? Kenalin dong sama mama, mama juga pengen tahu." Ucap Raisa dengan riang. Gantian Niel yang tersedak susunya. "Ma...uhuk...uhuk." Batuk Niel. "Aduh pelan-pelan dong sayang." Ucap Raisa. "Abisnya mama sih yang mulai." Balas Niel. "Hehehhe." Cengir Raisa. Rsiky dan Thalia geleng-geleng kepala melihat tingkah istri dan anaknya. "Mama kamu tuh kalau udah bicara jodoh yah gitu, maunya kamu pengen cepet nikah," ucap Risky. "Pa, kalau mama ketemu sama temen-temen mama, mereka semua pada bawa menantu merekalah, bahkan cucu mereka juga, yah mama kan pengen, masa mama cuma ngelihat gitu aja sih, umur mama kan udah tua lima puluh empat tahun udah nggak muda lagi pa." Timpal Raisa panjang lebar. "Nanti InshaAllah ma kalau Allah menghendaki pasti Niel dapat jodoh, doain dong ma." Ucap Niel dengan sabar. "Amin ya Allah semoga anak mama yang ganteng ini cepat dapat jodoh ya Allah dan nikah langsung mama dapet cucu deh." Ucap Raisa mengamini ucapan anaknya. "Ma, yang ada tuh dimana-mana orang kalau nikah tuh butuh proses dulu baru punya anak, masa langsung dapet anak sih, kirain anak kucing." Cerocos Thalia. "Ish kamu ini nggak seneng banget sih sama kesenangan mama aja." Tukas Raisa. "Kalau gitu kamu kapan bawa pacar kamu kenalin sama mama papa?" tanya Raisa telak. "Aduh mama ini kenapa sih nanyain itu lagi bikin galau aja." Rutuk Thalia dalam hati. "Ini sebenarnya siapa yang mau nikah sih? Ribet amat." Batin Niel. Thalia yang mendapat pertanyaan telak dari mamanya menunduk malu. Risky yang melihat putrinya menunduk angkat bicara. "Mungkin Thalia belum siap ma atau dia lagi galau abis di mutisin pacar." Ceplos Risky. "Uhuk uhuk." Giliran Thalia yang tersedak minumannya. Perkataan ayahnya mengena di hati Thalia. "Ish papa apa-apaan sih..." rutuk Thalia dalam hati. Raisa yang melihat gelagat anaknya memincingkan mata lalu mendengus. "Beneran? Makanya udah mama bilang cari pacar tuh yang baik-baik jangan yang abis manis sepah dibuang, mama tuh kasih kriterianya nggak susah-susah amat yang penting seiman, orangnya bertanggung jawab, setia, kerja ada biar nggak kaya juga yah nggak apalah, apalah arti rumah tangga kalau yang dipikirkan hanya harta?" ucap Raisa panjang lebar. Thalia hanya menunduk malu. Dia sadar selama ini mantan-mantan pacarnya orang yang berada, dalam artian mereka kaya, punya pekerjaan bagus, mapan dan tenar, tapi sifat mereka sama saja 'tidak setia'. ucapan mamanya benar, mungkin mulai sekarang dia harus mencari kriteria yang disebutkan mamanya siapa tahu saja hubungan mereka nanti bisa langgeng, yah dia bertekad harus mencoba. Niel memandangi adiknya yang sedang berpikir keras akan ucapan mamanya itu. "Ma, udah yah Niel berangkat dulu udah telat nih." Ucap Niel sambil menyalami tangan mama dan papanya. "Assalamualaikum." Ucap salam Niel. "Wa'alaikum salam, hati-hati Niel jangan ngebut." Pesan Raisa. "Iyah ma." Sahut Niel. "Ma Thalia berangkat juga yah..." susul Thalia menyalami tangan mama dan papanya. "Assalamualaikum." Salam Thalia. "Wa'alaikum salam." Ucap Raisa dan Risky. "Ma, papa juga berangkat yah..." ucap Risky. Raisa mengangguk layu. "Loh kok wajahnya mama gitu sih?" tanya Risky. "Mama kesepian pa, abisnya kalau papa sama anak-anak pergi kerja yah mama sendirian aja." Jawab Raisa sendu. "Loh kan ada mbok Atik sama mang Parman, ada mang Jojon juga sama istrinya nemenin mama." Ucap Risky. "Ish papa ini gimana sih, yah beda lah pa, coba aja kalau ada menantu sama cucu-cucu mama...pasti seru." Ucap Raisa dongkol. Risky menangkap maksud ucapan istrinya, lantas ia mengusap kepala istrinya. "Sabar dong ma, kalau waktunya udah tiba pasti Anak-anak kita akan nikah." Ucap Risky. Raisa mengangguk kepala tanda mengerti. "Papa pergi ya ma..." ucap Risky Raisa mengangguk dan mencium tangan suaminya serta di balas Risky mencium kening istrinya. "Assalamualaikum." Salam Risky. "Wa'alaikumsalam pa, hati-hati di jalan pa jangan ngebut." Ucap Raisa. ............... "Eh Vanna udah datang...astaga muka Vanna kenapa?" tanya Sumitra teman satu tempat kerja di toko bunga. Sumitra kaget melihat wajah Savanna biru, bekas pukulan dan dengan heboh dia berteriak. "Muka Vanna kenapa itu?" tanya Sumitra dengan heboh. "Tadi malam kena pukul Mit." Jawab Savanna. "Apa? Kok bisa? Ceritain dong." Sambung Kezia, teman paling cerewet di toko bunga ini. "Biasa aku kan jaga malam, eh ada perampok masuk, trus aku kejar kena pukul deh." Jelas Savanna. "Lalu Wawan mana? Bang Ihsan dan yang lainnya mana? Kok nggak bantuin kamu sih?" tanya Kezia dengan heboh. "Gelap Kei, jadi aku sendiri yang kejer." Jawab savanna. "Ah nggak gentelmen banget sih mereka." Cibir Keiza. Sumitra ngeri melihat lebam yang bersarang di rahang bawah Savanna. "Mungkin mereka juga takut kali." Timpal Sumitra. Savanna yang melihat tingkah kedua kawan perempuannya itu hanya geleng-geleng kepala. "Ah penakut mereka itu." Sambung Kezia. "Udah ah ayo buka tokonya kalau kalian ngoceh terus kapan kita bisa buka tokonya?" ucap Savanna. "Oh iya yah..." sahut Sumitra. Sedangkan Kezia sudah masuk kedalam toko menyiapkan perlengkapan. Toko bunga ini sebenarnya milik bibi Sumitra, tapi bibinya sekarang sedang sakit dan di rawat di rumah sakit, bibinya pernah menikah tapi suaminya sudah meninggal 3 tahun lalu, beliau juga tidak memiliki anak, jadi sebagai keponakan satu-satunya yang merupakan anak dari adik bibinya Sumitra bertanggung jawab menjaga toko bunga bibinya di tambah lagi sang ayah yang sudah berpulang 1 tahun lalu dan menyisahkan sang ibu seorang diri di kampung, Sumitra datang ke kota Bandung untuk mengadu nasib, dan bertemu dengan bibinya, jadilah ia tinggal bersama bibinya 1 tahun lalu menemani bibinya mengelola toko bunga yang di dirikan bibinya 3 tahun setelah pamannya meninggal, Sumitra Larasati namanya. Sedangkan lain hal lagi dengan Kezia si centil yang suka bergosip, meskipun dia centil dan perkataan serta ucapannya pedas tapi dia orang yang pengertian, Kezia datang dari Jogyakarta, dia merupakan seorang pelarian dari rumahnya semenjak ia di jodohkan 3 tahun lalu oleh kedua orang tuanya, Kezia tidak mau menikah muda, dia masih ingin menikmati masa mudanya, lari dari kedua orang tuanya selama 3 tahun tentu saja sangat merindukan mereka, tapi apa di kata, jika dia pulang di Jogya maka ia akan menikah dengan anak jurangan Ayam yang istrinya lebih dari dua itu, siapa juga yang mau menjadi istri ketiga lama-lama bisa makan hati karena berbagi suami. Berkat kenekatannya dia lari membawa uang sebesar lima juta rupiah, uang hasil tabungan dan simpanannya. Dia, Sumitra dan Savanna hanya bisa menempuh pendidikan hingga jenjang SMA saja, keterbatasan ekonomi membuat mereka harus mengubur dalam-dalam mimpi mereka kelak, cita-cita Kezia yaitu ingin menikah dengan orang kaya, dia berangan-angan akan menjadi nyonya di sebuah rumah yang besar dan mewah. Yah begitulah Kezia. "Savannanya mana Kei?" tanya Sumitra. "Tuh lagi sarapan kue lapis." Unjuk Kezia. "Oh..." sahut Sumitra dan berjalan menuju Savanna. "Vanna ini ada pesenan bunga katanya bos mereka minta rangkaian bunga yang besar empat buah, kamu bawa yah? Tapi hati-hati nanti aku bantuin." Ucap Sumitra. "Nggak apa-apa kok, aku bisa." Sahut Savanna. "Beneran?" tanya Sumitra khawatir. "Err nggak juga sih hehehe berat tuh...banyak amat mana besar lagi." Ucap Savanna sambil nyegir. "Iyah deh nanti Sumitra bantu." Ucap Sumitra. "Ok." Sahut Savanna. Sumitra tugasnya hanya mengatur dan menerima pesanan sedangkan Kezia tugasnya merangkai bunga, kalau Savanna tugasnya mengantar rangkaian bunga ke sana kemari, kadang-kadang Wawan datang membantu mereka mengangkut bunga-bunga yang akan di bawa dalam jumlah banyak. Setengah jam berlalu dan Savanna sampai di depan tempat pemesan bunganya. "Ck...tempat kemarin lagi." Cibir Savanna. Savanna berjalan masuk menenteng dua rangkaian bunga besar. BRUUUKKK ................
Bacaan gratis untuk pengguna baru
Pindai untuk mengunduh app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Penulis
  • chap_listDaftar Isi
  • likeTAMBAHKAN